Perjalanan Nuklir SoekarnoÂ
Nuklir yang melegenda dan mengakhiri Perang Dunia II adalah Little Boy dan Fat Man. Kedua nuklir ini dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki Jepang tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Pengembangan nuklir sebagai senjata untuk mempertahankan kedaulatan maupun menyerang negara lain terus dilakukan. Di AS sendiri proyek pengembangan nuklir ini disebut dengan proyek Manhattan dengan Bapak Bom Atom, seorang ahli fisika Robert Openheimer.
Berbicara masalah nuklir, ternyata bukan hanya dimiliki negara adikuasa. Indonesia pada zaman presiden Soekarno hampir memiliki senjata nuklir. Membingkai kredo ketahanan NKRI, founding father sudah merencanakan pembangunan pertahanan negara dengan senjata nuklir. Proyek pengembangan nuklir ini telah mempersiapkan tempat uji coba yang aman dari radiasi nuklir. Kota yang dipilih adalah Manado (Sulawesi Utara), Timor dan Ambon. Â
Proyek nuklir Soekarno ini muncul dari kecemasan perang nuklir antara Uni Sovyet dan AS pada tahun 60-an. Kedua blok menguji coba senjatanya masing-masing. AS dengan bom hydrogen (termo nuklir)di Kepulauan Marshall, Samudera Pasifik tahun 1954. Sedangkan Uni Sovyet menguji coba super bom atom "Tsar Bomba" pada tahun 1961.Â
Untuk menjalankan proyek pengembangan nuklir ini, Soekarno mengesahkan Keppres No.230/1954 pada Bulan November 1954 yang berisi tentang panitia negara dalam upaya penyelidikan Radio-Aktif. Profesor Sulfikar Amir dari NTU Singapore dalam karyanya yang berjudul The State and the Reactor: Nuclear Politics in Post-Suharto Indonesia menuliskan pengesahan Keppres tersebut dan proyek nuklir Soekarno.
Panitia tersebut dipimpin oleh G.A.Siwabessy yang merupakan ahli radiologi lulusan dari London. Selain itu, Presiden Soekarno kala itu sudah membentuk Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA) serta blueprint nuklir untuk kepentingan nasional mulai dikembangkan. Untuk mempelajari proyek nuklir Soekarno ini, Siwabessy dan DTA belajar dari negara-negara yang telah mengembangkan nuklir.Â
Selain itu, LTA juga menjalin kerja sama dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) AS. Bahkan John F. Kennedy menilai proyek nuklir Soekarno ini bersifat damai dengan keikutsertaan LTA dalam program "Atom For Peace" (digagas oleh presiden AS Eisenshower, 1953). Hubungan bilateral AS dan Indonesiia terjalin pada Bulan Juni 1960. Beberapa ilmuwan Indonesia belajar tentang pengayaan uranium pada tenaga ahli di AS.
Tepat pada tanggal 21 September 1960, Indonesia menerima dana hibah dari AS sebesar 350.000 dollar AS untuk pengembangan reaktor nuklir di Bandung. Selain itu, AS telah menjanjikan untuk memberikan dana hibah tambahan sebesar 141.000 dollar AS untuk dana riset. Beberapa sumber sejarah lain mengungkapkan bahwa Indonesia mendapat bantuan pengembangan nuklir dari Uni Sovyet sebesar 5 juta dollar. Adanya intervensi Uni Sovyet dalam hal ini mengakibatkan pengikatan semakin kuat terhadap Indonesia dalam perjanjian nuklir yang beragam dari AS.
Singkat cerita, tanggal 17 Oktober 1964, Triga Mark II dioperasikan sebagai reaktor nuklir pertama milik Indonesia dengan kekuatan 250 kilowatt. Ternyata tanpa disengaja, uji coba pertama Indonesia ini selang 1 hari setelah China meledakkan bom atomnya pertama kali. Ledakan bom atom China ini mempropaganda secara besar-besaran penggunaan nuklir di Kawasan Asia. Bahkan seakan beritanya dibesar-besarkan untuk menimbulkan kesan Asia tidak lagi dibawah pengaruh Eropa dan Amerika.Â
Dilansir dari Kompas.com, tepat pada tanggal 16 Januari 1965 Pusat Pengembangan Nuklir dibangun di Serpong, Tangerang Selatan dengan pembangkit reactor IRI-2000. LTA pun diubah menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Sedangkan Siwabessy diangkat menjadii Menteri Tenaga Atom Indonesia.