Sejarah kepenulisan kajian tafsir Al-Qur'an telah memberikan pengaruh kuat terkait dengan bahasa yang digunakan penafsir. Pada abad ke 16 dan 17 M tafsir berbahasa melayu jawi yang ditulis di Aceh dan sumatera merupakan dari Negara Kesultanan pada waktu sehingga beberapa karya dalam kajian tafsir berbahasa jawi yang ditulis diwilayah jawa yang menggunakan carakan (aksara jawa) yang muncul pada golongan keraton yang berpengaruh kuat dan bentuk kepenulisan aksara jawa dalam penulisan kajian tafsir al-Qur'an berada dijawa seperti Yogyakarta, Solo dan Cirebon. Peristiwa diatas menunjukkan proses islamisasi dilingkup keraton, namun aksara arab lebih populer dibandingkan dengan aksara jawa yang terjadi dilingkup pesantren. Dijawa tradisi penerjemahan Al-Qur'an oleh para sarjana diyakini baru dimulai pada abad ke-19, meskipun mengalami potong-potongan terjemahan ayat Al-Qur'an. Terjemahan tertua Al-Qur'an berbahasa Jawa adalah koleksi Museum Radya Pustaja yang terjemahan Al-Qur'an ditulis dengan menggunakan aksara Hanacaraka dan dicetak oleh Lange an Co. of Batavia pada 1858.
Tafsir Al-Qur'an disajikan dengan menggunakan beragam bahasa dan aksara, bukan hanya dengan bahasa arab, tetapi menggunakan bahasa lokal seperti bahasa Melayu, Aceh, Jawa, Sunda, Bugis, Madura dan lain sebagainnya. Penggunaan tulisan Arab digunakan dalam tafsir Al-Qur'an, tetapi ada juga yang menggunakan aksara Jawa (Carakan), lontaran, latin, huruf jawi, pegon dan lainnya. Bahasa dan aksara digunakan dalam penulisan tersebut dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami kandungan Al-Qur'an. Kajian terhadap tafsir maupun terjemahan Al-Qur'an berbahasa jawa menjadi perhatian para sarjana. Bahasa jawa dikenal sebagai bahasa yang menjadi bagian dari bahasa Nusantara dan keberadaan daerah yang menjadi eksis dalam penulisan karya sastra. Karakteristik Terjemahan Kuran Jawi Juz Amma dan Kitab Kuran.Â
Latar belakang penulisan Kuran Jawi tersebut tidak menyebutkan alasan secara jelas oleh Bagus Ngarpah, tetapi kedudukan sebagai salah satu abdi dalem nagari Karaton Surakarta dimana masa Paku Buwana X agama Islam mengalami perkembangan. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan cara dakwah dan khutbah, misalnya Khibah Jum'at yang tadinya hanya menggunakan bahasa Arab kemudian diterjemahkan dalam bahasa Jawa. Penerjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Jawa oleh Bagus Ngarpah menunjukkan adanya cara yang bermanfaat dalam prose berdakwah, karena dengan bentuk tersebut mudah diterima sehingga masyarakat lebih paham tentang ajaran Islam.Â
Pesatnya penyebaran agama Islam membutuhkan media dalam menjalankan dakwah Islam guna untuk mempertahankan penyebaran ajaran Islam kepada masyarakat diwilayahnya, Paku Buwana X menugaskan para ulama keraton salah satunya Kyai Bagus Ngarpah untuk menerjemahkan Al-Qur'an dalam bahasa Jawa (Aksara Jawa). Berlandaskan pengemban amanah atau tugas tersebut beliau sekaligus menjadi latar belakang penulisan Kuran Jawi yang tidak lain mempermudah penyebaran ajaran Islam kepada wilayah diwilayah Keraton Surakarta masa itu. Naskah tersebut berukuran 21,5 x 34 cm dan berjumlah 1.559 halaman serta terbagi menjadi tiga jilid besar. Jilid pertama mempunyai tebal 387 halaman yang memuat terjemah Surat Al-Ftihah hingga surah al-Tawbah ayat 94, Jilid kedua setebal 577 halaman dan memuat terjemahan surat al-Tawbah ayat 95 hingga surah al-Ankabut ayat 44. Naskah jilid ketiga setebal 594 halaman yang memuat terjemahan surah al-Ankabut ayat 45 hingga surah al-Nas. Setiap surah yang ada di dalam naskah Kuran Jawi diberikan penafsiran pada kata-kata tertentu yeng memberikan penjelasan.
Sedangkan Kitab kuran ini sebenarnya bukanlah kitab tafsir, melainkan terjemahan Al-Qur'an berbahasa Jawa. Kitab Kuran dianggap kitab paling tua, menurut pigeaud terjemah Al-Qur'an beraksara carakan sudah ada sejak abad ke-18 dan berlangsung sampai awal abad ke-20 dan selanjutnya lebih populer menggunakan aksara latin.Â
Kitab Kuran mempunyai panjang sekitar 25 cm dan terdiri atas 465 halaman. Kitab berbahasa Jawa dengan aksara Jawa (carakan jawa).52 Kitab terjemahan tersebut berasal dari bahasa Arab dan diterjemahkan di Betawi pada tahun 1858 Jawa (1936 M), menurut informasi kitab ini dicetak dipercetakan Lange dan Co. Of Batavia. Melihat karya kedua kitab tersebut ragam bahasa jawa tersebut, jika dilihat dari status sosial kitab kur'an jawi juz Amma dan kitab kur'an cenderung banyak menggunakan ragam bahasa ngoko ialah tanpa-sopan, krama berarti sopan, madya berfungsi memancarkan arti sopan walupun tingkat kesopanannya agak setengah-setengah, karena kitab kur'an jawi juz Amma lebih ditujukan oleh masyarakat sekitar atau bahasa sehari-hari agar mudah tersampaikan pesan-pesan yang ada di dalam Al-Qur'an sedangkanki tab Kur'an disesuaikan dengan lingkungan keraton ataupun sedikit bahasa jawa yang dapat dipahami oleh masyarakat sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H