Mohon tunggu...
Pasqualle Deo Utomo
Pasqualle Deo Utomo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA Kolese Kanisius

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberagaman Sebagai Titik Temu

17 November 2024   21:16 Diperbarui: 18 November 2024   14:17 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Santri dan Para Kanisian (dok. Mattheo Angelico)

"Kemajemukan harus diterima tanpa adanya perbedaan" - Abdurrahman Wahid

Pagi yang hangat di Tasikmalaya membuka sebuah pengalaman yang menggugah hati. Ekskursi lintas agama di Pondok Pesantren Muhammadiyah Amanah menjadi perjalanan yang melampaui sekadar kunjungan. Saya bersama rekan-rekan Kanisian dari Kolese Kanisius menemukan arti mendalam dari keberagaman, yang selama ini sering hanya menjadi slogan. Di tengah lingkungan yang berbeda budaya, keyakinan, dan gaya hidup, kami belajar bahwa persatuan dapat terwujud dalam interaksi sederhana namun bermakna.  

Kami tiba di pesantren setelah menempuh perjalanan panjang selama tujuh jam. Sambutan hangat para santri menyambut kami, memecah kekakuan yang sebelumnya terasa. Kehidupan pesantren yang penuh disiplin dan kesederhanaan menjadi pelajaran pertama. Dengan 32 mata pelajaran dalam bahasa Inggris dan Arab, para santri menunjukkan bagaimana mereka menyeimbangkan pendidikan agama dan duniawi. Hal ini mengajarkan bahwa meskipun latar belakang kami berbeda, nilai-nilai kebaikan dapat menjadi jembatan untuk saling memahami.  

Dari makan bersama hingga belajar bersama, setiap momen mengajarkan saya untuk menghargai perbedaan. Saya kagum melihat semangat para santri dalam belajar, meski fasilitas mereka jauh dari kata mewah. Ini menyadarkan saya bahwa keberagaman bukan hanya tentang toleransi, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa saling mendukung dan belajar dari satu sama lain.  

Harmoni dalam Kebersamaan

bersama teman-teman di Gunung Galunggung (dok. pribadi)
bersama teman-teman di Gunung Galunggung (dok. pribadi)

Di hari kedua, kami mengunjungi Gunung Galunggung, menikmati pemandangan indah dan menyusuri jalan setapak menuju pemandian air panas. Momen ini menjadi simbol perjalanan menuju harmoni---panjang, melelahkan, tetapi penuh keindahan di ujungnya. Di tengah perjalanan, tawa dan canda menjadi pengikat antara kami dan para santri. Rasanya tidak ada lagi dinding yang membatasi; kami adalah satu kelompok besar yang saling mendukung.  

Pada malam harinya, pentas seni menjadi panggung untuk berbagi budaya. Para Kanisian menyanyikan lagu, dan para santri membalas dengan nyanyian mereka. Kami bernyanyi bersama, melupakan sejenak perbedaan yang biasanya menjadi pembeda. Malam itu menunjukkan bahwa seni dan budaya bisa menjadi bahasa universal yang menyatukan. Tidak ada prasangka, hanya kegembiraan bersama yang menciptakan kenangan abadi.  

Pentas Seni/Malam Keakraban (dok. Mattheo Angelico)
Pentas Seni/Malam Keakraban (dok. Mattheo Angelico)
Pengalaman ini menjadi pelajaran penting. Ternyata, untuk menciptakan harmoni, kita tidak selalu memerlukan ide-ide besar. Hal-hal kecil, seperti bermain bersama, menyanyi, atau bahkan sekadar menikmati secangkir teh di pagi hari, bisa menjadi fondasi bagi hubungan yang lebih kuat. Keberagaman, jika dilihat dengan hati yang terbuka, justru akan memperkaya kita.  

Makna Keberagaman yang Sesungguhnya

Selama ekskursi, saya merenungkan apa arti sebenarnya dari keberagaman. Dalam setiap interaksi, saya menyadari bahwa toleransi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga tentang membangun jembatan untuk memahami. Perjumpaan dengan para santri, yang awalnya terasa canggung, perlahan berubah menjadi hangat. Saya belajar bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan ancaman, asalkan kita mau membuka hati dan pikiran.  

Pengalaman ini mengingatkan saya pada pandangan Emile Durkheim, bahwa solidaritas sosial lahir dari interaksi dan kepercayaan. Tanpa perjumpaan, prasangka akan terus tumbuh, dan keberagaman hanya menjadi potensi yang tak pernah tergali. Indonesia, dengan segala kekayaannya, hanya dapat bertahan jika kita mampu menjaga titik temu ini. Dalam setiap dialog dan aktivitas bersama, kami menemukan bahwa keberagaman tidak pernah menjadi penghalang untuk membangun kebersamaan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun