Serta Fenomena yang dialami sekarang juga oleh sejumlah besar dalam pendidikan dimana orang tua menyerahkan tugas seutuhnya kepada sekolah. Justru itu membuat karakter anak terbentuk dengan tidak baik, disebabkan tidak terjalin kesinambungan atau penguatan karakter yang telah ditanam oleh guru di sekolah, apabila anak berada di luar lingkungan dan jam sekolah.( M. Rezki andhika: 2021)
Nilai-nilai kebaikan yang mewakili kepribadian tersebut dapat berupa nilai nilai dalam ajaran agama dan nilai-nilai yang telah ada dalam kehidupan sosial. Jika seseorang mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, maka orang tersebut dapat dikatakan memiliki karakter atau orang yang berkarakter, begitu juga terhadap anak-anak. Secara sederhana, kepribadian merupakan karakteristik yang melekat pada diri manusia semenjak ia lahir dan dibentuk oleh proses belajar sepanjang hayat. Pendidikan merupakan suatu proses perubahan tingkah laku manusia, sedangkan karakter merupakan sebagai ciri khas/identitas yang melekat pada manusia. Lickona (Muchlas Samani, 2012: 44) menguraikan pendidikan karakter kepada suatu upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa. Sedangkan menurut Scerenko (Muchlas Samani, 2012:45) mengartikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mencari kepribadian yang positif kemudian dikembangkan, didorong dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian, serta praktek emulasi yang merupakan usaha maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari. Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga anak-anak menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek "pengetahuan yang baik" (moral knowing), akan tetapi juga "merasakan dengan baik" (moral feeling), dan "perilaku yang baik" (moral action) Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha penanaman kebiasaan berupa sikap atau perilaku yang baik sehingga seorang individu paham dan mampu merasakan serta melaksanakannya.
Dapat diambil simpulan sementara , bahwa peran orang tua terhadap pendidikan karakter anak usia dini menjadi menentu bagi pembentukan karakter anak tersebut. Maka diharapkan bagi orang tua menyadari bahwa pentingnya pendidikan karakter untuk anak, yang harus dilakukan oleh orang tua pertama kali adalah memahami keadaan anak sehingga orang tua dapat mengetahui cara apa yang harus ia gunakan dalam membentuk karakter anak.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu
isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan siswa sehari-hari di masyarakat. Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di
sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan siswa didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah. Membentuk karakter tidak bisa dilakukan dalam sekejap dengan memberikan nasihat, perintah, atau instruksi, namun lebih dari hal tersebut. Pembentukan karakter memerlukan teladan/role model, kesabaran, pembiasaan, dan pengulangan.
Menurut Haniyyah pendiri Indonesia Heritage Foundation, ada
tiga tahap pembentukan karakter, yakni: