Menyakiti Diri Untuk Raih Simpati Publik
Cara untuk mendapatkan simpati publik bahkan penguasa adalah dengan aksi menyakiti diri sendiri seperti: membakar diri, aksi tidak makan dan lainnya. Padahal aksi seperti tersebut selain membahayakan diri sendiri juga melanggar hukum. Apa itu “aksi yang sengaja menyakiti diri sendiri dapat dijatuhi hukuman percobaan bunuh diri”. Hal inilah yang mengakhiri aksi perempuan India Irom Chanu Sharmila yang selama 16 tahun melakukan aksi mogok makan sebagai protes kepada Pemerintah. Aksi tidak mendapatkan simpatik, malah akan berakhir di penjara.
Aksi mengecor kaki di Istana Negara tanggal 14 Maret 2016 yang dilakukan secara terorganisir oleh 20 orang tentu adalah aksi kejahatan percobaan bunuh diri secara terorganisir. Jika aksi tersebut kemudian menjadi dasar Pemerintahan Jokowi untuk melanggar aturan hukum yang ada dengan dalih kemanusiaan, tentu aksi serupa yang bisa saja dilakukan oleh 3.000 pekerja Pabrik Semen Rembang yang sudah di PHK karena pabrik tutup sejak bulan Januari 2017,
melakukan aksi mogok makan di depan Istana Negara. Lalu apakah dengan cara memaksakan kehendak seperti ini akan didukung oleh Pemerintah? Maka yang terjadi adalah “Demokrasi Anarkis di Indonesia”... Tentu sebagai negara hukum, mesti meletakkan hukum sebagai panglima. Sebagai negara berdasarkan konstitusi, maka segala tindakan Pemerintah harus sesuai dengan regulasi yang ada. Apakah “Negara akan dikalahkan LSM”, apakah “rakyat akan dikalahkan penghianat rakyat”?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H