Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filosofi Jawa Jadi Teladan Hadapi Zaman Edan

25 Januari 2022   10:44 Diperbarui: 25 Januari 2022   10:48 1780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar : Dictio.id

Pitutur leluhur Jawa ditengah globalisasi dan modernisasi bergerak sangat dinamis dan fleksibel. Faktanya, sampai kapanpun pitutur luhur budaya Jawa telah menjaga martabat dan kehormatan bangsa dengan segala nilai kearifan lokalnya. 

Bahkan filosofi Jawa mampu bertahan ditengah derasnya arus informasi yang tidak terbendung yang menyebabkan distorsi nilai. Terkesan kuno, ndeso dan ketinggalan zaman. Anggapan itu kurang tepat, justru filosofi Jawa dapat dipergunakan dalam zaman apapun. 

Nilai luhurnya telah mengajarkan makna hidup yang sesungguhnya untuk membentengi diri dari sifat hedonis, materialistis, sekulerisme, dan pragmatis. Meski tidak dimengerti secara langsung, ternyata filosofi Jawa ini telah dilakukan dan bermanfaat untuk kehidupan umat manusia :

  1. Agama ageming aji

Sebuah kata leksikal yang merepresentasikan keadaan manusia hidup dan setelah hidup. Dengan agama, manusia akan mendapatkan kemuliaannya karena agama adalah pakaian bagi orang-orang mulia. Menghadapi tantangan yang ada saat ini, nilai-nilai agama sangat diperlukan untuk membentengi diri.

  1.  Sangkan Paraning Dumadi

Sangkan paraning dumadi adalah kembali pada diri sejati atau rumah sejati. Ini tingkat kedalaman bathin yang murni, yang bebas dari konflik dan prasangka. Sang asal sebelum jagad gumelar, sebelum bumi dan seisinya kita kenali sebagaimana sekarang pada umumnya. 

Jagad gumelar dalam hal ini adalah pikiran duniawi yang memiliki ciri dualitas. Karena ada dualitas maka ada positif dan negatif, ada hitam dan putih. Inilah dunia (jagad) yang kita kenali. Dan selanjutnya positif negatif itu menjadi reaksi suka dan tidak suka. Inilah kecenderungan duniawi yang dirasakan manusia.

  1. Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Diri Saka Busana

Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Diri Saka Busana diartikan bahwa kemampuan menempatkan diri sesuai dengan busananya (situasinya) dan harga diri seseorang tergantung ucapannya. 

Bahkan seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dalam bertindak, melihat situasi, memiliki kebijaksanaan dan mampu menempatkan perangai serta ucapannya. Dari ucapan dan caranya bertindak.

  1. Memayu Hayuning Bawana Ambrasto Dur Angkara

Filosofi ini dipahami sebagai konsep metafisika hubungan manusia dan alam semesta, manusia dengan manusia, hubungan manusia dan Tuhan dalam kehidupan ini. Puncak tertinggi dari filosofi ini adalah tata, titi, tentrem. 

Tata bermakna keteraturan kosmos, Titi berarti suasana tertata dalam diam bermakna, tentrem berarti suasana tentram tak ada gangguan. Memayu Hayuning Bawana atau membangun dan menghiasi keindahan dunia merupakan cara untuk mencapai kesempurnaan hidup. 

Manusia hidup dengan alam semesta, menjaga segala bentuk penciptaan-Nya adalah keharusan. Apalagi dizaman globalisasi seperti sekarang, kerusakan ozon dan lingkungan murka. 

Menghadapi perubahan zaman edan seperti ini, falsafah Jawa ini sangat kuat untuk menghubungkan kembali interkorelasi manusia dan alam. Mengapa banyak tangan yang merusak? Mengapa alam murka? 

Keseimbangan antara buwana agung (semesta raya) dan buwana alit (manusia) mulai terganggu oleh pemikiran dan indoktrinisasi pemahaman modern. Padahal, keteguhan falsafah ini sudah teruji sepanjang masa.

  1. Urip Iku Urup

Secara harfiah, filosofi inii berarti hidup itu menyala/menghidupi. Ajaran luhur ini memberikan representasi untuk kehidupan manusia yang harus bermanfaat dan membawa berkah kepada sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. 

Melakoni falsafah ini harus menjiwai dan tertanam didalam hati. Salah satunya dengan cara berbagi dalam bentuk apapun yang dapat memupuk rasa empati, persatuan dan menghargai orang lain.

  1. Alon-Alon Waton Kelakon

Jika dimaknai secara bahasa berarti pelan-pelan asalkan terlaksana atau selamat. Benang merah dari filosofi ini sebenarnya bukan itu. Alon-alon waton kelakon menandakan konsistensi yang dilakukan secara terus menerus tanpa putus meski ada halangan dan rintangan yang menghadang akan membuahkan hasil yang baik. 

Upaya yang berkesinambungan akan mewujudkan hal yang dianggap tidak mungkin menjadi mungkin. Intinya, dalam sesulit apapun keadaannya, lakukan saja! Jika cara A gagal, harus pindah ke cara B dan selanjutnya, itulah konsitensi dan kesinambungan. 

  1. Nerimo ing Pandhum

Filosofi ini maknanya adalah menerima dengan keutuhan jiwa dan raga atas segala pemberian dari kehidupan. Dalam psikologis, ada tiga konstruk yang dibangun yaitu penerimaan, kesabaran dan rasa syukur. 

Falsafah ini sangat bermanfaat disegala zaman, apalagi menghadapi pandemi seperti ini, rasa syukur adalah bagian terpenting didalam memelihara kesehatan mental.

  1. Sepi ing Pamrih, Rame Ing Gawe

Makna mendasar filosofi ini merupakan ketulusan dalam berbuat sepenuh hati dan tidak mengharapkan imbalan apapun. Kalimat tersebut bagaikan ujian bagi kehidupan manusia. 

Apalagi gencarnya dekandansi moral yang terjadi, nilai-nilai luhur yang tertanam selama ini semakin memudar. Hal yang banyak terjadi adalah sepi ing gawe, rame ing pamrih. Jadi dibalik pemaknaannya.

  1. Trima mawi Pasrah, Suwung pamrih, Tebih ajrih; Langgeng tan ana susah, Tan ana seneng ; Anteng mantheng, sugeng jeneng"

Artinya, menerima dengan tawakal, tiada pamrih, jauh dari takut; abadi tiada duka, tiada suka; tenang memusat, selamat. Sebagai manusia yang dibekali dengan segala bentuk kesempurnaan akal, pikir, nurani. 

Namun disisi lain, ada sifat manusiawi berupa titik lemah manusia. Ada kalanya manusia merasakan sedih, takut, terluka dan tersakiti. Batin tidak tenang, filosofi ini dapat diimplementasikan denga cara menyeimbangkan unsur batin dan fisik. Jika agama mengajarkan berdoa dan beribadah, tambahlah dengan meditasi sebagai penenang.

  1. Mangan Ora Mangan Waton Ngumpul

Makna secara luas, makan enggak makan yang penting ngumpul. Ada 2 rekonstruksi kata yang dibangun disini yaitu "Makan" dan "Kumpul", makan lebih penting daripada kumpul atau kumpul lebih penting daripada makan? Tentunya kebersamaan adalah hal yang penting didalam kehidupan ini. 

Dengan bersama, bersatu padu dalam segala kondisi susah dan senang menjadi motivasi semangat. Pandemi COVID-19 ini meski tidak dapat berkumpul, minimal berikan perhatian dan empati. Hal kecil yang dianggap tidak penting akan sangat berarti dan bermakna bagi orang lain.

  1. Holopis Kuntul Baris

"Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat semua, keringat semua buat kebahagiaan semua.  Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama. Dari semua untuk semua". Itulah kalimat yang diucapkan oleh Bung Karno dalam pidatonya pada tahun 1960. 

Kebersatuan adalah kunci utama didalam kehidupan ini. Bagaimana caranya dengan segala bentuk kepentingan dan ego dapat bersatu padu? Sikap penerimaan terhadap perbedaan yang ada, cara pandang yang harus diubah dan menyesuaikan, kesadaran terhadap tujuan yang akan dicapai.

  1. Rawe Rawe Rantas Malang Malang Putung

segala sesuatu yang merintangi maksud dan tujuan harus disingkirkan. Arti harafiahnya adalah: "(tanaman) yang menjulur-julur harus dibabat sampai habis dan yang menghalang-halangi jalan harus dipatahkan. 

Berfokuslah pada tujuan yang harus dicapai dalam kehidupan ini, halangan dan rintangan seberat apapun bukan penghambat untuk maju dan melangkah.  

  1. Mikul Dhuwur Mendhem Jero

Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat orang tua. Pengabdian dan dharma bakti yang dapat ditunjukkan kepada orang tua, guru, pemimpin dan dan orang yang berjasa. Namun, jangan sampai terjebak dengan alih-alih pengabdian lalu menuruti semua perintahnya. 

Jika ada kekeliruan, sebaiknya diluruskan bersama. Terkadang karena menuruti ego dan hasutan, terjebak sampai melupakan kebaikan orang lain. Termasuk kehormatan bangsa dari sang pemimpin patut dijunjung tinggi.

  1. Ngunduh Wohing Pakarti

Memetik buah dari perbuatan sendiri. Baik dan buruknya perbuatan adalah pilihan hidup setiap manusia. Apapun yang dilakukan akan kembali kepada diri sendiri. Namun, satu kunci yang harus dijadikan pegangan hidup, berbuat baik tapi dibalas keburukan tetaplah berbuat baik.

Zaman edan, sebagai manusia jangan ikutan edan! Tetap saja, filosofi luhur dan terkesan jadul ini ternyata ampuh dan manjur menghadapi zaman edan. Bahkan meski zaman berubah, filosofi ini tidak pernah berubah nilai luhurnya. Menjadi ageman dalam berbuat dan bertindak untuk menjadi manusia sing eling lan waspada. Zaman edan ora keduman, tapi jangan mengubah karakter dan keluhuran diri sebagai manusia yang berbudi pekerti baik.

Bogor Barat, 24 Januari 2022

Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun