Tanggal 30-31 Oktober 2020 silam Institut Seni Budaya Indenpenden Manado ( ISBIM) menggelar Karya Seni yang mencatut sejarah dalam bentuk Pentas Teatrikal Pingkan Matindas yang di Sutradari oleh Achi Breyvi Talanggai.Â
Kisah ini menceritakan tentang asmara Pingkan dan Matindas dan seorang yang bergelar Raja Bolaang Mongondow. Dalam adegan juga di tampilkan bahwa Raja Bolaang Mongondow akan melanggar adat Bolaang Mongondow yang berakhir dengan Terpenggalnya Kepala sang Raja Bolaang Mongondow, Kepala Raja Bolaang Mongondow yang telah di penggal dan di tenteng di atas Panggung Teatrikal dengan di beri warna merah sebagai tanda berdarah darah.
Anda tidak perlu repot repot membuka arsip atau dokumen sejarah yang ada di ANRI, KITLV atau Leiden Belanda karena pasti tidak akan di temukan Nama Raja Bolaang Mongondow yang di penggal. Baik itu Raja Mokodoludut, Raja Damopolii, Raja Mokodompit, Raja Mokoagow, Raja Raja Dinasty Manoppo, Raja Sugeha atau siapa saja yang bergelar Raja Bolaang Mongondow yang kepalanya di penggal. Kenapa tidak ada? Karena ini hanya Seni ( kata mereka), Tapi bohong dan Peristiwa ini tidak pernah terjadi.
Pentas Seni Teatrikal ini menghebohkan seantero Bolaang Mongondow Raya boleh di bilang terjadi kemarahan massal atas Seni teatrikal ini , Kecuali ada beberapa orang yang mengaku paham dan bagian dari seniman atau sastrawan yang tidak marah marah, mereka sangat maklum bahwa ini cuma seni. Bahkan di media sosial para Seniman dan Sastrawan ini merasa malu sebagai orang Mongondow melihat warga Bolaang Mongondow marah marah atas pencatutan Raja Bolaang Mongondow dalam Seni Teatrikal ini. Sementara masyarakat umumnya Bolaang Mongondow yang bukan seniman seperti saya, tak perduli akan apa yang di pikirkan oleh orang orang yang mengaku Sastrawan dan Seniman, Tetap marah dengan peristiwa ini, Bahkan Laskar Bogani Indonesia melaporkan peristiwa ini ke Mapolda Sulawesi Utara karena menganggap Teatrikal ini sebagai penistaan terhadap adat dan etnik Bolaang Mongondow.
Marah massal Etnis Bolaang Mongondow saat itu, bisa di pahami, lha kenapa tidak? Etnis Bolaang Mongondow adalah Fakta sejarah dan dan etnis ini masih eksis hingga saat ini, di masa lampau Bolaang Mongondow berbentuk kerajaan dan di pimpin oleh Raja adalah Fakta sejarah, Adat Bolaang Mongondow adalah fakta sejarah dan masih eksis hingga saat ini, tapi yang di tampilkan secara live streaming oleh Media Kawanua TV adalah SEJARAH FIKTIF yang tidak pernah terjadi tapi apa mau dikata, para Begawan seni dan Maestro Sastra Provinsi Sulawesi utara bersikukuh ini cuma seni ( Mungkin maksudnya karena seni maka bohong adalah wajar ).
Melihat heboh nya penampilan dari Seniman ISBIM besutan Achi Breyvi para beberapa seniman Bolaang Mongondow yang tergabung dalam ormas AMABOM dalam pelantikan Brigade Bogani di salah satu desa di kecamatan lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow menampilkan Karya Seni serupa yang di buat oleh ISBIM yakni Teatrikal Loloda Mokoagow yang niatnya Seni di balas Seni.
Dalam Karya Seni Besutan AMABOM ini di tampilkan bahwa Pingkan sangat mencintai bahkan tergila gila kepada Raja Bolaang Mongondow yang bernama Loloda Mokoagow, Namun Cinta tulus Pingkan kepada Raja Loloda Mokoagow, di tolak mentah mentah oleh sang Raja.
Dan sekali lagi anda tidak perlu repot repot membuka arsip atau dokumen sejarah terkait peristiwa ini karena pasti tidak di temukan, lha ini kan Hanya Karya Seni yang bertema sejarah Tapi Sejarah Bohong. Peristiwa ini tidak pernah terjadi.
Seni yang di tampilkan oleh Institut Seni Budaya Indenpenden Manado dalam pagelaran Teatrikal Pingkan Matindas ini sungguh sangat melukai perasaan Suku Bolaang Mongondow yang mayoritas hidup sebagai Petani dan nelayan tentu awam akan dunia seni, tapi itu tidak membuat saya surut untuk lebih belajar lagi agar paham melihat dunia seni.
Saya juga belum paham akan mazhab atau aliran dalam dunia Seni dan Sastra mungkinkah ada semacam aliran, mazhab atau isme dalam dunia Seni dan Sastra jika menampilkan Sejarah bohong pada peristiwa sejarah yang memiliki Fakta, yang Seni nya tidak mengandung RASIS, tidak 'berdarah darah' dan sadis di atas panggung, tidak menyusupkan perasaan permusuhan antara etnik dalam Seni nya, Saya berharap Para Seniman dan sastrawan semacam ini ada di dunia nyata. Semoga. Wallahu'alam.