Mohon tunggu...
Pasya Firmansyah
Pasya Firmansyah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Life Must Fight

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kembali ke Bahasa Kita

3 September 2012   02:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:59 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia negara kepulauan yang menyimpan berbagai macam kekayaan hayati. Salah satunya ialah bahasa. Sekitar 583 bahasa dan 67 dialek yang tersebar di setiap daerah. Dari keaneka ragaman bahasa yang di miliki, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) melalui deklarasi Sumpah Pemuda tahun 1928 dan UUD 45, pasal 36, menetapkan bahasa nasional Indonesia adalah bahasa Indonesia. Namun ternyata peranan bahasa Indonesia kini hanya sebagai simbol negara semata. Sebagai tuan rumah, bahasa Indonesia telah kehilangan pamor dan tidak lagi mampu sejajar dengan bahasa Inggris-Amerika yang sudah menjadi bahasa international.

Pemakaian bahasa Inggris-Amerika, baik secara lisan maupun tulisan semakin populer di tengah masyarakat. Seseorang dengan tingkatan sekadar menguasai bahasa Inggris-Amerika dapat bernilai lebih tinggi di bandingkan seorang yang mahir dalam penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penamaan suatu benda, nama perusahaan, sebutan jabatan, merek dagang, semuanya tidak terlepas dari peran penting penggunaan bahasa Inggris-Amerika. Contoh yang paling mudah kita temukan adalah WC (Wastafel closed), penaman rute jalan Three in one, Busway, Laundry, HRD (Human Resource Departement), Dsb. Penamaan dengan menggunakan bahasa Inggris-Amerika menjadi hal yang biasa terjadi di setiap lapisan masyarakat.

Kebutuhan pemakaian bahasa Inggris-Amerika dapat juga dirasakan bagi para pelamar kerja. Mulai dari informasi lowongan kerja yang tersebar di berbagai media massa, pengajuan berkas permohonan kerja, sampai persyaratan utama yang di butuhkan oleh setiap perusahaan. Semuanya berbasis pada pemakaian bahasa Inggris-Amerika. Calon tenaga kerja di minta untuk menyertakan lampiran fotocopy nilai Toefl yang sesuai dengan standarisasi nilai dari perusahaan. Sementara pelamar yang tidak mempunyai nilai Toefl, harus menunggu di barisan terahkir. Tentunya keadaan tersebut akan berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia.

Selain bahasa Inggris-Amerika yang menjadi kendala utama kesadaran berbahasa Indonesia, pemakaian bahasa dan dialek daerah juga turut menghambat kelestarian bahasa Indonesia. Di berbagai kesempatan komunikasi dialek daerah seringkali di temukan. Manakala terjadinya kebuntuan ketika melakukan negosiasi harga, jurus yang paling ampuh untuk merayu penjual diantaranya adalah berbicara dengan memakai dialek daerah si penjual.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat untuk menggunakan dan memperdalam bahasa Indonesia secara baik dan benar. Diantaranya: 1. Tidak adanya perhatian khusus dari pemerintah pusat dalam menggalakan wajib berbahasa Indonesia. 2. Pembangunan nasional yang tidak merata di setiap daerah. 3. Kurangnya variasi kurikulum pendidikan bahasa Indonesia yang di berikan semenjak SD, SMP, SMU, hingga ke Perguruan Tinggi. Tidak terdapat perbedaan materi yang signifikan terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di setiap jenjang pendidikan. 4. Minimnya lapangan kerja yang tersedia bagi orang-orang yang memiliki keahlian khusus di bidang bahasa dan sastra Indonesia.

Seharusnya Indonesia dapat belajar dari negara Jepang, Perancis, Saudi Arabia, China, dan negara lainnya. Dimana kebanggaan dan kecintaan terhadap bahasa nasionalnya tetap terjaga. Bukti sederhana yang sering kita lihat ialah ketika pembelian produk-produk elektronik buatan luar negeri seperti Handphone, televisi, sepeda motor, mobil, dan notebook. Pada buku panduan penjelasan produk barang, informasi yang gunakan memakai beberapa bahasa terjemahan. Bahasa Inggris-Amerika, Jepang, China dan Perancis. Tetapi tidak termasuk bahasa Indonesia di dalamnya. Hal serupa juga dengan mudah kita temukan dalam film-film yang di ciptakan dari negara tersebut. Dari mulai latar belakang, kebudayaan, alur cerita, pengucapan dialek pemeran, semuanya mengungkapkan rasa nasionalisme yang tinggi. Sehingga penonton yang melihat, dapat mudah menerka dari mana film tersebut di produksi.

Kalau rendahnya rasa kebanggaan dan kecintaan untuk melestarikan bahasa Indonesia ini berlangsung terus menerus, tentu persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akan terpecah. Semboyan Bhineka Tunggal Ika tinggallah kenangan. Garuda Pancasila hanyalah sebagai hiasan dinding belaka. Forum-forum yang mengatasnamakan suatu daerah akan menjamur di mana-mana. Pertikaian antar daerah pun dengan mudahnya dapat terjadi. Satu persatu setiap provinsi akan memproklamirkan kemerdekaannya. Putera-puteri terbaik bangsa lebih memilih untuk sekolah di luar negeri. Dan pada akhirnya bangsa lain dengan mudahnya kembali menjajah Indonesia.

Sebelum semuanya terjadi, mari kita kembali ke bahasa kita, bahasa Indonesia. Perubahan itu dapat di mulai dari diri kita. Dan di lakukan dari sekarang. Berikut ini adalah sebuah kalimat yang mungkin dapat meningkatkan kecintaan kita terhadap bahasa Indonesia, “ Jika pahlawan menyumbangkan darah dan air mata untuk mempersatukan Indonesia dengan bahasa. Lalu sumbangsih apa yang kita berikan untuk negeri
tercinta ini.”

***

_Jakarta
2-September-2012@Radesa_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun