Secara umum aktivitas mufassir dalam menafsirkan Al-Quran menghasilkan pendekatan dan gaya yang beragam. Beberapa tafsir menekankan aspek-aspek tertentu dari fiqh, itulah sebabnya penafsiran ini disebut al-tafsr al-fiqh. Ada penafsiran filosofis terhadap Al-Qur'an yang disebut dengan al-tafsir al-falsaf. Ada pendekatan tasawuf yang lebih bernuansa, yang kemudian disebut al-tafsr al-f.Â
Ada pula mufassir yang cenderung menafsirkan Al-Quran dengan metode ilmiah yang kemudian disebut dengan al-tafsr al-'ilm, ada pula yang menjelaskan Al-Qur'an dengan menggunakan analisis sastra disebut al-tafsr al-adabi, dan seterusnya.Bukan hanya pendekatan, tren, model atau perspektif tertentu saja yang menunjukkan dinamisme penafsiran Al-Quran.Â
Pertumbuhan Islam di berbagai belahan dunia juga "memaksa" terjemahan dan penafsiran Al-Quran ditulis dan disampaikan dalam berbagai bahasa yang digunakan untuk menerjemahkan dan menafsirkan Al-Quran. Penerjemahan dan penafsiran Al-Qur'an kemudian berkembang seiring dengan penyebaran umat Islam ke berbagai negara. Oleh karena itu, terjemahan dan tafsir Al-Quran juga ditulis dalam bahasa Inggris, Jerman, dan bahasa lainnya, termasuk bahasa Indonesia.
Di Indonesia, Al-Quran diterjemahkan dan ditafsirkan ke dalam berbagai bahasa, baik nasional maupun daerah. Terdapat tafsir al-Qur'an seperti Tarjumn al-Mustafid yang ditulis oleh Abdur Rauf Singkili dalam bahasa Melayu dengan aksara Arab Jawi (pegon). Buku ini dikenal sebagai buku penjelasan komprehensif pertama tentang sejarah penafsiran Al-Quran di Indonesia. Karya KH Mishbah ibn Zayn al-Mushtafa (juga dikenal sebagai KH Mishbah Mushthafa) al-Ikll f Ma'n al-Tanzl adalah salah satu penafsiran al-Qur'an yang dibuat dan diterbitkan dalam Bahasa Jawa.Â
Kitab tafsir ini, bersama dengan Tafsir al-Ibrz li Ma'rifah Tafsr al-Qur'n al-'Azz karya KH Bisri Musthafa, saudara dekat KH Mishbah Mushthofa, sangat terkenal di kalangan masyarakat muslim tradisional di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Penggunaan huruf pgon Arab dan bahasa digunakan dalam Jawa yang tafsir ini menjadikannya unik, yang memerlukan analisis lebih lanjut.
Dalam upayanya memahami Al-Quran dan menyampaikan pesannya kepada masyarakat, Tafsir al-Ikll f Ma'n al-Tanzl tentunya menggunakan unsur-unsur ciri khas yang dapat membantu masyarakat lebih mudah memahami apa yang disampaikan di dalamnya. Artikel ini berupaya mengungkap ciri-ciri Tafsir al-Ikll, dengan menjawab dua pertanyaan; Pertama, alasan tafsir al-Ikll f Ma'n al-Tanzl menggunakan pengetahuan lokal untuk menafsirkan Al-Qur'an; Kedua, berbagai unsur ciri yang terdapat dalam Tafsir al-Ikll f Ma'n al-Tanzl.
Biografi KH. Mishbah Mushthafa
KH. Mibah Muafa lahir pada tanggal 5 Mei 1919 M di Desa Sawahan Gang Pelem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Nama lengkapnya adalah Mibah bin Zainal Muafa. Dia merupakan keturunan elit Jawa.Ayahnya bernama Zainal Muafa, sedangkan Ibunya bernama Chadijah yang merupakan istri kedua dari Haji Zainal Muafa. Mibah merupakan anak ketiga dari empat bersaudara yaitu, Mashadi (Bisri Musthafa), Salamah, Mibah dan Ma'shum.Sebelum haji Zainal menikah dengan Hj. Chadijah, ia menikah dengan Dakilah.Â
Dari pernikahan pertamanya tersebut, lahir dua anak bernama Zuhdi dan Maskanah. Bagi Hj.Chadijah, H. Zainal juga merupakan suami yang kedua karena sebelum menikah dengan H.Zainal dia menikah dengan Dalimin. Dan dari pernikahan tersebut, mereka juga dikaruniai dua orang putra yang bernama Ahmad dan Tasmin. H. Zainal Muafa merupakan putera dari Podjojo atau H. Yahya.Â
Sebelum berangkat haji namanya adalah Ratiban yang kemudian terkenal dengan sebutan Djojo Mustopo. Meskipun bukan berasal dari kalangan kiai, H. Zainal dikenal sebagai orang yang dermawan dan disegani diantara masyarakat. Ia adalah seorang pedagang kaya yang ketat mendidik anak-anaknya untuk mendalami ilmu agama. Sementara ibu K.H.Mibah Muafa merupakan putri dari pasangan Aminah dan E,Zajjadi yang mempunyai garis keturunan Makassar.Â
Darah Makassar E,Zajjadi berasal dari ayahnya yang bernama E.Suamsuddin dan ibunya, Datuk Djijjah.Pada tahun 1923 M, Mibah beserta keluarganya menunaikan ibadah haji dengan menaiki kapal haji milik Chasan-Imazi Bombay dari pelabuhan Rembang. Ketika menjalankan ibadah haji, ayahnya terserang penyakit sehingga harus ditandu ketika melakukan wuquf dan Sai.
Pernyakitnya bertambah keras sehingga saat pelaksanaan haji telah selesai dan akan kembali ke Indonesia, di usianya yang ke 63 Sejak ditinggal oleh ayahnya, Mishbah saat itu umur 3,5 tahun, tanggung jawab asuh dipegang oleh kakak tirinya yang bernama H. Zuhdi. Oleh karena itu, meskipun ia berasal dari keluarga yang tergolong mampu, Misbah sudah mengalami hidup yang dapat dikatakan memprihatinkan sejak ayahnya wafat.Â