Mohon tunggu...
Parlin Simanjuntak
Parlin Simanjuntak Mohon Tunggu... Freelancer - Penerus Perjuangan NagaBonar

Penerus Perjuangan NagaBonar

Selanjutnya

Tutup

Money

Di Suriah LafargeHolcim Ketahuan Biayai ISIS, di Indonesia Semen Asing Gimana?

4 Mei 2017   03:32 Diperbarui: 4 Mei 2017   04:20 2741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilu di Prancis yang sengit telah membuka kedok perusahaan semen terbesar di dunia Lafarge-Holcim tentang praktik tidak baik dalam melaksanakan praktek bisnisnya. Ya.... akibat ocehan dari salah satu kandidat Presiden Prancis, Jean-Luc Melenchon kandidat sayap kiri yang kurang didukung oleh para pebisnis Prancis membuka borok sikap dan cara bisnis perusahaan semen terbesar didunia tersebut yang “menghalalkan segala cara” bahkan bertentangan dengan hukum yang berlaku, bahkan hukum internasional.

Sudah jamak bahwa perusahaan, apapun itu harus tunduk pada aturan Pemerintahan yang sah dan tidak boleh melakukan kegiatan illegal, termasuk tentu saja bekerjasama dengan pemberontak. Maka wajar saja jika ISIS begitu kuat dukungan keuangnannya sehingga mampu memberontak dalam jangka waktu yang lama, karena memiliki basis pendanaan yang kuat. Sumber keuangan dari perusahaan asing yang negaranya ikut memerangi ISIS. Untung saja Prancis saat itu tidak mengirim pasukannya untuk bertempur langsung. Coba jika ada tentara Prancis yang mati di Suriah, dan kematiannya karena sumbangan peluru perusahaan Lafarge yang berasal dari Prancis ke pemberontak ISIS?.

Sikap bisnis tidak baik dan tidak menerapkan GCG telah memakan pejabat di Indonesia, baik pejabat Pemerintahan maupun perusahaan. Contoh paling gres adalah tersangkutnya mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam pusaran suap mesin pesawat Rolls Royce dari Inggris. Setelah pihak lembaga anti korupsi Inggris melakukan investigasi dan muncullah nama Emirsyah Satar.

Penguasaan Bisnis Oleh Asing Membahayakan

Di Indonesia, hampir semua sektor bisnis sudah dikuasai oleh asing, khususnya di Migas dan Pertambangan. Perusahaan Swasta Nasional dan BUMN disektor tersebut nyaris tidak bisa berbuat banyak. Padahal UUD 1945 pasal 33 mengamanatkan Bumi, Air dan Kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk rakyat. Sektor perbankan gabungan BUMN hanya mengusai 40% pangsa pasar, gabungan bank swasta? Nyaris semua bank swasta besar sahamnya sudah dimiliki asing? Jadi 60% perbankan dikuasai asing secara langsung maupun tidak langsung. 

Di Migas, Pertamina sebagai BUMN hanya menguasai cadangan migas 24%, sisanya dikuasai swasta yang notabene 90% adalah asing. Di Industri semen sama saja, kapasitas produksi semen milik BUMN hanya 36% lainnya adalah swasta yang 90% swasta adalah asing. Swasta nasional tercatat hanya Semen Bosowa yang kapasitas produksinya hanya 3% atau 3 juta ton dari kapasitas semua industri semen. BUMN Semen di Indonesia yang beroperasi ada 2 yaitu Semen Indonesia dengan kapasitas domestik 35 juta ton (jika pabrik Semen Rembang dan Indarung VI beroperasi di tahun 2017) dan Semen Baturaja 2 juta ton. Artinya pertahanan industri semen nasional ada di Semen Indonesia.

Seperti di negara lain, termasuk suriah gurita bisnis semen asing seperti LafargeHolcim Swis, Heidelberg Jerman di Indonesia juga menggurita.  Tentu saja produsen semen asal China yang memasok 40% kapasitas semen global juga mulai menggurita di Indonesia. Melalui Anhuci Conch perusahaan semen China yang dinegara asalnya memiliki kapasitas terpasang 200 juta ton mulai merangsek di Indonesia membangun pabrik semen di Tabalong Kalimantan Selatan 2,5 juta ton dan akan membangun di semua provinsi Kalimantan dengan total 10 juta ton. Artinya perusahaan semen China akan kuasai Kalimantan dan dilanjutkan bangun di Papua sebesar 5 juta ton.

Indonesia di “kapling” asing.

Istilah kapling ternyata tidak hanya untuk “tanah kapling” saja, tetapi pulau di Indonesia sudah di “kapling” oleh industri asing, salah satunya adalah industri semen. Kalimantan dan Papua akan menjadi basis semen China. Jawa menjadi basis semen LafargeHolcim dari Swiss dan tentu saja penguasa Jawa saat ini Indocement yang sahamnya dikuasai Heidelberg Jerman. Sumatera sama saja, di Sumatera Utara konon segera akan dibangun pabrik milik Indocement dan di Riau LafargeHolcim. Semen Merah Putih yang dikuasai Wilmar dari Singapura setelah membangun di Lebak Banten dikabarkan juga akan bangun di sekitaran Sumatera Selatan. Artinya Semen Padang yang selama ini jadi penguasa Sumatera segera akan dikepung perusahaan asing dari Swiss, Jerman dan Singapura. 

Untuk Sulawesi, benteng Bosowa dan Semen Tonasa juga mulai diusik oleh Semen dari China. Selain Anhui Conch ada 2 produsen semen China lainnya yang sedang gencar akan bangun. Sehingga China akan kuasai Kalimantan, Sulawesi dan Papua, ini sejalan dengan jalur sutera laut pengembangan ekonomi China atau Indonesia bagian utara dikuasai China. Sedangkan Indonesia bagian selatan dan barat yaitu Sumatera, Jawa dikuasai perusahaan barat yang terafiliasi dengan Amerika Serikat.

Ancaman Disintegrasi Indonesia

Melihat apa yang terjadi di Suriah, bahwa perusahaan asing beralifiasi dengan pemberontak ISIS dengan mendukung melalui setoran uang keamanan. Maka di Indonesia, memanasnya politik yang terjadi pasca reformasi 1998 tentu juga akan sarat dengan kepentingan asing. Isu banjirnya tenaga kerja China, sangat terlihat di semen Anhui Conch Kalimantan Selatan. Jika 15 juta ton pabrik Semen Anhui Conch beroperasi di Indonesia, maka berapa ribu tenaga kerja China yang akan bekerja di perusahaan tersebut. 

Seiring politik agresif China di Laut China Selatan tentu keberadaan Tenaga Kerja Asing dari China bisa menjadi salah satu ancaman keamanan nasional. Lalu beralihnya kekuatan tempur Amerika Serikat dan membangun pangkalan baru di Darwin Australia untuk membackup pangkalan yang ada di Singapura tentu akan menjadi ancaman disintegrasi pula. Apalagi agen-agen USA sudah dikenal punya jejak permainan di Indonesia. Ingat, peristiwa jatuhnya Sukarno yang disinyalir salah satunya adalah akibat dari agen-agen CIA yang mendukung naiknya penguasa baru di Indonesia.

Konflik Semen Rembang yang masif, tentu saja tidak bermakna sekeder persaingan industri semen. Upaya melemahkan kemampuan Semen Indonesia di pasar Jawa, adalah tujuan dari konflik Semen Rembang yang sudah memakan nyawa penduduk Pati saat aksi menolak Semen Rembang di Istana Negara. Bahwa publik Indonesia jangan terjebak bahwa persoalan Semen Rembang sebatas persaingan bisnis, tetapi ada juga aspek politik dan ancaman keamanan nasional. Lalu mengapa ada organ negara seperti Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang seolah-olah ikut barisan menolak pabrik Semen Rembang? 

Intimnya Teten Masduki dan intensnya dalam memberikan peluang ke Gunretno warga Pati yang menolak Semen Rembang akses ke Istana Negara dan Jokowi menunjukkan negara sudah terkontaminasi. Begitupula kebijakan Kementerian LHK Siti Nurbaya yang seolah-olah hanya menghakimi aspek lingkungan Semen Indonesia di Rembang, padahal persoalan karst tidak hanya di Rembang, menunjukkan lembaga negara yang seharusnya meletakkan kepentingan negara telah berubah menjadi bagian skenario asing melemahkan Indonesia.

Seandainya Presiden Sukarno hidup kembali, tentu beliau akan sangat marah dan terpukul bahwa cita-cita kemerdekaan “BERDIKARI” Berdiri diatas kaki sendiri, kemandirian bangsa sudah tidak ada lagi. Indonesia kembali telah dijajah Asing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun