Mohon tunggu...
Junaedy Patading
Junaedy Patading Mohon Tunggu... Swasta -

Menulis untuk mengabadikan...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Barca Unggul Materi Pemain, Sejarah Memihak Juve

15 Mei 2015   10:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:02 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_365945" align="aligncenter" width="600" caption="gambar: forum.fo3.garena.co.id"][/caption]

Tak ada duel El Classico di Olimpia Stadium Berlin 6 Juni mendatang, seperti yang diharapkan sebagian besar orang demi tontonan yang lebih ‘panas’. Itu setelah Juventus memastikan satu tempat di final Liga Champions Eropa setelah menundukkan Real Madrid dengan agregat gol 3-2.

Lolosnya Juve pun sebenarnya bukan kejutan, karena merka juga bekas penguasa Eropa yang mengalami masa sulit dalam satu dekade terakhir di kancah Eropa pasca kasus calciopoli. Publik sepakbola sejagat tentu sudah tak sabar menunggu mega duel antara penguasa sementara La Liga Spanyol El Barca dengan Jawara Serie A Super Juve. Duel ini juga menandai bertemunya dua taktik sepakbola, menyerang versus cattenacio ala Italia. Dua-duanya jelas sama-sama ampuh, bedanya Juve sudah membuktikan berhasil meredam sepakbola menyerang semisal Dortmud, dan Real Madrid, sementara Barcelona belum mendapat ujian menghadapi strategi defensif. Barca ke partai puncak setelah mengalahkan Munchen dan sebelumnya PSG yang juga menganut sepakbola menyerang.

Tak dapat dipungkiri, dalam duel nanti Barcelona lebih diunggulkan. Dari pengamat amatiran dan dadakan seperti saya hingga bandar taruhan pastinya lebih memfavoritkan Messi dan kawan-kawan.

Kata komentator sepakbola profesional seperti Kusnaeni pun demikian. Katanya usai laga Juventus-Madrid, kekuatan Juve sedikit di bawah Barcelona, dan belum cukup mumpuni untuk menghadapi raksasa Catalan itu.

Tapi tunggu dulu, jika merujuk pada fakta sejarah, Juventus malah punya keunggulan dari sisi non teknis. Beberapa pemain yang kini memperkut I Bianconeri adalah mereka yang pernah membela panji Azzuri pada final Piala Dunia Jerman 2006.  Sebut saja nama-nama; Gianluigi Buffon, Giorgio Chiellini, Andrea Barzagli, dan sang maestro Andrea Pirlo. Mereka menjungkalkan Prancis dengan Zinedine Zidane-nya 5-3 lewat adu tendangan pinalti di Olimpia Stadion, tempat yang sama di mana final Liga Champion nanti digelar. Tentu memori manis itu bakalan membuat mental mereka lebih baik.

Sayangnya, kemampuan mereka pastinya tak lagi sehebat di 2006, karena faktor usia. Buffon sudah menginjak 37 tahun, Chiellini (31), Barzagli (34), sementara Patrice Evra (Prancis) yang juga veteran Piala Dunia 2006 juga sudah memasuki umur 34 tahun. Sialnya, dalam duel nanti, nama-nama yang disebut barusan merupakan pemain inti di sektor belakang Juventus, yang harus menghadapi gempuran darah-darah muda haus gol, siapa lagi kalau bukan trio MSN, Messi-Neymar-Suarez.

Sementara di lini tengah, Alegri juga masih mengandalkan Pirlo yang juga sudah memasuki usia 36 tahun sebagai pengatur serangan. Pirlo akan beradu kreatifitas dengan Andres Iniesta. Keduanya punya skill setara, namun lagi-lagi usia bisa menjadi pembeda.

Duel Barca-Juve juga akan dibumbui dengan “reuni” Luiz Suarez dengan Patrice Evra. Seperti diketahui, Suarez pernah melontarkan kata-kata bernada rasis terhadap Evra semasa keduanya masih bermain di Liga Inggris. Suarez di Liverpool sementara Evra di Manchester United. Aroma dendam jelas masih ada mengingat Suarez yang merasa difitnah dan harus menjalani hukuman sementara Evra tak mau memaafkan perilaku  Suarez dengan menolak menjabat tangan pemain asal Uruguay itu pada suatu laga MU versus Liverpool.

Tak hanya itu, Suarez juga akan bersua dengan Giorgio Chiellini, bek Italia yang pernah merasakan tajamnya gigi ‘kelinci’ El Pistolero Pada Piala Dunia Brasil 2014 lalu. Dari insiden itu, Suarez wajib menjalani hukuman larangan bermain sepakbola beberapa bulan.

Kabar baiknya, tak ada lagi dendam di antara keduanya. Suarez sudah melayangkan permintaan maaf melalui akun twitternya, dan Chiellini dengan jiwa besarnya sudah memaafkan Suarez, dia bahkan meminta FIFA mengurangi hukuman Suarez.

Di sektor depan, juga terjadi persaingan antara Carloz Tevez dan juniornya di tim nasional Argentina Lionel Messi. Walaupun tak ada konflik pribadi namun sejak kehadiran Messi di tim nasional Argentina, kemampuan Tevez yang tak kalah hebatnya seperti terlupakan, walaupun kabarnya lebih karena masalah perilaku Tevez.

Laga final ini juga akan menjadi ajang pembuktian bagi Tevez bahwa ia layak kembali ke tim nasional Argentina di bawah asuhan Tata Martino yang belakangan meliriknya atas prestasi moncer bersama Juve.

Sementara bagi Messi, final ini adalah peluang menambah koleksi golnya di Liga Champion. Top score musim ini masih dipegangnya bersama Cristiano Ronaldo masing-masing dengan torehan 10 gol. Ia dan rekannya Neymar yang sudah mencetak 9 gol bisa menahbiskan diri sebagai top score musim ini. Final ini juga bisa jadi penentu siapa peraih ballon d’or berikutnya. Messi jelas punya misi khusus untuk merebutnya kembali dari pelukan CR7.

Tak kalah menariknya, adu gengsi antara dua pelatih, Luis Enrique dan Massimo Alegri. Ini final Liga Champions pertama mereka. Luis Enrique sedikit diuntungkan, lebih mengenal sepakbola Italia karena pernah membesut AS Roma. Motivasi keduanya sama besar. Keduanya tentu ingin mensejajarkan diri dengan nama-nama tenar seperti Ancelotti, Mourinho, Marcelo Lippi, Pep Guardiola, dan lain-lain sebagai pelatih yang merasakan nikmatnya mengangkat trophy Si Kuping Besar.

Enrique ingin menyamai prestasi Pep Guardiola yang mempersembahkan trebble winner di musim pertama sebagai pelatih Barcelona. Aleggri pun punya peluang yang sama. Alegri sedikit di depan karena telah memastikan Juara Serie A musim ini.

Soal statistik pertemuan kedua tim, Barcelona yang sudah mengoleksi empat gelar Liga Champions justru harus mengakui keunggulan Si Nyonya Tua yang baru punya dua bintang. Di seluruh ajang Eropa,  keduanya sudah bentrok depalan kali. Juve menang empat kali, dua berakhir seri, dan sisanya dimenangkan oleh Barcelona.

Tapi Barcelona sekarang bukan yang dulu. Kekuatan mereka sangat baik di tiap lini. Juventus tak boleh berharap banyak pada sistim pertahanan yang baik, karena Barcelona juga memiliki lini belakang yang tak kalah hebatnya.

Barcelona bukan tak punya kelemahan, mereka terkadang kesulitan menghadapi permainan bertahan total. Pun kerap mereka didera rasa frustasi jika dalam posisi tertinggal.

Jadi Juve harus menekan di awal. Mereka bisa membalikkan prediksi jika mampu mencuri gol lebih dahulu, kemudian bertahan lalu mengandalkan serangan balik. Kalaupun tak bisa mencuri gol, strategi parkir bus tidaklah haram, setidaknya Chelsea dan Inter Milan sudah pernah membuktikannya saat menghadapi Barcelona. Kata rekan saya- sesama pengamat bola dadakan- Bung Paul Rasul , Buffon dan kawan-kawan wajib mempertahankan gawangnya tidak kebobolan di 120 menit lalu berharap pada tuah Berlin 2006, sebagaimana Italia menghempaskan Prancis di babak adu pinalti.

Bagaimana jalannya pertandingan, apa hasilnya, kita tunggu bersama, 7 Juni mendatang.

Salam Sepakbola.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun