Artis dan model jual diri ditangkap bak kriminil! Dekspos oleh media pemuja rating. Dihujani umpatan oleh para netizen sok suci. Dihujat oleh para kaum munafik.
Harga vagina 80jt menggegerkan satu negara. Para awak media sontoloyo serta merta memviralkan bak burung beo bermain musik orkesra. Semua mengambil sudut pandang masing-masing demi meraih rating atau emang tidak ingin dianggap media kudet.
Para pakar angkat bicara dan nampaknya akan jadi pembahasan panjang untuk beberapa bulan ke depan. Karena deretan nama calon 'kriminil' esek-esek kelas VIP akan ditangkap oleh petugas.
Bahkan ratusan nama artis sinetron, FTV, layar lebar, layar kaca dan layar 'tancep' sudah ada dalam daftar catatan petugas untuk segera dipanggil atau dijemput.
Mendadak akun-akun BO kelas 'kakap' tutup sementera. Sebagian seller dan salesnya dipastikan plesiran dulu ke luar negeri cari aman atau mudik ke kampung bagi yang gak punya cukup uang untuk 'buron' sampe lewat masa pilpres.
Ada apakah di balik terkuak atau dikuaknya kasus ini? Adakah udang di balik peyek? Kebetulan mau pilpres nih! Adakah aroma fencitraan di balik aroma krim anti nyamuk?
Apa sih bedanya bisnis esek-esek kelas alas kardus dibandingkan dengan kelas alas springbed di president suit hotel bintang lima. Pastinya rasa dan resultanya sama. Sama-sama crot.
Bedanya mungkin hanya persoalan psikologis. Kalau kelas alas kardus ya... bayangkanlah aroma 'parfume' krim anti nyamuk. Kalau kelas VIP kan serasa punya sensasi karena velue yang dimiliki si 'produk'. Publik figur broh...!!!
Dan pastinya orang yang mampu 'BO' hingga tarif 80jeti adalah orang-orang yang memang sudah sangat mapan alias kelas VIP.
Pertanyaan kemudian sebetulnya bagi saya adalah... apa sih pentingnya mengungkap kasus ini? Siapakan sebetulnya yang diuntung atau dirugikan?
Urusan jual diri itu adalah bisnis paling klasik di muka bumi. Lalu apakah ada sistem yang paling ampuh atau sosulsi paling mujarab untuk menuntaskan atau menghapuskannya. Apalagi ini sudah jaman smartphone. Tak perlu ada lagi yang namanya 'lokalisasi'.
Tak satupun bangsa atapun negara yang mampu menghapus bisnis lawas ini. Jika hukum itu hebat, petugasnya benar-benar suci dan tak mengenal kelas? Harusnya bisnis birahi kelas dinding 'terpal' yang menjamuri hampir semua sudut kota di seluruh penjuru negeri ini bisa dituntaskan dengan mudah.
Tapi ternyata dan kenyataannya sebetulanya hanya urusan 'deal-deal' alias kesepakatan 2 pihak yang 'dicaloin' pihak ke 3. Wajarlah... 'managamen' itu penting. Hehehe iya kan?
Intinya, ngapain sih ngurusin 'kelamin' orang? Lagi pula kenapa yang jadi korban jeratan adalah si .produk'? Bagaimana dengan si 'pembeli'? Pembeli yang mana yah? Yang last user atau yang pernah 'make'?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H