Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang memilki anak seorang dokter pernahkah pergi ke tempat anak-anak Bapak dan Ibu bertugas? Mereka berada di desa, daerah terpencil. Mereka bertugas di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang sekarang sering disebut oleh BPJS sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan ada juga yang menggunakan istilah bahasa Inggris Primary Health Centre (PHC). Apapun lah namanya, mereka bertugas dis ana mengabdi masyarakat. Mereka bertugas ke daerah karena memang seperti itulah pilihan yang harus mereka jalani.
Ada mungkin yang Bapak dan Ibu tidak ketahui dan mereka tidak ingin memberitahu orang tuanya. Anak-anak yang Bapak dan Ibu banggakan karena cerdas tersebut untuk sampai ke tempat tugasnya mereka naik pesawat sampai ke ibu kota provinsi. Perjalanan selanjutnya mungkin mereka sampaikan dengan bahasa yang lembut agar orang tuanya tidak khawatir. Mereka akan naik mobil sampai ke ibu kota kabupaten. Dari sini petualangan pengabdian seorang dokter dimulai.Â
Mereka mungkin naik kapal dan perahu yang jumlah penumpangnya sering melebihi kapasitas dan minim pengamanan. Untuk bertugas di desa desa wilayah kerja mereka, mereka hanya bisa menjangkau dengan naik perahu dan sampan kecil dan tanpa pengamanan yang memadai. Atau mereka mungkin naik mobil sampai ke Puskesmas, tetapi sebagian besar wilayah Puskesmas dijangkau dengan kombinasi naik motor dan jalan kaki. Mereka bertugas di daerah endemik malaria, mereka bertugas di daerah dengan minim fasilitas.
Tidak ada profesi yang diatur sampai sejauh ini di Republik tercinta ini selain Profesi Dokter, entah kenapa? Banyak yang tidak paham dan saya kira demikian juga teman teman semua. Kalau dikatakan masyarakat memerlukan, jelas masyarakat memerlukan semuanya bukan hanya dokter.
Mereka diatur sampai detail, selesai pendidikan mereka menjalani program internship, tetapi untuk imbalan jasa mereka tidak mendapatkan gaji, mereka hanya mendapatkan bantuan biaya hidup. Pada awal program ini dijalankan mereka mendapatkan Rp 1,2 juta, kemudian naik menjadi Rp 2,5 juta dan saat ini naik menjadi Rp 3.150.000 di mana Rp 150.000 merupakan iuran untuk kepersertaan dalam BPJS dan untuk wilayah timur Rp 3.622.500, di mana Rp 172.500 untuk iuran BPJS.Â
Mereka ini adalah dokter yang sudah menyelesaikan pendidikan. Ada anggapan bahwa internship ini adalah magang sehingga dibayar ala kadarnya. Tetapi kalau magang tentu saja harus di RS dan Puskesmas yang mempunyai banyak kasus sehingga bisa menjadi proses pembelajaran. Apalagi mereka adalah dokter yang belum dianggap oleh pemerintah sehingga tidak boleh berpraktik. Penempatan mereka sampai ke Puskesmas daerah terpencil dan sulit akan menimbulkan anggapan pemanfaatan mereka sebagai tenaga kerja murah dan murahan.
Setelah selesai menjadi dokter maka sebelum bisa menjadi PNS maka mereka menjalani suatu program yang namanya Pegawai Tidak Tetap (PTT), mereka menjalani ini di daerah biasa, terpencil dan sangat terpencil. Untuk daerah terpencil mereka mendapat imbalan Rp 5.4 juta dan daerah sangat terpencil mereka mendapat imbalan Rp 7.85 juta. Jangan bayangkan mereka bertugas dengan senang, duduk di Kantor dan Klinik Pengobatan. Mereka bertugas sampai ke ujung-ujung dan sudut sudut desa tempat bertugas mereka.Â
Mereka menjalankan pelayanan kesehatan mulai dari promotif sampai kuratif dan rehabilitatif bukan hanya di Puskesmas. Mereka pergi ke tempat tugas dengan berjalan kaki, naik perahu, naik sepeda motor. Sering untuk sampai ke daerah yang sulit mereka berjalan kaki sepanjang malam dan sampai besok di desa tersebut dan memulai pelayanan kesehatan pada paginya. Untuk menyeberang sungai sering mereka harus bergotong royong memanggul sepeda motor bersama-sama, selain memanggul peralatan yang mereka bawa.
Saat sekarang ada lagi program baru untuk dokter yang sudah selesai pendidikan, namanya Nusantara Sehat. Program ini berdasarkan Permenkes Republik Indonesia No. 23 tahun 2015 tentang Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Berbasis Tim. Mereka bertugas berdasarkan tim yang terdiri dari (dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, Ahli laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian) yang akan ditempatkan di pelosok nusantara.
Kalau melihat gambar yang ada di website Kemenkes memang agak heroik, mereka menempuh perjalanan dengan menempuh jalan tanah, naik perahu menempuh sungai. Sebelum bertugas mereka menjalani pendidikan dan pelatihan dan disematkan tanda selesai pelatihan dengan menggunakan loreng. Saya tidak paham penggunaan warna loreng ini, akankah ini akan meningkatkan kemampuan mereka dengan pelatihan semi militer. Bukankah sebagai warga sipil sebaiknya mereka dilatih dalam kondisi yang wajar dan tak perlu kemiliter-militeran. Mereka digaji sebanyak Rp. 7,85 juta untuk daerah sangat terpencil dan Rp. 5,4 juta untuk daerah terpencil.
Yang membuat miris adalah bahwa dalam gambar tertera pemeriksaan dilakukan di gubuk dengan menggunakan sebuah stetoskop. Gambaran dokter dengan stetoskop ini seolah olah menyampaikan pesan bahwa stetoskop dapat menyelesaikan banyak masalah. Padahal harusnya layanan primer yang dilakukan seorang dokter itu lebih dari hanya sebuah stetoskop. Layanan primer mesti dilengkapi dengan fasilitas memadai. Gambaran dokter dengan stetoskop itu hanya akan menyelesaikan sedikit penyakit. Karena stetoskop hanya terbatas untuk pemeriksaan paru dan perut. Sehingga ada anekdot stetoskop itu bisa diletakkan di kepala untuk pemeriksaan kepala dan di kaki untuk pemeriksaan kaki.