[caption id="attachment_307504" align="aligncenter" width="328" caption="Sumber gambar: http://depositphotos.com/11380886/stock-photo-Rat-wearing-spectacles.html"][/caption]
Tikus Desa,
Bapak saya menggarap beberapa petak sawah yang diwarisi dari Nenek. Salah satu yang lumayan besar cukup jauh dari rumah, jaraknya kira-kira enam kilometer. Waktu itu saya masih kecil dan sering ikut Bapak ke sawah. Entah nyangkul, entah menyiangi pun ikutan panen.
Pekerjaan paling menyiksa adalah ketika menyiangi padi. Membungkuk sambil mencabut rerumputan yang tumbuh subur di antara padi membuat punggung sakit, belum lagi tangan gatal karena buluh padi bahkan sesekali mata kesogok ujung padi.
Menjadi Petani lebih tepatnya penggarap sawah tidaklah mudah!
Masih jelas di memori, ketika itu wabah tikus melanda seluruh kampung. Hasil panen hanya sebakul yang biasanya sepuluh karung. Tikus telah merampok seluruhnya, batang padi dibabat habis, butir padi habis dimakan.
Kecewa, rugi, marah, geram itulah yang dirasakan pemilik dan penggarap sawah.
Penduduk bersatu, bergotong-royong membalas perbuatan tikus. Seluruh pematang diobrak-abrik mencari sarang tikus, ribuan tikus meregang nyawa sebagai balasan atas perbuatannya.
Tikus! engkau musuh petani.
Tikus Kota,
Lain halnya dengan tikus kota. Ukurannya lebih besar dan gemuk, menjadi pelanggan setia tempat sampah. Sebagian bermukim di rumah-rumah penduduk dan sesekali usil mencolek hidangan makanan di meja.