Mohon tunggu...
Patrianef Patrianef
Patrianef Patrianef Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Bedah di RS Pemerintah

Patrianef, seorang dokter spesialis bagi pasienku. Guru bagi murid muridku. Suami bagi istriku dan sangat berbahagia mendapat panggilan papa dari anak anaknya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Beginilah Kondisi Dokter (Umum) di Indonesia

17 Juni 2016   07:49 Diperbarui: 18 Juni 2016   02:36 5822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: nightdaymedical.com

Tidak ada dokter puskesmas yang tidak idealis, kalau mereka tidak idealis maka mereka akan dipaksa oleh sistem untuk menjadi idealis. Mereka tidak bisa berkata apa apa, jika masyarakat membayar mereka dengan seekor ayam dan setandan pisang sambil mencium tangnnya mengucapkan terima kasih. Siapa yang tega meminta bayaran dari pasien yang menangis sambil mencium tangannya mengucapkan terima kasih sungguh sungguh dari lubuk hatinya. Jika mereka sebelumnya tidak idealis, mulai saat itu mereka akan belajar untuk menjadi seorang idealis.

Tidak ada salahnya Pemerintah memberikan imbalan yang besar bagi mereka yang bertugas ditempat tempat terpencil seperti itu. Apapunlah profesinya, baik dokter, dokter gigi, bidan , perawat, petugas gizi, petugas kesling. Imbalan yang besar tentulah dalam bentuk imbalan yang berguna bagi mereka, seperti pendapatan mereka yang dilebihkan dari bertugas ditempat tempat biasa. Tak ada gunanya kertas tebal berbingkai dan ditanda tangani Gubernur atau Menteri bagi mereka, tak ada yang bisa dibeli dengan’kertas penghargaan’ itu. Hidup tetaplah terus berjalan, mereka memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan.

Saya sedih kadang kadang melihat teman teman yang “idealis” dan tetap lama bertugas di pedesaan. Batas antara idealis dan ketidak mampuan sistem kita untuk membuat jenjang karir bagi dokter puskesmas itu sangat tipis. Hanya untuk keluar dan pindah dari Puskesmas saja sudah susah bagi mereka. Jika mereka meminta pindah ke Kepala Dinas maka jawabannya akan selalu, entar, nanti, sedang diusulkan, lagi di proses, menunggu pengganti. Sampai akhirnya mereka bosan cape sendiri. Banyak teman saya yang seumur mereka sampai pensiun tetap berada di Puskesmas. Ada yang salah memang dengan sistem jenjang karir seorang dokter.

Sementara didaerah perkotaan, dibentuklah oleh media massa tipe dokter yang ideal. Gampang membentuknya. Munculkan di televisi dan koran berkali kali. Munculkan dokter yang tidak menerima bayaran, yang dibayar hanya dengan ucapan terimakasih. Mereka para Dokter yang berbaju rapi, tampil wawancara di TV memakai jas putih. Mereka tampil seperti dewa, banyak senyum,tidak menerima bayaran, atau dibayar sesuka hati pasien. Pembodohan dan penipuan masyarakat memang. Sehingga menimbulkan anti pati masyarakat kepada dokter yang berbayar. Di media massa mereka bentuklah itu, seorang malaikat/dewa, yang rapi, penuh senyuman, dengan peralatan lengkap. Masyarakat berobat, ucapkan terimakasih, pergi. Ideal banget.

Padahal semua yang terjadi ada yang membayarnya. Bisa perusahaan yang menyumbang atau LSM LSM swasta yang mengumpukan dana dari banyak perusahaan dan individu yang menyumbang untuk itu. Kenapa tidak mereka sampaikan juga di Media Massa bahwa Program Pengobatan Massal dan Gratis dokter ini terselenggara berkat sumbangan dari Perusahaan A, atau Keluarga B. Terus terang sajalah. Jangan membuat kondisi dokter umum yang sudah menderita semakin menderita. Tak manusiawi membandingkan mereka yang sudah dibayar perusahaan seolah olah gratis dengan dokter umum kucel yang mengais ngais uang didaerah sulit hanya untuk mencari uang untuk menjalani kehidupan mereka dengan wajar.

Kami para dokter spesialis dan subspesialis tidak keberatan para dokter puskesmas dibayar melebihi seorang spesialis. Sudah wajar mereka mendapatkan imbalan lebih untuk bertugas didaerah sulit dan susah. Bayangkan jika mereka bertugas, dibayar sebesar apapun, kebayang gak bagaimana pendidikan anak anak mereka. Akan jadi siapa anak mereka nanti. Sekali sekali dibawa ke kota oleh orang tuanya yang dokter kaget mereka melihat kereta api, “ Apa itu Pa, yang panjang dan besar itu”. Kaget mereka melihat gedung tinggi, “ kok besar sekali rumah itu Pa”. Miris memang. Tapi jangan ditanyalah lagi tentang hal itu, basah mata saya, karena itu saya dengar sendiri, bukan dari anak saya, karena saya waktu di Puskesmas belum berkeluarga. Saya dengar dari anak teman saya. Benar benar basah lho mata saya.

Ada yang salah dengan negara ini dalam memperlakukan dokter, mengakui kesalahan itu akan membuat kita lebih mudah melakukan perbaikan. Mereka adalah anak anak bangsa dan orang orang cerdas yang digaji hanya dengan kebanggaan dan idealisme. Tolong perlakukan mereka secara wajar. Berilah kesempatan untuk orang orang pintar berkembang menjadi sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki.

Demi untuk Indonesia Yang Lebih Baik, saya tulis ini karena saya cinta profesi ini, saya cinta Republik, saya cinta negara ini, sungguh sungguh walaupun saya banyak melihat negara lain yang lebih baik dengan profesi dokter yang jauh lebih baik  dan dihargai.

Jakarta, 17 Juni 2016.

Patrianef

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun