Mohon tunggu...
Junaedy Patading
Junaedy Patading Mohon Tunggu... Swasta -

Menulis untuk mengabadikan...

Selanjutnya

Tutup

Bola

Inspirasi dari Jamie Vardy

2 April 2016   16:07 Diperbarui: 6 April 2016   16:16 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup Vardy bak kisah dari negeri dongeng. Dari bukan siapa-siapa, menjadi seseorang yang disorot dunia. Namun ia selalu ingat, dari mana ia berasal. 

Mengulas Liga Inggris musim ini, maka tak lengkap jika tak menyinggung nama Jamie Vardy. Tombak Leicester City ini tampil subur dengan mencetak 19 gol gol hingga pekan 31. Ia hanya kalah dari striker muda Tottenham Spurs Hary Kane (21 gol).

Tak hanya tajam, ia pun tergolong cepat. Kecepatannya bisa mencapai 22mph atau setara dengan 35,5 km per jam. Prestasinya itu berbading lurus dengan posisi The Foxes, julukan Leicester di klasemen liga domestik sementara. Tak tanggung-tanggung, hingga pekan 31, asuhan Caudio Ranieri ini menduduki tampuk teratas Liga Inggris dengan raihan 66 poin, selisih lima angka dari Tottenham Hotspur di posisi dua. Mereka mempecundangi para favorit seperti Chelsea, United, Arsenal dan Liverpool.

Siapakah Vardy? Umurnya sudah 28 tahun. Berbeda dengan Ronaldo, Messi atau Neymar yang sudah tenar sejak remaja, Vardy baru dikenal kurang dari dua tahun ini. Ia baru dua musim bermain di liga utama Inggris. Maklum saja, sebelumnya, dia memperkuat Leicester di Divisi Championship, kasta kedua liga sepakbola Inggris.

Nah, kalau nama Leicester masih familiar, bagaimana dengan FC Halifax Town atau Fleetwood Town, klub Vardy sebelumnya? Walaupun punya prestasi bagus di sana, ia tetap saja berlabel pemain amatir, karena membela klub amatir. Bayarannya kurang lebih 600 ribu rupiah sekali main. Demi hidup, ini bukan uang yang cukup, sehingga Vardy harus kerja tambahan sebagai buruh pabrik.

Pemandu bakat Leicester City tertarik setelah Vardy mencetak 34 gol bersama Fleetwood dalam semusim. Dan Leicester pun rela merogoh kocek sebesar satu juta poundsterling (sekitar 20 miliar lebih) untuk memboyongnya. Itu adalah rekor harga pembelian untuk pemain non-liga.

Berseragam The Foxes, pemain kelahiran Sheffield, 11 Januari 1987 ini memberi dampak signifikan. Mencetak 21 gol dalam dua musim di divisi Championship, Vardy membawa Leicester promosi ke Liga Inggris pada musim 2014/2015.

Musim pertamanya di liga utama tak terlalu mengesankan. Pamornya tenggelam oleh nama tenar Sergio Aguero (City), Diego Costa (Chelsea) ataupun Wayne Rooney (United). Timnya pun hanya finish di posisi 14 dan Vardy hanya mengoleksi lima gol .

Musim 2015/2016, Leicester dengan Vardy-nya mulai menyita perhatian. Mereka terus bersaing di papan atas, di saat performa tim unggulan justru jeblok. Nama Vardy makin melambung ketika memecahkan rekor Ruud van Nistelrooy yang mencetak gol di 10 laga beruntun di Premier League. Vardy melakukannya di sebelas pertandingan. Terasa spesial karena ia mencetak gol rekornya itu ke gawang bekas klub Nistelrooy, Manchester United.

Klub tenar asal Spanyol Real Madrid kepincut. El Real telah memasukkan nama Vardy sebagai daftar bidikan. Tapi Ranieri buru-buru memagari pemainnya. “Tidak, dia akan tetap bersama kami,” kata pria asal Italia tersebut.

Trengginasnya Vardy juga membuat Roy Hodgson, pelatih tim nasional Inggris, tak kuasa mengalihkan perhatiannya. Ia akhirnya melayangkan panggilan pertamanya pada laga persahabatan melawan Republik Irlandia, 7 Juni 2015. Debutnya dimulai pada 15 menit terakhir laga. Ia menggantikan kapten Wayne Rooney.

Butuh lima cap baginya untuk merintis gol-golnya di tim nasional The Three Lion. Akhirnya, Maret lalu, momen itu pun tiba. Ia mencetak gol perdana untuk negaranya. Bukan sembarang gawang, yang dibobol adalah gawang milik Der Panzer Jerman, juara bertahan Piala Dunia. Gol itu juga menunjukkan kelasnya. Ia menerima ribuan pesan selamat, dan tentu dia sangat bahagia.

Tak hanya prestasi, sisi lain Vardy yang boleh menginspirasi pemain lain adalah jiwa sosialnya. Ia medirikan yayasan bernama V9 Academy. “V” adalah inisialnya, sementara  “9” adalah nomor punggungnya di Leicester. V9 menampung para pemain-pemain berbakat di kasta rendah agar mereka bisa terpantau klub-klub atas. Mudah ditebak, jika Vardy selalu ingat dari mana ia berasal. Ia tahu bagaimana sulitnya perjuangan orang-orang seperti dia. 

Tapi hidup Vardy bukan tanpa cacat. Di usia remaja, ia pernah frustasi setelah dibuang akademi Sheffield Wednesday, tinggi badannya tak memadai. Hampir saja dia berhenti bermain.

Beberapa hal kurang terpuji pernah dilakukannya, seperti ketika berkelahi di bar, meskipun dengan alasan membela rekannya. Itu dilakukannya semasa berstatus sebagai pemain amatir. Dan ia disanksi kurungan rumah untuk itu.

Pun setelah meroket jadi bintang, ia pernah berlaku rasial. Ia meneriaki rekannya di Leicester, Shinji Okazaki dengan sebutan “Jap...Jap” dalam keadaan marah. Mereka hampir saja adu fisik, sebelum dilerai rekan-rekannya. Ia menyadari kekhilafannya, lalu minta maaf. Sekali lagi, ia harus mendapat ganjaran dari klub, denda plus wajib mengikuti program latihan kesadaran keragaman.

Perjalanan nasib Vardy telah menarik perhatian Adrian Butchart, seorang penulis naskah yang sukses lewat film sepakbola berjudul 'Goal!'. Ia merencanakan membuat sekuel 'Goal II: Living the Dream', di mana kisah Vardy mengilhaminya. Terpilih sebagai pemeran utamanya yakni aktor Hollywood Zac Efron. “Kisah Vardy sangat menarik diangkat ke layar lebar, karena bisa menginspirasi banyak orang,” kata Butchart.

Dari Berbagai Sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun