Mohon tunggu...
Patricia Orsa Indira
Patricia Orsa Indira Mohon Tunggu... Lainnya - student

Suka membaca, bangun lego, menyusun puzzle, dan menonton film sejarah

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menghadapi Luka Bersama Keluarga "NKCTHI"

25 September 2023   18:36 Diperbarui: 25 September 2023   18:41 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini” adalah sebuah film yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko, telah rilis pada tahun 2020 silam. Film ini menceritakan mengenai sebuah keluarga beranggotakan 5 orang dengan masalah-masalah keluarganya. 

Sebenarnya, film “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini” diadaptasi dari novel dengan judul yang sama oleh Marchella FP. Bintang-bintang utama dari dalam film ini adalah Rachel Amanda sebagai si anak bungsu Awan, Rio Dewanto sebagai Angkasa, anak laki sulung keluarga, Sheila Dara sebagai Aurora si anak tengah serta Susan Bachtiar dan Donny Damara yang berperan sebagai yang berperan sebagai Ajeng dan Narendra, orangtua dari Angkasa, Aurora dan Awan.

Film ini dimulai dengan kilas balik, kembali ke waktu kapan Awan lahir. Pasangan Narendra dan Ajeng tampak tidak sabar menunggu kehadiran anak ketiganya. Namun, adegan kilas balik ini ditutup dengan Narendra, sang ayah, saat istrinya Ajeng sedang melahirkan anaknya, memeluk Angkasa sambil menangis deras. 

Sejak saat itu, bahkan sampai 20an tahun kemudian, Awan, selaku anak bungsu keluarga tersebut selalu dimanjakan dan dijaga betul oleh kedua orang tuanya, terutama oleh ayahnya, Narendra. Bahkan setelah kehilangan pekerjaannya karena tidak mengikuti arahan atasannya, ayahnya rela menggunakan posisi dan relasinya untuk membuat anaknya diterima lagi di perusahaan tersebut.

Kedua anaknya yang lain, bahkan ibunya, sadar akan perlakuan terlalu spesial yang ayahnya lakukan pada si bungsu. Angkasa yang selalu Narendra suruh untuk menjemput Awan dari kantornya agar anak bungsunya itu tetap aman, dan Aurora si seniman yang hari pameran seninya rusak karena ayahnya mengkhawatirkan keberadaan Awan. Karena perilaku spesial yang ayahnya beri pada Awan, keluarga ini semakin terpecah. 

Adu mulut besar terjadi suatu malam, yang kemudian membuat setiap anggota keluarga tersebut enggan berbicara dengan satu sama lain. Dimulai dari Ajeng, sang ibu, 5 orang tersebut berusaha memperbaiki semuanya, memperbaiki keluarganya, tidak ada rahasia lagi, dan memulai awal yang baru.

Esai ini akan memuat baha analisa 2 karakter pilihan saya; Ayah dan Angkasa. Analisa karakter akan ditulis menggunakan teori kritik sastra pragmatik. Menurut (Teeuw, 1994) teori pendekatan pragmatis merupakan bagian dari teori pragmatik kajian sastra yang menempatkan dimensi pembaca sebagai sensor pemberi makna pada karya sastra.

Dari film ini, terutama dari kedua tokoh bahan analisa esai ini, ada banyak nilai hidup yang bisa diambil. Salah satunya adalah bagaimana luka dalam hidup ada untuk “ditaklukkan” dan bukan untuk ditutupi sebab semua hal buruk yang ditutupi, cepat atau lambat, bagaimanapun akan tetap terkuak. Semakin lama terkuaknya, semakin sulit untuk diselesaikan. 

Bisa diambil dari bagaimana Ayah, Ibu, dan Angkasa menutupi kematian saudara kembar Awan, sehingga ketika Aurora dan Awan tahu, lebih dari 20 tahun kemudian, sudah terlalu lama untuk mereka agar sehingga 2 anak termuda itu merasa sangat kecewa. 

Setiap orang juga memiliki hak untuk bisa memilih bagaimana cara mereka ingin hidup, seperti Awan yang kesulitan untuk mandiri karena orang tuanya, terutama ayahnya, selalu menyiapkan, membantu, dan mengarahkan Awan di setiap fase kehidupannya. 

Ayah Narendra memiliki peran paling penting di film ini, sebab masalah yang ada–ada seputar sikap dan perlakuan sang ayah kepada setiap anaknya. Jika Narendra tetap bersikap seperti bagaimana dia dulu, sebelum Awan lahir, masalah keluarga ini tidak akan serumit seperti yang ditampilkan. 

Cara Narendra memperlakukan anaknya seakan-akan mereka belum dewasa, terutama Awan, membawa rasa cemburu dari kedua anaknya yang lebih tua. Sebab ketika orang tua sudah memiliki anak lebih dari satu, mereka harus mampu membagi rasa sayang dan perhatian kepada semua anaknya tanpa adanya favoritisme, dan terkadang, seperti yang ditunjukkan dalam film ini, orang tua tidak sengaja memberikan perhatian lebih pada salah satu anaknya. 

Bagaimana Awan betul-betul ia jaga agar tidak terluka sedikitpun, mendapatkan pekerjaan impiannya bahkan jika Narendra harus menggunakan koneksi pekerjaannya untuk merealisasikan hal tersebut, dan membantu Awan dalam setiap tugasnya. Hal-hal tersebut tidak ia tunjukkan kepada kedua anaknya yang lain. 

Angkasa selaku si sulung selalu ia buat menjaga adik-adiknya, walau yang dimaksud hanyalah Awan, dan Aurora yang tidak sering berinteraksi dengannya, bahkan sampai menghancurkan suasana pameran perdana seni-seni Aurora dengan menciptakan keributan hanya karena Awan menghabiskan harinya dengan Kale, dan dicap “pembangkang”.

Perilaku Narendra kepada anak-anaknya tidak bisa sepenuhnya dibela, tapi semua perbuatan pasti memiliki alasan. Kehilangan anaknya, kembaran Awan, saat istrinya melahirkan, membawa rasa nelangsa kepadanya, istrinya, dan Angkasa yang waktu itu sudah ia anggap cukup tua untuk tahu akan kematian adiknya. Narendra hanya ingin agar tidak ada hal buruk menimpa anak-anaknya, terutama Awan, setelah kehilangan kembarannya. 

Sayangnya, caranya untuk melindungi anak-anaknya dari bahaya, dan rasa sakit mengetahui meninggalnya saudara mereka yang lain itu tidak tepat. Angkasa dan Aurora malah hidup merasa tidak mendapat perhatian yang setara dengan apa yang Awan dapat, dan rahasia yang menyakitkan itu malah menjadi 10 kali lebih menyakitkan setelah Aurora dan Awan baru tahu tentang hal tersebut 20 tahun kemudian. 

Menurut Narendra, jika rasa sakit bisa dihindari akan menjadi lebih baik, sebab hidup dengan rasa bahagia lebih baik bukan? Mereka semua malah terperangkap dalam sebuah gelembung penyangkalan bahwa selama ini kelima anggota itu melewati hari-hari yang bahagia. Sehingga, selain Narendra dan Ajeng, yang tentunya tahu mengenai kematian anaknya, Angkasa juga tahu sebab Narendra membutuhkan seseorang untuk menjaga adik-adiknya. 

Sayangnya, pesan yang Narendra tidak pernah lupa untuk ucapkan itu, “Jaga adik-adikmu,” membawa beban pada anak sulung itu. Seberusaha dan sesulit apapun Angkasa berusaha untuk melindungi adik-adiknya, ketika Awan tidak berhati-hati dan terluka karena ketidak hati-hatiannya itu, yang disalahkan tetap Angkasa. 

Tidak becus menjaga adiknya, kira-kira seperti itu ucapan Narendra. Bahkan sampai Awan sudah dewasa, Angkasa tetap harus menjaga keselamatan adiknya yang satu itu. 

Alhasil, karena lebih dari 20 tahun Angkasa terus berada di bawah perintah-perintah ayahnya, sia sering kali adu mulut bersama Narendra seputar keselamatan Awan. Dijemput di kantornya, Awan yang sekarang menjadi “pembangkang” karena bergaul dengan teman Angkasa, Awan yang tidak hati-hati menyebrang jalan sehingga ditabrak motor, dan sebagainya.

Selama Awan masih tinggal di rumah bersama Narendra dan Ajeng, Angkasa tidak bisa tinggal sendiri. Pergi dari rumah berarti tidak bisa sepenuhnya menjaga Awan. Padahal, Angkasa memiliki kehidupannya sendiri, dan pasangannya, selama 4 tahun, sendiri. 

Bagaimana mereka berdua bisa lanjut ke jenjang selanjutnya jika Angkasa masih hidup di bawah perintah-perintah ayahnya. Mereka semua hidup dalam rasa sakit, dalam caranya sendiri-sendiri, tapi Narendra berusaha untuk membuat seakan-akan keluarganya adalah sebuah keluarga bahagia, dengan anak-anak yang berprestasi dan kebutuhan finansial yang jauh di atas kata terpenuhi.

Rasa sakit tidak baik jika ditahan, apalagi ditutup-tutupi dan berusaha membuatnya terlihat baik-baik saja sebab suatu hari usaha kita menutupi rasa sakit itu malah bisa menjadi bumerang. 

Semuanya menjadi hancur secara bersamaan. “Jangan sedih jika sewaktu-waktu kamu menemukan kesedihan dalam proses kehidupanmu. Karena memang mau nggak mau, kamu harus menghadapinya, siap nggak siap,” ucap Kale, salah satu karakter pendukung di film ini. 

Dengan banyaknya adegan mengharukan yang tidak gagal mengundang air mata beserta pesan-pesannya yang sungguh bermakna, sesuai yang ditetapkan pemerintah, memang cocok untuk ditonton oleh anak di atas 7 tahun karena topiknya yang mungkin sedikit berat untuk anak di bawah umur tersebut. Tontonlah film ini bersama keluarga, sebab pada akhirnya, baik dalam kebahagiaan, kesedihan, kita semua selalu kembali ke keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun