Mohon tunggu...
Bias Asa
Bias Asa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya adalah seorang yang punya kegemaran mencurahkan isi kepala juga isi hati dalam tulisan

Kehilangan deskripsi tentangku sendiri, yang ku tau "manusia harus berjalan dititian takdir" dan aku juga manusia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Senandung Danau Penantian

2 Februari 2019   11:55 Diperbarui: 2 Februari 2019   13:08 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak semisal embun
Angin yang mendidih di penghujung pagi
Kala surya mulai sepenggalan
Sepasang mata lelah
Menyatu dengan nyanyian danau penantian
Jarinya bergerak ingin tuliskan sebuah kisah
Yang tak pernah usai direguk takdir

Sepasang mata berembun
Lalu beningnya mengalir bersama alunan lagu
Hatinya bertalu
Pilu

Mata berair
Lagu danau penantian
Matahari sepenggalan
Dan hati yang pilu
Semua menyatu di alam rasa
Tentang kisah tak usai
Tentang kasih tak sampai
Tentang jiwa yang retak

Sepasang mata lelah
Renungnya terbang ke cakrawala
Lalu pecah berderai dibakar surya
Jarinya tak usai tuliskan kisah
Semua terhenti di penghujung resah
Senandung danau penantian pun terhenti
Mati dalam puisi

Kepahiang, 02 Februari 2019

11.56


Sumber : dokpri
Sumber : dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun