Mohon tunggu...
Junaedy Patading
Junaedy Patading Mohon Tunggu... Swasta -

Menulis untuk mengabadikan...

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dekai, Kota di Tengah Belantara yang Menggeliat

23 April 2016   17:40 Diperbarui: 23 April 2016   23:20 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok. Pribadi"][/caption]Berada di dataran rendah dan lebih mudah diakses sangat mendukung pertumbuhan kota ini. Boleh jadi di masa mendatang, Dekai akan menjadi pusat perekonomian baru di wilayah pegunungan Papua.

Wifi Gratis. Tulisan di atas sticker itu tertempel pada sebuah pilar di bagian tengah ruang tunggu bandar udara Nop Goliat Dekai, kabupaten Yahukimo. Iseng-iseng, dengan handphone, saya pun mencoba sambungan dengan signal wifi tadi. Dalam beberapa kali percobaan, selalu gagal.

Tidak hanya di areal bandara, signal wifi juga bayak ditemui dalam kota Dekai. Ada yang pakai pengaman, ada yang tidak. Semua tak bisa diakses, kualitas jaringan belum memadai.

Bagi yang datang dari perkotaan, dan terbiasa dengan akses internet yang cepat, keadaan seperti ini pasti tak menyenangkan.

Lain lagi bagiku. Ini justru melebihi ekspektasiku.  Ini sebuah lompatan besar bagi kota ini. Untuk itu, saya punya standar sendiri. April tahun ini, adalah kunjungan keduaku di kota Dekai, kabupaten Yahukimo.

Sejatinya, Dekai bukanlah ibu kota Yahukimo. Sejak semula, disebutkan jika ibukota Yahukimo ada di Sumohai. Nama Yahukimo sendiri merupakan perpaduan dari lima nama suku besar; Yali, Hubla, Kimyal dan Momuna baru diresmikan sebagai daerah otonomi baru sejak 2003. Yahukimo dimekarkan dari kabupaten induknya Jayawijaya.

Pertama kali menginjakkan kaki di sini sekitaran tahun 2009. Itu artinya, ketika itu, kabupaten Yahukimo belumlah genap berumur 10 tahun. Kala itu, tak usah bermimpi dengan jaringan internet, untuk sekadar komunikasi lewat telepon seluler saja masih sulit. Signal adalah barang langka ketika itu. Hanya bisa ditemui di titik-titik tertentu, termasuk di sekitaran kantor pemerintah daerah lama. Praktis, short message service (sms) jadi pilihan.

[caption caption="Dok. Pribadi"]

[/caption]Nah, dengan keberadaan wifi ini saya anggap perlambang kemajuan. Sungguh, kota ini sedang menggeliat. Secara kasat mata, Dekai sedang tumbuh sebagai salah satu pusat perekonomian di pegunungan Papua. Ruko-ruko berdiri, ramai aktivitas jual beli di pasar, usaha bengkel, penginapan, rumah makan menjamur.

Letak geografis kota Dekai yang berada di dataran rendah, dialiri sungai, dengan kondisi tanah rata adalah sebuah karunia tersendiri. Tak seperti kebanyakan distrik lain yang hanya bisa dijangkau dengan jalur udara, kota ini relatif lebih gampang. Ada dua pilihan; lewat udara atau sungai.

Dari Sentani Jayapura, perjalanan dengan pesawat ditempuh kurang lebih 50 menit. Harga tiket yang disubsidi pemerintah daerah di kisaran satu juta rupiah.

Normalnya, setiap hari, jika tak terganggu cuaca buruk, pesawat jenis ATR-72 mendarat tiga kali di Bandara Nop Goliat yang punya panjang run way 1.750 meter, dengan lebar  30 meter. Belum lagi pesawat kargo yang membawa aneka barang kebutuhan dari Sentani Jayapura. Ada pula angkutan pesawat berbadan kecil dari distrik-distrik maupun kabupaten tetangga seperti Jayawijaya, Asmat dan lainnya.

Selain lewat udara, jalur masuk ke Dekai bisa melalui sungai. Kapal-kapal barang dan penumpang akan berlabuh di dermaga Logpon.

[caption caption="Dok. Pribadi"]

[/caption]Tak heran, harga-harga barang di Dekai tergolong murah dibandingkan daerah pegunungan lainnya. Di tempat lain, harga premium bisa mencapai 50 ribu hingga seratus ribu rupiah, di Dekai harga normal premium 15 ribu rupiah. Jika terjadi kelangkaan, harga maksimal 20 ribu rupiah. Harga kamar penginapan pun relatif terjangkau, dari 250 ribu hingga 350 ribu rupiah per malam. Demikian pula dengan kuliner, dengan merogoh kocek 25 ribu rupiah, Anda sudah bisa menikmati lalapan ayam goreng.

Listrik belum menyala 24 jam dalam sehari. Listrik yang dipasok dari mesin diesel itu baru bisa menerangi kota sejak pukul 17.00 hingga 09.00 setiap hari.

Jalan-jalan beraspal dalam kota dibangun lebar, tak kalah dengan kota lain. Jalan utama sengaja dibuat dua jalur, dengan taman di tengah sebagai pembatas. Lalu lintas mulai ramai, kebanyakan oleh kendaraan pribadi, truk, juga bus-bus angkutan milik pemerintah daerah. Kecuali jasa ojek, belum ada angkutan umum di sini.

[caption caption="Dok. Pribadi"]

[/caption]Lampu penerang jalan bertenaga surya berderet di kedua sisi jalan. Sayang belum dibangun trotoar, yang menjamin keselamatan para pedestrian. Soal kebersihan, belum bisa diacungi jempol. Di beberapa lokasi seperti pasar dan sudut-sudut kota, sampah masih menjadi pemandangan biasa, tak terurus. Begitu juga dengan pengendara roda dua, terlihat belum ada kesadaran akan pemakaian helm keselamatan.

Data tahun 2014 dari Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk distrik Dekai sebanyak 7.613 jiwa dengan kepadatan penduduk 14,64 km persegi. Itu sama dengan 14,18 persen dari total penduduk Yahukimo yang sebanyak 182338 jiwa. Jumlah ini meningkat tajam dibanding lima tahun sebelumnya (2009) di mana jumlah penduduknya 5.457 jiwa.

[caption caption="Dok. Pribadi"]

[/caption]Laju pertumbuhan penduduk seperti ini mengindikasikan tingginya arus migrasi ke Dekai. Jelas saja, Dekai sangat menarik bagi masyarakat luar, baik yang ingin berinvestasi, maupun yang benar-benar mengadu peruntungan. Ini adalah sebuah potensi besar bagi perkembangan kota ini. Namun di balik itu juga merupakan alarm agar sedini mungkin proteksi terhadap lingkungan dan eksistensi masyarakat asli dalam kota dilakukan. Berkaca dari fenomena pertumbuhan kota-kota lain, di mana hampir semua penduduk asli mengalami hal yang sama; tersingkir dari pusat kota, disertai kerusakan lingkungan.

Sebuah pekerjaan rumah bagi duet Abock Busup dan Yulianus Heluka yang baru saja disahkan sebagai bupati dan wakil bupati kabupaten Yahukimo lima tahun ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun