Dalam kasus sah atau tidaknya pra-peradilan ditinjau dari tidak adanya klausa proses penetapan tersangka dalam UU pasal 77 KUHAP, yang menimbulkan pertanyaan penting bagi saya adalah apa pentingnya putusan hakim Sarpin bagi kita sebagai rakyat? Apakah karena kita cinta BG? Atau karena kita cinta KPK? Cita Citata? Atau tidak kedua-duanya?
Putusan hakim Sarpin tersebut sangat saya syukuri, bisa jadi yurisprudensi bagi saya ke depan, sebagai rakyat yang rentan untuk dikriminalkan oleh aparat penegak hukum, kini saya bisa mempra-peradilankan jika aparat negara sewenang-wenang dengan saya, loh kan ga ada di KUHAP, masa bodoh, emang kalian lebih cinta KUHAP daripada cinta hak asasi kalian masing-masing?
Dari beberapa artikel dan komentar yang saya baca di forum ini, bonus dari hakim Sarpin ini sepertinya tidak disukuri, malah pada berdebat pada tataran tidak tercantumnya aturan penetapan tersangka dalam KUHAP. Aya-aya wae….sudah difasilitasi hakim Sarpin sebagai kemenangan bagi rakyat yang rentan untuk ditersangkakan, tetapi para ahli-ahli filsafat, para Sanhedrin modern, para pengamat kelas internasional di forum ini masih saja merasa bahwa pra-peradilan tidak sah dan tidak memiliki legal standing hukum dalam kasus penetapan tersangka. Semoga kalian menjadi tersangka karena kriminalisasi segera, karena saya ingin sekali mendengar keluh kesah kalian di kemudian hari. Cheersss.......
Catatan:
- Yang saya skip bukan tidak penting, tapi saya rasa kurang relevan mengingat durasi artikel.
- Membandingkan opini Prof Romli sebagai salah satu arsitek UU KPK, saya akui lebih faktual dan aktual dibandingkan dengan opini saya, apalagi opini kamu, iya kamu, kamu yang dipojok sana....loh kok noleh, kamu lohhhhhh. [apa kabarnya Dodit Mulyanto? Sudah sehatkah?]