Minyak mahal heboh, minyak murah juga heboh. Memang kenapa ya? Itulah kompleksnya kehidupan manusia dan aspek kebijakan perekenomian yang harus mempertimbangkan banyak hal untuk dikaji. Memang benar, kebijakan tidak dapat memuaskan satu pihak saja tetapi meluas. Tetapi, sebelum kebijakan ini diterapkan, proses pengkajian harus memperhatikan banyak aspek yang akan terpengaruh dan terdampak. Maka plan A sampai dengan Z dipersiapkan. Maka skenario 1,2,3 dan seterusnya harus disiapkan sebagai jaring pengaman.
Salah satu contohnya adalah Kebijakan Minyak Murah Satu Harga dari Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Mendengar kata "MINYAK MURAH"Â jiwa emak-emak mana yang tidak akan terpanggil untuk segera bermanuver menyerbu swalayan meski bermodalkan daster tanpa make up. Apapun cerita dan drama yang terjadi saat berburu minyak murah, semuanya harus dilakoni agar dapur tetap bisa ngebul. Tempe dan tahu goreng akhirnya tidak menjerit merasakan penderitaan lagi karena digoreng dengan minyak yang dibuat super ngirit. Akhirnya, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi menjadi idola para emak-emak. Sangat bersyukur, sekarang kalo belanja ke swalayan bisa tersenyum di tray minyak goreng, harganya sudah bersahabat dengan kantong. Jika kehabisan stok bisa langsung pergi ke minimarket untuk membeli minyak murah. Apalagi jika butuh mendadak bisa langsung ke warung dan agen sembako dekat rumah.
Sayangnya... Harga minyak goreng di warung dan agen sembako masih mahal kayak dulu?Â
Pupus sudah harapan emak berdaster dan memilih pergi ke minimarket meski lebih jauh dari rumah. Warung kecil yang ternyata dekat malah tidak bersahabat. Agen sembako termurah malah menjadi musuh bagi warung kecil karena harganya yang terpaut jauh dari harga pasaran.
Paradoks Ritel Modern dan Minimarket VS Agen Sembako dan Warung KecilÂ
Satu sisi, kebijakan ini disambut bahagia oleh seluruh masyarakat atas hingga kebawah. Mulai dari orang kaya hingga sederhana dapat menikmati subsidi ini secara utuh. Animo masyarakat terhadap kebijakan minyak goreng satu harga ini disambut sigap dan cepat dengan munculnya antrian dan ludesnya stok minyak dalam sekejap. UMKM yang membutuhkan minyak goreng pun semakin senang, sedikit-sedikit masih mendapat keuntungan agar bisa menjalankan roda perekonomian mikro dan menggerakkan ekonomi skala nasional.
Fakta lain yang mencengangkan adalah agen sembako dan warung kecil menangis ketakutan. Mau protes tapi kemana? Pasalnya, minyak yang sudah dibeli dari supplier dengan harga diatas 14.000 harus dijual dengan harga berapa? Meskipun namanya kebutuhan pokok, pasti terjual dan dicari banyak orang, agen sembako berjualan juga untuk mencari keuntungan. Dengan adanya minyak murah harga 14ribu ini menjadi pukulan berat bagi agen sembako. Mereka sudah terlanjur membeli berkarton-karton dan menstok minyak saat harganya masih tinggi. Sekarang, masyarakat lari semua ke minimarket dan ritel modern? Selain itu, agen sembako juga akan merasa ngeri kena sanksi jika menjual harga diatas 14ribu.
Meski ada dualisme di pasaran, minyak murah VS minyak mahal, tetap saja bandrol kata "MURAH" itu selalu lekat dengan hati masyarakat. Apalagi murahnya minyak ini bukan kaleng-kaleng lagi, semua minyak dihargai 14.000. Ada merk Sania, Tropical, Bimoli, Tawon, Sovia, Bulan Sabit dan lain-lain. Dulu sebelum naik, harga minyak  kemasan 2 liter isi ulang itu adalah Bimoli Rp. 34.790, Fortune Rp. 23.500, Tawon Rp. 20.000. Masyarakat bisa memilih kualitasnya sendiri tanpa pusing dengan harga. Biasanya kan merk dan kualitas bagus juga harga tinggi.
Kajian Tambahan Bagi PemerintahÂ
Saat ini banyak agen sembako mengharapkan sentuhan dari pemerintah, Jangan hanya memperhatikan satu aspek karena ritel modern dan minimarket itu sebagai sarana paling mudah untuk dikontrol pendistribusian dan pengawasannya lalu mengesampingkan agen sembako. Sebaiknya, simultan berjalan dengan pendistribusian subsidi minyak ke seluruh masyarakat, pemerintah harus memikirkan skenario bagi mereka yang sudah terlanjur memiliki stok minyak yang dibeli dengan harga mahal. Sebenarnya kan kondisi seperti ini tidak pernah diharapkan mereka. Sedari awal jika memang masyarakat kecil tahu kehadiran minyak murah, mungkin agen sembako pun akan mengatur pasokan minyaknya di gudang. Agen sembako berhak mendapatkan insentif dan kompensasi karena kebijakan ini. Jalan lainnya adalah menarik pasokan stok minyak agen sembako dengan minyak murah dari pemerintah. Agen sembako pun banyak yang menyerah, ketika konsumen menawar harga "Silakan cari minyak di Minimarket saja, Pak. Saya enggak sanggup harganya!"
Kebijakan ini memang memihak ke wong cilik, tapi wong cilik yang mana? Lho agen sembako kan bisa beli di Minimarket juga jika ingin dapat minyak murah? Masalahnya tidak sesederhana itu. Tetap saja sekarang ini masyarakat akan beli di swalayan, sekalipun harus beli dari agen itupun terpaksa karena malas jalan ke swalayan atau minimarket.
Akankah Kebijakan Minyak Satu Harga Ini Memunculkan Oknum Penimbun Minyak?Â
Jika meninjau skenario hari pertama kemarin, 19 Januari 2022, besar kemungkinan pemerintah sudah matang mempersiapkan skenario pendistribusiannya. Pengawasan dilakukan secara bertahap. Dari mulai 1 orang boleh membeli 2 pouch minyak, hingga perubahan skema dengan penetapan 1 orang boleh beli 1 pouch minyak. Artinya, antusiasme yang berlebihan ini diimbangi dengan pantauan evaluasi yang kondisional dan fleksibel. Jadi masyarakat yang akan mencari keuntungan dan opportunis sudah diantisipasi duluan. Anggap saja, jika asumsi 1 keluarga terdiri dari 4-5 orang, mereka hanya bisa membeli kisaran 10-20 liter per hari itupun harus mondar mandir dan berpindah minimarket. Apalagi setiap minimarket kan sudah ada jatah stoknya masing-masing. Jika habis hari ini, maka mereka akan tahan buffer stock mereka untuk lain waktu. Supaya, program 250 juta liter per bulan  ini bisa memenuhi kebutuhan 1 bulan masyarakat Indonesia.
Jika kondisinya seperti ini, peluang yang akan muncul adalah panic buying. Konsep siapa cepat dia dapat, juga akan teranulir dengan jumlah stok yang berlimpah dan mudah diperoleh dimana saja. Siapapun oknum yang menjual minyak diatas harga 14.000 akan dikenakan sanksi berupa pencabutan izin berusaha. Iya, itu jika usaha itu memiliki izin? Jika tidak ada izin bagaimana? Jika mereka menjual secara perorangan apakah dikenakan sanksi administratif yang sama? Inilah yang harus dikaji lagi lebih dalam.
Subsidi Minyak Murah Hanya 6 Bulan Saja, Setelah 6 Bulan Bagaimana?Â
Namanya juga kebijakan, solusi kebijakan jangka menengah ini harus ditempuh guna memenuhi pasokan minyak dalam negeri dan kestabilan harga di pasaran. Utamanya memenuhi kebutuhan pasar, setelah 6 bulan diharapkan harga minyak dunia akan membaik. Yang pasti pemerintah tidak akan tinggal diam terhadap perubahan dan dinamika yang terjadi apalagi urusannya dibidang ekonomi yang sangat sensitif.
Bogor, 20 Januari 2022
Salam,
Sri Patmi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H