Mohon tunggu...
Patrianef Patrianef
Patrianef Patrianef Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Bedah di RS Pemerintah

Patrianef, seorang dokter spesialis bagi pasienku. Guru bagi murid muridku. Suami bagi istriku dan sangat berbahagia mendapat panggilan papa dari anak anaknya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perbaikan Sistem Pelayanan Primer dalam Dunia Kedokteran Harus Sebagai Prioritas

25 September 2016   16:00 Diperbarui: 25 September 2016   22:35 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Sayyidhakam.com

Sepertinya Pemerintah saat ini saling berpacu dengan organisasi profesi dokter dalam hal pembentukan Dokter Setara Spesialis Layanan Primer. Disatu sisi pemerintah ( Kemenkes dan Kemenristek Dikti) dengan segala sumber daya yang dimilikinya berusaha membentuk profesi ini sesegera mungkin, mereka mempunyai seluruh fasilitas yang memungkinkan untuk terlaksananya hal ini, ada uang, ada fakultas dan ada dokter yang mau dididik. Mereka sudah mulai mengawali pembentukan Program Studi ini, walaupun belum ada pendidiknya yang bergelar Setara Spesialis Layanan Primer. 

Mereka masih mengambil dari tenaga spesialis program studi yang lain. Disisi berlawanan, dalam hal ini organisasi profesi dokter berusaha menghambat, dengan segala keterbatasan yang mereka milki, anggaran yang tidak ada, sumber daya manusia non medis tidak ada, fakultas tidak ada, jaringan dan “link” ke legislatif terbatas. Pertarungan ini seperti pertarungan antara David dan Goliath. Sudah bisa di prediksi siapa pemenangnya.

Penentangan terhadap Pembentukan Dokter Setara Spesialis Layanan Primer ini berasal dari hampir seluruh cabang IDI dan disampaikan pada saat Muktamar IDI di Medan. Sehingga PB IDI harus melakukannya jika tidak mau di “ impeachment” oleh anggotanya yang akan menjadi preseden buruk kedepannya. Sehingga PB IDI terpaksalah melakoni peranan DavId melawan Goliath. Pertarungan yang tidak seimbang sudah berada didepan mata. Tentu saja para oportunis yang tidak melihat peluang menang dari David akan berada disisi Goliath. Dan tentu saja cukup banyak oportunis yang melihat dari sisi yang lebih realistis bukan idealis.

Penentangan dari dokter sebagian besar dilatar belakangi pengalaman mereka bertugas di pelayanan primer. Sebagian dokter Indonesia saat ini pernah bekerja di Pusat Pelayanan Primer karena kewajiban “ Wajib Kerja Sarjana” dan “ Penugasan Tidak Tetap” yang dikaitkan dengan perijinan sekolah spesialis. Sehingga mereka tahu persis kondisi pelayanan kesehatan di layanan primer. Mereka tahu persis bahwa masalahnya bukanlah pada kualitas dokternya tetapi lebih kepada faktor faktor diluar tenaga medisnya.

Kondisi saat ini kalau dimisalkan persis seperti pengemudi dan mobil. Sepintar apapun pengemudi, kalau mobil yang dibawanya jelek, cc kecil, ban sudah licin, umur mobil sudah tua, spare partnya memakai barang KW dan kanibal dari mobil lain, maka  hasilnya akan tetap jelek. Malahan yang terjadi adalah si pengemudi frustrasi dan sering membiarkan mobilnya tergeletak begitu saja. Saat ini yang terjadi dengan program ini adalah peningkatan kualitas pengemudi, ibaratnya pengemudi dengan SIM A pribadi dijadikan SIM B Umum dan diasumsikan pengemudinya akan mampu membawa truk gandeng.

Gampang memang menyalahkan pengemudi, karena sistem kita memang begitu. Kalau ada kecelakaan pasti yang paling gampang disalahkan adalah pengemudi. Kalaupun mobil yang salah mungkin rem blong maka pengemudi tetap salah, mengapa masih mau mengemudikan mobil dengan kondisi tua dan rem yang jelek. Paling mudah menyalahkan pengemudi ketimbang menyalahkan pemilik mobil.

Itulah yang terjadi dengan sistem kesehatan kita saat ini. Kualitas pelayanan kesehatan yang rendah, ditimpakan kepada dokternya dengan asumsi kualitas dokter yang bekerja dilayanan primer rendah dan perlu di “upgrade” sehingga setara spesialis. Jalan fikiran yang sederhana dan sangat masuk akal jika kita asumsikan seperti pengemudi dan mobil. Padahal masalahnya jauh sangat rumit.

Pelayanan kesehatan di Pusat Pelayanan Primer saat ini seperti yang dialami oleh banyak dokter sangat jauh dari sempurna dan mungkin saja data diatas kertas yang ada di Kementerian berbeda dengan fakta dilapangan, karena pengawasan pengadaan barang sampai keujung negeri yang hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki sangat terbatas.

Yang pertama jumlah , walaupun terjadi peningkatan jumlah fasilitas pelayanan primer di seluruh daerah, tetapi tetap masih jauh dari memadai. Beberapa penelitian yang dilakukan diluar negeri menyatakan bahwa jarak tempuh dari pemukiman ke fasilitas kesehatan primer terdekat sebaiknya memerlukan waktu 15 menit. Konsep yang digunakan adalah mendekatkan pelayanan kesehatan ketengah perkampungan dan ketempat kerja. Konsep yang masih digunakan selama ini masih menggunakan konsep daerah. Kalau tahun 1980an masih memakai konsep 1 kecamatan satu puskesmas sekarang mungkin sudah bergeser , tetapi tetap belum bisa 1 Puskesmas untuk satu desa. Ini hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Mana ada daerah kita yang jarak tempuh ke Puskesmas 15 menit.

Yang kedua adalah infrastruktur. Jalan, listrik dan air bersih yang disebagian tempat masih merupakan barang mewah. Masih ada daerah yang listriknya hidup hanya pada malam hari, padahal banyak obat dan vaksin yang memerlukan kontinuitas mesin pendingin untuk keefektifannya. Di Kecamatan saja masih ada listrik yang terbatas, bagaimana kira kira didesa yang lebih jauh. Bisa diduga bahwa walaupun kuantitas masyarakat yang di vaksinasi banyak tetapi kualitasnya diragukan. Air bersih masyarakat masih sering menggunakan sumber yang tidak layak seperti . Wabah diare sering terjadi karena sistem pembuangan kotoran manusia yang masih menggunakan sungai. Tentu saja jalan yang belum mencapai ujung ujung negeri dan struktur geografis daerah yang bersungai dan berbukit memperjelek sistem transportasi pasien. Hal yang biasa bagi pasien memerlukan waktu seharian ke Puskesmas dengan menggunakan sepeda motor menyeberangi sungai dan menggunakan perahu kecil untuk mencapai Puskesmas.

Alat kesehatan. Bagi semua dokter ini adalah masalah mendasar di Fasilitas Layanan Primer. Ada asumsi dan itu diperkuat dengan image gambar dokter yang tersebar dimana mana, bahwa seorang dokter hanya menggunakan sebuah stetoskop. Itulah yang terjadi. Kalau dipuskesmas kadang masih ada alat diagnostik lain. Kalau di Puskesmas Pembantu yang ada hanyalah sebuah stetoskop dan sebuah tensimeter. Seperti benda ajaiba saja stetoskop dan tensimeter yang dapat mendiagnosa banyak penyakit. Image yang masih terpelihara subur sampai saat ini. Padahal sebuah fasilitas kesehatan memerlukan alat pemeriksaan lain otoskop, rhinoskop, alat pemeriksaan mata, alat operasi minor, laboratorium sederhana. Yang lebih parah adalah bahwa alat alat yang sampai kedaerah itu sering tidak berfungsi, selain itu dana dan petugas yang berfungsi untuk pemeliharaan sering tidak ada sama sekali. Bagaimana seorang dokter bisa mendiagnosa jika hanya mengandalkan itu dan tragisnya alat itupun karena murahan sering cepat rusak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun