Mohon tunggu...
YR Passandre
YR Passandre Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

menulis membaca menikmati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Pemimpin Besar

19 Februari 2021   22:38 Diperbarui: 20 Februari 2021   21:00 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pak Dasimo."

"Orang tua itu lagi," kataku lirih. 

Sekiranya tanpa bantuan Pak Dasimo, adikku mungkin tak akan pernah duduk di bangku sekolah. Semua sekolah menolak menerima adikku karena takut terseret-seret kasus Ayah. Meskipun Ayah dan Pak Dasimo tak memeluk agama yang sama. Ayah seorang muslim dan Pak Dasimo penganut Katolik. Ayah petinggi partai Islam dan Pak Dasimo petinggi partai Kristen. 

"Kemarin, adikmu juga menemui Pak Keimena. Kebetulan Pak Lubandrio ada di sana. Adikmu cerita kalau kita menumpang hidup di kamar pembantu dan garasi rumah ini."

Aku menatap kelu wajah Ibu yang menua. Kedua pipinya tak lagi bugar. Garis-garis keningnya makin menonjol. Peristiwa kelam yang menimpa Ayah sangat merusuh hidupnya. Nyatanya, tak cukup Ayah yang dikurung. Kami juga ditelantarkan. 

"Apa lagi yang adik ceritakan, Bu?"

"Adikmu juga cerita kesusahan kita sehari-hari."

"Lantas apa kata mereka?"

"Beliau-beliau itu minta adikmu datang ke rumah mereka setiap bulan untuk mengambil keperluan kita sehari-hari."

Aku hampir menjatuhkan air mata. Lekas-lekas kutarik muka. Tegak lurus lagi ke jalan berlubang-lubang itu. Merengkuh semua rasa benci yang tertanam sejak lama. Suatu hari, rasa benci itu akan kugali dan kutumpahkan.

Peristiwa yang menimpa Ayah telah membuatku benar-benar muak dengan segala urusan politik. Kekuasaan politik kerap dengan mudah membuat orang gelap hati. Betul ungkapan yang ramai kudengar: tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan abadi. Tapi cerita Ibu seolah ingin membantahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun