Dunia dalam hiperrealitas menyuguhkan sebuah keadaan yang tercipta dari citra yang menyerupai orisinalitas, masa lalu yang menjadi satu dengan masa kini, simbol bercampur dengan realitas, fakta yang dipermak menjadi rekayasa, dan kepalsuan yang giring menjadi sebuah keaslian. Framing terhadap fakta, manipulasi, berita, hoax dan kebenaran realitas sudah bercampur aduk dalam ruang ini. Situasi ini menciptakan sebuah kesadaran dalam diri (self consciousness). Penggunaan fitur-fitur canggih pada media sosial kemudian dikonsumsi oleh masyarakat umum menampilkan sebuah realitas baru tentang diri pengguna yang pada kenyataannya itu jauh dari realitas sesungguhnya. Pada akhirnya dapat membentuk komunikasi massa seakan-akan menjadi kenyataan yang asli dan mereka menerimanya sebagai realitas yang sebenarnya.Â
Ketika tidak ada lagi kebenaran dalam realitas dan masyarakat masuk dalam alam hiperrealitas, mereka kehilangan kesadaran bahwa apa yang dilihat sebagai suatu kebenaran sesungguhnya adalah kontruksi atau rekayasa realitas ditimpakan lewat teknologi informasi. Oleh karena itu terjadilah peralihan dunia realitas dan tatanan sosial budaya komunikasi yang bersifat alamiah oleh simulasi dan dalam model artifisial teknologi. Masyarakat kontemporer pada akhirnya memiliki dua identitas; identitas real dan identitas virtual. Fenomena hiperrealitas membentuk hubungan manusia kedalam kondisi realitas yang dimainkan oleh citra tertentu.Â
Penggunaan Filters di TikTok
Selaras dengan pemaparan Jean, fenomena tersebut kini terjadi pada users di aplikasi TikTok. Melalui fitur-fitur yang canggih pengguna semakin jauh dari kenyataan yang ada, memanfaatkan fitur untuk memperbaiki citra diri di panggung media sosial adalah hal yang lazim terjadi saat ini. Penggunaan filters wajah kini tidak lagi sebatas untuk konsumsi atau kepuasan pribadi, tetapi sangat dimungkinkan untuk memanipulasi orang lain yang melihatnya. Masyarakat diberi kebebasan untuk berekspresi pada platform media yang dimiliki. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh orang yang memiliki potensi atau kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna lainnya, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah creator  filter-filter yang bagus dengan memanfaatkan kemajuan AI, dan aplikasi pendukung.
Berikut ini adalah beberapa contoh filters di TikTok yang populer digunakan dapat dilihat dari jumlah penggunanya hingga jutaan video.
Hadirnya kecerdasan buatan seperti Artificial Intelligence (AI) melalui platform media sosial mempermudah hyperreality menjangkau pengguna. Tingginya jumlah video dengan filter AI dan meningkatnya antusiasme users di Tiktok untuk mencoba menunjukkan bahwa masyarakat digital sangat antusias dan responsif terhadap trend yang ada. Sejatinya pengguna media sosial menginginkan hiburan yang menarik agar sedikit teralihkan dari kesibukan rutinitas mereka, namun belakang ini dengan munculnya ragam trend justru bersosial media menjadi ajang untuk berlomba-lomba mengikuti trend supaya videonya masuk dalam for your page (FYP), banyak yang like, dikomen  bahkan di share oleh pengguna lain. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat digital dengan mudah terpengaruh oleh simulasi melalui trends yang dibuat sedemikian rupa dan sangat menikmati setiap trend  yang viral.Â
Pengguna media sosial semakin tenggelam dalam simulasi dan kenyataan yang semu. Citra diri dibuat sedemikian rupa agar terlihat menarik dan berbeda. Hal ini akan sangat berbahaya jika digunakan untuk melakukan tindakan yang buruk, misalnya menipu orang lain tentang identitas yang sebenarnya, jadi diperlukan untuk tetap waspada agar tidak tertipu oleh users yang tidak bertanggungjawab. Dengan jumlah video yang sangat banyak dalam menggunakan filter AI, dan filter lannya menunjukan masyarakat modern sangat terobsesi melihat dirinya dalam efek teknologi, akan sangat berbahaya jika users lebih mencintai dirinya seperti saat menggunakan filter daripada dirinya yang asli dan nyata. User perempuan banyak terobsesi dengan wujud rupa seperti wanita Korea dan influencer, obsesi yang muncul karena filter memungkinkan adanya standarisasi kecantikan dan ketampanan seperti idol Kpop, aktris/aktor terkenal yang dapat membuat pengguna terpengaruh untuk melakukan operasi plastik, meningkatnya  perasaan insecure dengan warna kulit atau rupa yang asli karena banyak menyukainya dirinya yang cantik/tampan karena filter. Hal lain juga menunjukkan bahwa tingkat kecantikan atau ketampanan seseorang dapat memengaruhi konten yang di upload, dengan kata lain wajah yang rupawan akan lebih muda mendapat perhatian. Terobsesi dengan suatu hal karena pengaruh filter dan trend selain memberi kesenangan sesaat karena tampilan yang sangat cantik atau tampan bisa berdampak buruk dan dalam jangka panjang yang tidak hanya merugikan diri sendiri namun juga orang lain jika salah menggunakan media sosial.Â
Kesimpulan
Konsep dalam Simulacra dapat digunakan untuk melihat bagaimana cyberspace trend masa kini, dapat memengaruhi perliaku users dalam bersosial media. Kemunculan ragam fitur yang menarik dapat mengarah pada krisis identitas individu dalam cyberspace. Pengguna digital semakin jauh dari realitas kenyataan diri sendiri, dan berlomba-lomba mendapatkan perhatian pengguna yang lain dengan cara tampil beda melalui filter. Pengguna digital tenggelam dalam hiperealitas yang diciptakan, penggunaan ragam filter berhasil memuaskan imajinasi pengguna. Kendatipun demikian, pengguna media sosial khususnya Tiktok diharapkan mampu untuk menggunakan fitur-fitur yang ada dengan lebih bijak agar tidak tenggelam dalam kenyataan yang semu, tidak kehilangan dirinya sendiri, dan tidak merugikan orang lain untuk tujuan tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H