Kalimat di atas nyaris keluar dari hampir seluruh umat manusia, meski dalam beragam ungkapan, dialek dan beragam bahasa serta simbol berbeda. Entah itu ekspresi mendalam dari rasa seseorang, entah itu dalam konteks gombal.
Kulo tresno sliramu, Ich liebe dich, I love You forever. Saya belum menemukan padanan ungkapannya dalam bahasa daerahku, Toraya.
Mencitai sesuatu atau seseorang tentu ada pemicu dan penyebabnya. Ada yang cinta karena terpaksa dipaksa, ada yang cinta karena uang materi, ada yang cinta karena kasihan dan lain sebagainya. Anda lebih tahu!
Namun, tahukah kita bahwa mencintai itu berdampak pada konsekuensi yang harus ditanggung? konsekuensi yang harus ditanggung oleh yang dicintai maupun yang mencintai. Konsekuensi mencintai dan dicintai nyaris sama. Akibat dari dua diri yang sepakat membenturkan segala keberadaanya memerlukan pengorbanan, kerelaan, kesetiaan bahkan kehilangan.
Ketika seseorang enggan menerima akibat dari bersinggungnya dua tau lebih diri, maka disitulah awal dari pengingkaran, perceraian, pertengkaran, derita bahkan neraka. Apakah Anda mendamba hubungan yang harmonis, selaras, bahagia? Jika ya, nikmatilah berkorban, nikmatilah kerelaan, setialah bahkan bersiaplah menikmati kehilangan. Jika tidak, bersiaplah memasuki neraka karena hanya bibir Anda sajalah yang berhak dan boleh masuk surga.
Bagaimana dengan konteks mencintai bangsa indonesia? I Love Indonesia? Yang menjadi persoalan runyam adalah mereka yang bibirnya mencintai Indonesia tetapi tindak tanduknya melukai hati Indonesia. Bukan main-main lho, kepala Anda ditumpangi Kitab Suci ketika pengambilan sumpah jabatan.
I Love Indonesia,
Daniel Pasedan sedang mengingat-ingat janji setianya kepada Istri terjelek sejagad.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H