Ngotot dan menohok, begitulah setidaknya watak yang dicerminkan oleh Gubernur DKI Jakarta kini, Basuki. Sikapnya yang ditunjukkan kepada khalayak lebih banyak merujuk pada tegas yang keras dan menohok. Kata-katanya tidak jarang pedas meski mungkin dianggapnya sebagai ketegasan seorang pemimpin namun kerap kebablasan dan tak jarang menyakiti rakyat.
Sikap ngototnya sangat nampak pada tindakan yang dilakukan untuk menggugat perihal ‘cuti’ bagi pejabat publik yang hendak mencalonkan di Pilkada. Gugatannya pada Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai oleh beberapa pihak sebagai bentuk ketakutan Ahok jika dirinya cuti jelang tanding Pilkada DKI 2017. Apa halnya?
Menurut Undang-undang Pilkada yang berlaku, seorang pejabat publik yang sebagai petahana wajib mengambil cuti selama masa kampanyenya jika dirinya mencalonkan lagi. Dengan demikian, tidak terjadi penyelahgunaan jabatan politis tersebut dalam pemenangan nantinya. Namun demikian, Ahok menilai ihwal cuti ini hanya sebagai hak bagi petahana. Ia ngotot untuk mengubah UU tersebut sehingga dirinya kelak saat mencalonkan menjadi gubernur DKI di Pilkada 2017 tidak perlu cuti. Ini berarti, ada dinyalir keinginan Ahok untuk terus mendapat tunjangan jabatannya sebagai gubernur sembari berkampanye ria.
Hal ini tentu sangat kurang beradab di mana akan banyak terjadi penyalahgunaan wewenang dan utamanya uang. Ahok kekeuh tidak ingin kehilangan segepok uang jabatannya yang tentu sangat bisa digunakan untuk memperlicin kampanyenya nanti.
Lain halnya dengan Saefullah. Sosok yang merupakan Sekretaris Daerah DKI Jakarta ini bahkan dengan tegas menyatakan siap melepas status PNSnya dalam mencalonkan diri di Pilkada DKI 2017 nanti (Sumber). Putra asli Betawi ini merasa enteng saja mematuhi peraturan perundang-undangan dan siap bertanding dengan fair.
Sikap Saefullah yang demikian amat sangat kontras bedanya dengan Ahok, atasannya. Saefullah dengan santai mengungkapkan kesediannya untuk bertanding dengan sportif meskipun banyak lontaran-lontaran tuduhan atasnya dari sang gubernur, Ahok. Dari sini bisa kita nilai bagaimana karakter pemimpin kita. Meski tanpa gembar-gembor, perlahan namun pasti Saefullah menunjukkan jati dirinya yang kerap jarang diliput media. Pihaknya yang merupakan Ketua PWNU DKI Jakarta mendapat dukungan penuh Koalisi Kekeluargaan (Gerindra, PKS, PKB, PPP) tanpa perlu ngotot. Berbeda dengan Ahok yang sok jual mahal namun malah terlihat mengemis pada PDI-P untuk mendukungnya.
Semoga kita bisa mencontoh sosok Saefullah yang taat undang-undang sebagai langkah awal pencalonannya nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H