Marga Dalam Tradisi Masyarakat Bolaang Mongondow
Marga atau family name yang juga sering disingkat Fam adalah nama keluarga yang dicatat dibelakang nama seseorang. Pencatatan Fam ini mulai berlaku sejak Belanda menguasai Sulawesi Utara. Awalnya digunakan untuk memudahkan pencatatan administrasi Belanda terutama untuk kalangan penguasa lokal.
Pengguna marga pertama di Bolaang Mongondow adalah anak-anak dari Raja Manoppo diantaranya Raja Salmon Manoppo. Raja Manoppo sendiri juga belum menjadikan nama ayahnya (Loloda Mokoagow) sebagai marga. Sementara itu putra Raja Loloda Mokoagow yang lain yakni Pangeran Makalunsenge juga belum menggunakan Mokoagow sebagai marganya bahkan penggunaan Makalunsenge sebagai nama marga nanti di generasi ke-3 atau 4 dari Pangeran Makalunsenge.
Raja-raja dan pejabat kerajaan lah yang mula-mula menggunakan fam dalam namanya ini disebabkan para pejabat inilah yang paling banyak berinteraksi dengan pihak kolonial termasuk terkait administrasi atau kontrak-kontrak tertentu dengan pihak kolonial.
Dalam buku Mukadimah Celebes Utara dijelaskan bahwa pada masa prakolonial, pemargaan tradisional Bolaang Mongondow tidak mencantumkan nama keluarga atau leluhur dalam nama diri seseorang. Pada masa ini menggunakan sistem pengulangan nama. Jadi nama leluhur (pangkal keluarga) akan dinamakan kembali ke keturunannya. Misalnya nama Mokodompit kelak akan digunakan oleh anak atau cucunya sehingga dalam sejarah lisan sering kita temukan nama-nama yang mirip namun beda zaman. Pengguna nama terakhir pasti (harus) punya ikatan darah dengan nama leluhur yang digunakan.
Silsilah Mokoginta
Dalam slagbom yang disusun oleh Inel Mokoginta dan dicatat oleh Edu' Mokoginta (Papa Ampuk) bertanggal 1 April 1960 mengurai lengkap silsilah Mokoginta sebagai berikut:
Raja Loloda Mokoagow (Datoe Binangkang) menikahi Malo Malangkasi asal Amurang (Minahasa) memperoleh anak bernama Manoppo. Setelah Manoppo menjadi Raja, Raja Manoppo menikah beberapa kali diantaranya dengan Uha asal Moyag (Bolmong) dan memperoleh anak bernama Salmon Manoppo. Setelah Salmon Manoppo menjadi Raja, Raja Salmon Manoppo menikah beberapa kali diantaranya menikah dengan Into asal Ambang (Bolaang) memperoleh anak dua orang yakni Abo' Itabo Manoppo dan Bua Umpo.
Abo' Itabo Manoppo menikah dengan Taboona anak dari Sadaha Pakiara dan memperoleh anak dua orang putra yakni Abo' Mokoginta Manoppo dan Abo' Abug Manoppo.
Abo' Mokoginta Manoppo menikah dengan Bulan Boki (anak dari Kapita Laut Dondo) dan memperoleh 3 orang putra dan 2 orang putri yakni; Abo' Tombotau Mokoginta, Abo' Mutu Mokoginta, Abo' Tabo Mokoginta, Bai Ampe' Mokoginta dan Bai' Bukono Mokoginta. Dari anak-anak Abo' Mokoginta Manoppo dan isterinya yang bernama Bulan Boki inilah kemudian menurunkan marga-marga Mokoginta yang menyebar ke seluruh pelosok Nusantara ini.Â
Penulis menggunakan Mokoginta sebagai marga yang berdasarkan garis silsilah dari Abo' Tombotau Mokoginta. Penulis adalah generasi ke-7 dari Abo' Mokoginta Manoppo. Lenjend (purn) Ahmad Yunus Mokoginta nasabnya tersambung ke Abo' Mutu Mokoginta.
Kiprah Keturunan Mokoginta
Berdasarkan tradisi lisan yang berkembang dalam lingkungan keluarga penulis, didapat informasi asal mula penamaan M0koginta berdasarkan kondisi sosial politik dan psikologis dimasa itu terutama apa yang dirasakan dan dialami oleh orangtua Mokoginta yakni Abo' Itabo Manoppo.
Abo' Itabo' Manoppo walau putra Raja Salmon Manoppo namun ibunya (Into) berasal dari keluarga bukan bangsawan atas. Into berstatus selir, bukan permaisuri raja (Boki) sehingga ada perbedaan perlakuan antara anak-anak raja dari permaisuri dan anak-anak raja dari selir.
Konon ketika Bulan Boki melahirkan seorang putra bagi Abo' Itabo Manoppo, saat itu juga Abo' Itabo Manoppo menyebut Ikou Mokoginta'Â yang artinya kamu akan diperhitungkan. Yang bermakna mampu diperhitungkan. Nama ini adalah doa dan doa ini akhirnya di ijabah Tuhan. Mokoginta memang masuk hitungan dalam berbagai hal dan banyak tokoh-tokoh nasional yang berasal dari keluarga Mokoginta. Menurut tutur lisan keluarga, Abo' Mokoginta Manoppo beragama Katolik namun ada juga yang meyakini Mokoginta beragama Protestan.
Karir Abo' Mokoginta dalam kerajaan Bolaang Mongondow adalah Kapita Raja yang bertugas sebagai kepala Desa kecil di Bolaang sekaligus pengaman keselamatan Raja Bolaang Mongondow.
Tokoh-tokoh Militer yang berasal dari keluarga Mokoginta antara lain: Letjend (purn) TNI Ahmad Yunus Mokoginta, Mayjend (purn) TNI Rahmat Mokoginta, Marsekal Pertama Santos Mokoginta, Kolonel Asman Mokoginta dan beberapa perwira lainnya.
Di bidang politik ada Khadidja Mokoginta salah satu tokoh pergerakan nasional dan aktif dalam konggres sumpah pemuda II serta merupakan pendiri Bhayakari Polri. Khadidja juga isteri dari Kapolri pertama Indonesia. Sementara itu dalam wilayah lokal terdapat nama Drs Abdullah Mokoginta selaku mantan wakil gubernur Sulawesi Utara, Drs Muda Mokoginta (mantan Bupati Bolaang Mongondow), Jusnan Mokoginta (pejabat Bupati Bolaang Mongondow), Abdullah Mokoginta (pejabat Walikota Kotamobagu). Dalam dunia pendidikan kita bisa mengenal DR Hasyim Mokoginta, DR Meyti Mokoginta dan beberapa tokoh pendidikan lainnya yang berasal dari keluarga Mokoginta. Dalam bidang keagamaan kita mengenal ustads kondang yang bernama Insan Mokoginta, seorang mualaf yang kemudian menjadi mubaligh.
Keluarga Mokoginta walau tersebar di seluruh penjuru Indonesia tapi memiliki basis wilayah pemukiman yang mayoritas di huni oleh keluarga Mokoginta yakni Kecamatan Bilalang dan Passi serta Kota Kotamobagu.
Catatan:
Boki : Permaisuri raja
Bua' : putri bangsawan level tertinggi
Bai' : putri bangaswan dibawah level Bua'
Abo' : Pangeran (bangsawan laki-laki)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI