Persoalan minyak goreng langka dan mahal menjadi polemic yang belum terselesaikan. Bahkan perkara ini menimbulkan korban jiwa seperti Rita Riani, seorang ibu asal Kalimantan yang meninggal usai mencari minyak goreng. Di beberapa tempat, pemandangan rakyat antre dan berdesak-desakan untuk mendapatkan minyak goreng. Hal ini terjadi saat Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng curah Rp.11.500, minyak goreng kemasan sederhana Rp.13.500 dan Minyak Goreng Kemasan Premium Rp. 14.000.
Harga Murah Barang Punah
Harga Mahal Barang Berjejal
Beberapa Alasan Diberikan Pemerintah :
- Naiknya Harga Crude Palm Oil (CPO) sejak Mei 2020.
- Pada tanggal 12 Maret 2022, Mendag Muhammad Lutfi tidak bisa melawan penyimpangan minyak goreng. Terdapat oknum nakal yang menimbun, menjual minyak ke industry dan menjual ke luar negeri.
- Ketua Umum Dewan Perdagangan KADIN mengungkap bahwa distributor menahan distribusi minyak karena tidak sanggup dengan HET yang ditetapkan pemerintah. Sebab distributor telah membeli bahan baku minyak goreng dengan harga tinggi.
Anehnya.. Dalam kondisi seperti ini, partai politik bisa menjual minyak kepada rakyat dengan jumlah yang banyak lho? Contohnya Partai Demokrat yang menyalurkan 16.000 liter, PDIP Bandar Lampung menyalurkan 10.000 liter, dan PSI Bekasi menyalurkan ratusan liter. Begitu juga dengan PKS Kota Bogor serta Partai Nasdem dan Partai Golkar Jawa Timur. Pertanyaannya, dari mana parpol mendapatkan minyak? Apa iya parpol main mata dengan trouble maker? Akhirnya, kinerja Kemendag dan jajarannya dipertanyakan? Jokowi mengambil alih kelangkaan minyak goreng dengan menetapkan HET minyak curah 14ribu dan minyak goreng kemasan sesuai harga pasar.
Tambal Sulam Aturan MinyakÂ
Kebijakan HET lama umurnya tidak sampai 2 bulan. Baru ditetapkan Januari, Maret sudah dicabut Kembali. Penetapan harga minyak 14ribu menjadi kabar baik sesaat, selebihnya minyak goreng punah. Dalam penetapan HET 14ribu per liter, pemerintah seakan tidak siap dan kebijakan tersebut kurang futuristik serta bersifat parsial. Kenapa? Saat rakyat menjerit akibat harganya yang mahal, pemerintah memberi subsidi. Secara simultan hal tersebut menimbulkan oknum yang oportunis.
Ironi Minyak GorengÂ
"Negara tidak mampu melawan penyimpangan tersebut" Mendag, Muhammad LutfiÂ
Pernyataan tersebut terdengar menggelitik. Tidak bisa karena legitimasi hukumnya tidak kuat atau jajarannya tidak mampu menangani? Pemerintah seakan kalah dengan oligarki dan kartel minyak. Akhirnya mekanisme pasar yang menang. Bagaimana intervensi pemerintah selama ini dalam menangani kartel minyak? Minyak goreng merupakan bahan olahan hasil industry. Berdasarkan peraturan presiden No.59 tahun 2020, ketersediaannya diatur dan diintervensi pemerintah dari mulai pengadaan hingga menjaga stabilitas harga.
Peningkatan harga minyak mulai terjadi dari tahun 2019. Mestinya, pemerintah sudah memiliki warning dari tahun ke tahun. Dilansir dari Ombudsman, mulai dari 15 Januari -- 8 Februari 2022, tercatat 4 kebijakan pemerintah yang gonta-ganti diantaranya adalah kebijakan satu harga 14ribu, Kebijakan domestic market obligation (DPO) dan domestic price obligation (DPO), Larangan terbatas ekspor CPO dan turunannya, dan HET (Harga Eceran Tertinggi) terbaru.Â
Tambal sulamnya kebijakan pemerintah tersebut berakibat pada disparitas harga sedangkan instrument pengawasannya tidak dibuat dalam bentuk grand design yang tepat. Pada akhirnya, kebijakannya gagal, pengawasannya gagal. Timbullah anak turunannya yaitu panic buying, peningkatan stok akibat ketidakpastian (penimbunan), pedagang minyak dadakan.