Pendekatan bayani memberikan sudut pandang yang khas dan menarik terhadap matematika. Dengan memandang matematika sebagai bahasa universal yang terhubung dengan nilai-nilai keagamaan, kita dapat menggali makna yang lebih mendalam dalam proses belajar dan penerapan matematika. Matematika dan pendekatan bayani mungkin terlihat sebagai dua hal yang sangat berbeda. Matematika biasanya diasosiasikan dengan angka, rumus, serta logika yang abstrak, sedangkan pendekatan bayani lebih berfokus pada bahasa, makna, dan penafsiran. Namun, jika ditelusuri lebih jauh, terdapat sejumlah kesamaan menarik yang menghubungkan keduanya. Aspek Burhani dalam studi Islam mengacu pada pendekatan yang rasional dan logis dalam memahami ajaran agama. Matematika, dengan karakteristiknya yang sangat logis dan berbasis pembuktian, menjadi salah satu disiplin ilmu yang paling selaras dengan pendekatan ini. Seperti yang terkandung dalam QS. Al-An'am ayat 50:
Katakanlah (Nabi Muhammad), "Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan (rezeki) Allah ada padaku, aku (sendiri) tidak mengetahui yang gaib, dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku." Katakanlah, "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(-nya)?"
Ayat ini menguatkan bahwa rasul hanyalah menyampaikan apa yang berasal dari Allah. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, "Aku tidak mengatakan kepadamu, hai orang-orang kafir, bahwa perbendaharaan Allah, yaitu aneka kekayaan dan kemewahan yang sering kalian jadikan ukuran kemuliaan hidup, ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib tanpa bantuan dari Allah , dan aku tidak pula mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat yang tidak makan, tidak minum, dan tidak memiliki kebutuhan biologis. Aku hanyalah manusia seperti kamu. Yang membedakan kita adalah bahwa aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, di antaranya berupa Al-Qur'an." Para pendurhaka menolak ajaran Allah, maka Nabi Muhammad diperintahkan untuk mengajukan pertanyaan yang mengandung kecaman. Katakanlah, wahai Muhammad, "Apakah sama orang yang buta, terutama buta mata hatinya, dengan orang yang melihat?" Orang yang normal pasti akan menjawab "berbeda". "Maka, apakah kamu tidak pernah memikirkan-nya?"
IRFANI
Memandang matematika melalui perspektif irfani mengungkap dimensi yang lebih mendalam dari ilmu ini. Dengan mengaitkan matematika dengan aspek spiritualitas, kita dapat menemukan nilai yang lebih bermakna dalam proses belajar dan penerapannya. Aspek Irfani dalam Islam merujuk pada pemahaman spiritual yang mendalam yang dicapai melalui intuisi, refleksi, dan pengalaman batin. Ketika matematika dipandang dari sudut ini, kita dapat mengeksplorasi dimensi yang lebih kaya dari ilmu tersebut, melampaui angka-angka dan rumus-rumus belaka. Aspek Irfani dalam Islam mengacu pada pemahaman spiritual yang mendalam yang diperoleh melalui intuisi, perenungan, dan pengalaman batin. Dengan melihat matematika dari perspektif ini, kita dapat menjelajahi sisi yang lebih mendalam dari ilmu tersebut, melampaui sekadar angka dan rumus. Seperti yang kerkandung dalam QS. Al-Anbiya ayat 30:
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"
Dalam ayat ini, Allah mengatakan bahwa kaum musyrikin dan kafir Mekah tidak memperhatikan keadaan alam ini dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya. Padahal, dari banyak peristiwa yang terjadi di alam ini, kita dapat menemukan bukti adanya Allah dan kekuasaan-Nya yang mutlak. Allah memisahkan langit dan bumi dari satu sama lain. Sebelum menjadi tempat hidup berbagai makhluk hidup, Bumi adalah benda angkasa yang mengitari matahari, atau satelit. Karena berputar terus menerus, satelit Bumi yang dulunya panas sekarang menjadi dingin dan berembun. Gumpalan air terbentuk dari embun yang lama. Ini adalah sumber kehidupan makhluk.
Ayat 30 surah Al-Anbiya memiliki makna yang sangat kaya dan dapat digunakan dalam banyak bidang, seperti matematika. Dari sudut pandang irfani, ayat ini menunjukkan bahwa matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan untuk menciptakan dan mengatur alam semesta, bukan sekadar kumpulan rumus dan teorema. Kita dapat lebih memahami ayat ini dan matematika dengan memahami bagaimana keduanya berhubungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H