Mohon tunggu...
Partha W
Partha W Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi tidur

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menelusuri Dampak Positif dan Negatif dari Penyesuaian Tarif Pajak Hiburan

19 Januari 2024   14:37 Diperbarui: 19 Januari 2024   14:39 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

9.Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran

10.Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang

11. Panti pijat dan pijat refleksi

12. Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Dilansir dari kompas.com, Menurut Kementerian Keuangan, dari 12 kategori PBJT di atas hanya kategori ke-12  yang dikenakan pajak minimal 40 persen yang meliputi diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Untuk kategori PBJT lainnya dikenakan pajak maksimal 10 persen. Tarif pajak maksimal ini turun dari sebelumnya ditetapkan sebesar 35 persen. Dengan demikian, usaha di luar kategori hiburan khusus seperti bioskop, pagelaran musik, sirkus, pacuan kuda, wahana air atau kolam renang, peragaan busana dan lainnya tidak dikenakan pajak minimal 40 persen

Nah, penyesuaian tarif pajak hiburan ini merupakan akibat dari berlakunya Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial adalah mengenai pengenaan pajak terhadap barang dan jasa tertentu untuk jasa hiburan seperti diskotek, karaoke kelab malam, bar, dan mandi spa dengan tarif paling rendah 40% hingga paling tinggi 75%

Sekilas, tidak sedikit orang yang merasa keberatan terhadap kenaikan pajak ini. Dilansir dari cnbc indonesia, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti menyampaikan kenaikan tarif pajak yang tergolong pajak barang dan jasa tertentu untuk jasa hiburan, diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa merupakan sepenuhnya kewenangan pemda, sehingga DJP tidak mempunyai peranan untuk melakukan evaluasi ataupun ikut mengawasi besaran tarifnya sesuai keadaan pasar di Indonesia.

Menelusuri penyebab kenaikan pajak hiburan

Jika berkaca dari teori diatas kertas, ada beberapa faktor yang mendorong naiknya tarif pajak hiburan

  • Pajak merupakan sumber pendapatan yang krusial bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Diharapkan kenaikan tarif pajak ini akan bisa menjadi solusi untuk mengatasi defisit anggaran. Dengan adanya tambahan pendapatan dari pajak, pemerintah daerah akan lebih leluasa dalam melaksanakan program-program pembangunan serta meningkatkan stabilitas keuangan daerah
  • Masih banyak daerah yang terlalu tergantung dengan “Transfer ke Daerah” dari pemerintah pusat. Hal ini sebenarnya berhubungan dengan poin (1) diatas, dimana seringkali daerah mengalami kesulitan pendanaan sehingga terlalu bergantung pada dana alokasi khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat.
  • Pajak berfungsi sebagai mengatur atau mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa. Pemerintah mungkin ingin mengurangi konsumsi masyarakat terhadap beberapa jenis hiburan. Ada kemungkinan lain pemerintah ingin meningkatkan kualitas usaha di bidang hiburan dengan menaikkan pajak. Jika pajak hiburan naik, para pengusaha akan memperbaiki kualitas usaha mereka agar usaha mereka tetap eksis.

Memang jika dilihat dari sudut pandang pemerintah, penyesuaian pajak hiburan  ini akan membawa dampak positif. Namun ibarat dua sisi mata uang koin, ada trade off yang dihadapi oleh pemerintah.

  •  Penurunan daya beli konsumen dan Penurunan pendapatan bisnis hiburan. Kenaikan tarif pajak tentu akan menaikkan biaya untuk memperoleh jasa hiburan seperti spa, diskotek, dsb. Ketika tarif pajak yang dikenakan terlalu tinggi, maka konsumen akan mengalihkan uang mereka untuk digunakan ke keperluan lain. Imbasnya, banyak bisnis hiburan yang akan mengalami penurunan pendapatan, bahkan kerugian
  • Dampak pada lapangan kerja dan pariwisata. Jika pengusaha yang bergerak di bidang hiburan seperti spa, karaoke, dsb mengalami kerugian, besar kemungkinan akan terjadi pemangkasan tenaga kerja. Akibatnya, tidak sedikit orang yang akan kehilangan pekerjaan. Sementara itu, jika kenaikan tarif pajak hiburan dirasa tinggi oleh wisatawan, maka banyak tempat wisata yang akan mengalami penurunan jumlah kunjungan sehingga berdampak negatif pada industri pariwisata setempat.

Dampak terhadap pariwisata ini sedang menjadi perbincangan hangat di Bali. Hal ini karena Bali merupakan salah satu daerah yang paling terpengaruh saat aturan ini diberlakukan. Dilansir dari cnbcindonesia.com, Pengusaha sekaligus pengacara ternama, Hotman Paris Hutapea mengatakan bahwa kenaikan tarif pajak hiburan menjadi 40-75% akan mematikan usaha spa, diskotek, dsb. Berbagai asosiasi pengusaha juga menyuarakan hal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun