Melihat apa yang terjadi di Suriah, bahwa perusahaan asing beralifiasi dengan pemberontak ISIS dengan mendukung melalui setoran uang keamanan. Maka di Indonesia, memanasnya politik yang terjadi pasca reformasi 1998 tentu juga akan sarat dengan kepentingan asing. Isu banjirnya tenaga kerja China, sangat terlihat di semen Anhui Conch Kalimantan Selatan. Jika 15 juta ton pabrik Semen Anhui Conch beroperasi di Indonesia, maka berapa ribu tenaga kerja China yang akan bekerja di perusahaan tersebut.
Seiring politik agresif China di Laut China Selatan tentu keberadaan Tenaga Kerja Asing dari China bisa menjadi salah satu ancaman keamanan nasional. Lalu beralihnya kekuatan tempur Amerika Serikat dan membangun pangkalan baru di Darwin Australia untuk membackup pangkalan yang ada di Singapura tentu akan menjadi ancaman disintegrasi pula. Apalagi agen-agen USA sudah dikenal punya jejak permainan di Indonesia. Ingat, peristiwa jatuhnya Sukarno yang disinyalir salah satunya adalah akibat dari agen-agen CIA yang mendukung naiknya penguasa baru di Indonesia.
Konflik Semen Rembang yang masif, tentu saja tidak bermakna sekeder persaingan industri semen. Upaya melemahkan kemampuan Semen Indonesia di pasar Jawa, adalah tujuan dari konflik Semen Rembang yang sudah memakan nyawa penduduk Pati saat aksi menolak Semen Rembang di Istana Negara. Bahwa publik Indonesia jangan terjebak bahwa persoalan Semen Rembang sebatas persaingan bisnis, tetapi ada juga aspek politik dan ancaman keamanan nasional. Lalu mengapa ada organ negara seperti Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang seolah-olah ikut barisan menolak pabrik Semen Rembang?
Intimnya Teten Masduki dan intensnya dalam memberikan peluang ke Gunretno warga Pati yang menolak Semen Rembang akses ke Istana Negara dan Jokowi menunjukkan negara sudah terkontaminasi. Begitupula kebijakan Kementerian LHK Siti Nurbaya yang seolah-olah hanya menghakimi aspek lingkungan Semen Indonesia di Rembang, padahal persoalan karst tidak hanya di Rembang, menunjukkan lembaga negara yang seharusnya meletakkan kepentingan negara telah berubah menjadi bagian skenario asing melemahkan Indonesia.
Seandainya Presiden Sukarno hidup kembali, tentu beliau akan sangat marah dan terpukul bahwa cita-cita kemerdekaan “BERDIKARI” Berdiri diatas kaki sendiri, kemandirian bangsa sudah tidak ada lagi. Indonesia kembali telah dijajah Asing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H