malam itu
aku dan ribuan manusia
menyeret melati yang disulap jadi biduan
akbar
ada undangan malam
hiasan Gerimis nyatanya menyayat
tapi
kerongkonganku bak pabrik beras
kakiku diselimuti semut
yang nyatanya tak kelihatan
bahkan tak ada
menghabiskan waktu
mereka bilang itu seronok
padahal kami sudah  ribuan tahun biasa saja
itulah yang disebut hiburan
bak di cafe
melati  mulai bergoyang
menguras panggung
merenggut kantong tebal
memanja yang ingin sombong
mereka itu tidak tahu
itu saja
entah yang mana aku tidak tahu
aku termasuk tenang sajaÂ
atau aku yang tak sadar akhirnya
sampai tengah malam
itu dan sangat tidak sukaÂ
baju besi itu memaksa kami berhenti
aku berikan lidah panjang dan melipat kemelut
kamu suka
mereka tidakÂ
si besi tua memaksaÂ
dan sampai sekarang 24.00
adalah budayanya
aku berbalik dan bersiul
keindahan itu milik beberapa banyak populasi
itulah yang kutahu
termasuk aku disisi yang lain
4 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H