Legacy Tempo Doeloe : Puhung Goreng Dinoyo Malang
Tgl 7 Januari 2025 dini hari aku sudah kembali ke kota Malang. Syukurlah cuaca bagus di area stasiun Malang, begitu pula dengan daerah Merjosari dimana aku tinggal. Adrian yang membukakan pintu untukku langsung bilang mau bobo lagi, karena masih dini hari. Aku pun sama, meski sudah tiduran di kereta. Itu kan bukan kasur, melainkan kursi duduk yang berisi busa kenyal bahkan sedikit lebih keras dari itu. Maka aku pun bobo lagi menyusul si bontot. Kasur empuk masalahnya. He .. He ..
Aku terbangun ketilka Mentari mulai meninggi. Tanpa ba bu lagi akupun segera mandi, karena minum secangkir Kopi Panas dan isi perut adalah yang terpenting pagi itu, kemudian menelpon beberapa mahasiswa yang sempat janjian sama aku untuk menarasikan sesuatu yang menarik di kota Malang.
Boro-boro narasi. Sorry, lagi nggak enak badan Pak. Baiklah, lain kali aja ya setelah menghubungi saya terlebih dahulu. Akupun ngelencer ke Wak Abu Coffee. Biasa minum kopi tubruk Dampit agar badan agak stabil, nggak lagi sempoyongan seperti turun dari kereta jarak jauh dini hari tadi.
Tengah hari barulah aku ke BTPN, Â karena itulah sisa ngolu-ngoluku, meminjam istilah Batak Toba. Setelah itu lanjut ke Bottle Ink beli sekadar Heineken dingin sebotol. Pengennya sih 2 botol. Tapi ntar dululah, tunggu pasukanku datang dari Jakarta.
Dari BTPN ntah kenapa aku mampir ke rombong atau gerobak dagangnya Pak Slamet dan Ibu di Dinoyo persis di depan Persada Supermarket. Maklumlah ketika mau ke Jakarta sebelum 23 Desember tahun lalu, aku sempat beberapa kali ke rombong Puhung Gorengnya, tapi tutup mulu. Mungkin pulang kampung atau ada kesibukan lain. Tak mungkin Pak Slamet dan Ibu yang lagi viral ini meninggalkan dagangannya begitu saja, dimana Puhung Gorengnya terjual kotor 300 Kg sejak buka Pk 15.00 hingga Pk 22.00 atau paling telat Pk 23.000 jelang tengah malam.
Puhung Goreng adalah penamaan khas Jawa termasuk Malang untuk ubi goreng entah dimanapun itu di Nusantara. Yang membedakan kalau sudah disebut Puhung Goreng, itu sudah pasti bahan bakunya adalah Puhung atau Ubi Keju atau Ubi spesial yang pasti empuk dan tidak lagi seperti kayu kalau sudah direbus, dan kemudian digoreng.
Sayangnya kalau kita-kita orang yang belanja ke pasar, maka terpaksa harus mengiyakan kecap si pedagang yang menyatakan bahwa ubi itu adalah ubi keju. Tapi nyatanya setelah direbus, hanya kl 20% Â saja yang empuk dan selebihnya adalah ubi kayu yang tetap kayu dan tak bisa nyaman dimakan ataupun dikunyah.
Kali ini Pak Slamet dan Ibu sudah ada. Kemana aja pak akhir tahun lalu. Oh, kami lagi ada acara keluarga Pak, maka tak buka akhir Desember lalu. Masalahnya orang rumah nanyakan terus, mana puhung gorengnya Pak Slamet dan Ibu yang enak itu, sahutku. Kedua suami-isteri yang berusia belum sampai 50 tahun itu, tertawa berderai mendengar celotehku. Ya sudah, sekarang saya dan Ibu kan sudah ada lagi. Baik saya bungkusin nanti pak, kata Slamet.
Oya Pak Slamet, bagaimana anda meracik ubi kayu ini menjadi Puhung Goreng yang enak seperti sekarang dan kemarin-kemarin. Tuh Lihat belum selesai gorengan pertama, yang antri  sudah banyak.
Meraciknya sederhana saja pak. Ubi kayu yang sudah dipotong-potong ini digoreng dulu sampai terlihat sedikit kuning. Habis itu ya dicemplungkan  ke dalam air hangat yang sudah diaduk bersama bawang antara satu -- satu setengah Kg, dan garam secukupnya. Kalau sudah rata, ubi-ubi itu dicemplungin ke adonan, dan beberapa waktu kemudian sudah bisa digoreng sampai berwarna coklat muda.
Kalau soal ubi, memang harus ubi pilihan, yatu ubi keju, kalau bukan itu tetap saja bukan puhung goreng namanya, sebab akan keras saja dan tak mampu menyerap rempah-rempah dalam adonan kita. Begitu.
Luarbiasa sesederhana itu, tapi tentu harus diolah dengan hati dan bukan sekadar resep yang sudah diujicoba dan berhasil. Coba Ubi Jepang, begitu populernya disini tapi sesungguhnya biasa-biasa saja. Negeri ini mempunyai banyak tanaman ubi kayu dan ubi jalar, tapi yang sampai ke hotel bintang keqnya baru puhung goreng ala Pak Slamet ini.
Saya pikir sudah saatnya dinas-dinas teknis memperkenalkan bibit ubi kayu keju ini. Kalau nggak di samping warga luas tak mengenalnya dengan baik, juga para UMKM yang bergelut di bidang seperti yang dikerjakan Pak Slamet dan Ibu sekarang ini, ya nggak bakal kebagian apapun dari sektor pariwisata. Saya lihat Splendid Inn melalui Resto Melati di grupnya menjadikan puhung goreng semacam ini jadi kudapan utama resto, dengan pengolahan yang lebih cermat lagi tentunya. Juga saya lihat Caf Sontoloyo di Joyoagung raya sudah memperkenalkannya, demikian juga Wak Abu Coffee di Simpang Gajayana, belum lagi Mbah Lanang Coffee di Simpang Ijen, dan Lontjeng Coffee di Kajoetangan.
Penganan dan kudapan tradisional sejauh kita mau menggalinya kembali dan memberikan Inovasi secukupnya pastilah menarik. Lihat misalnya Nasi Empok atau Nasi Jagung, lihat juga Sate Komoh di Sontoloyo dst. Cukup banyak yang memperkenalkannya. Tapi kalau hanya sekadar memperkenalkan ya kurang menggigit, tapi tentu harus berani menginovasi lebih jauh bagaimana agar penganan dan kudapan legacy tempo doeloe ini jadi menggigit dan layak dikonsumsi para pelancong yang datang ke Malang raya dan ke obyek-obyek wisata lainnya di seantero Nusantara.
Perspektif Pariwisata dan Perekonomian Nasional
Potensi Penganan Tradisional sebagai Daya Tarik Pariwisata
Kudapan seperti puhung goreng (ubi goreng) adalah penganan tradisional yang tidak hanya mencerminkan cita rasa lokal, tetapi juga memanfaatkan bahan baku asli Indonesia. Ini menjadikannya simbol otentisitas kuliner yang sangat menarik bagi wisatawan.
Turis, baik lokal maupun mancanegara, sering mencari pengalaman autentik, termasuk dalam hal kuliner. Kehadiran puhung goreng di restoran seperti Splendid Inn dan kafe lokal menunjukkan bahwa makanan tradisional memiliki peluang besar untuk diangkat ke level yang lebih tinggi dengan inovasi dalam penyajian dan kualitas.
Ubi Jepang atau ubi impor lainnya sering kali dianggap lebih unggul, tetapi dengan branding, inovasi, dan penyajian yang tepat, ubi keju lokal bisa menjadi ikon kuliner yang bersaing di pasar global.
Strategi Inovasi dan Branding
Puhung goreng adalah ubi yang digoreng dengan teknik khas. Namun, peluang inovasi terbuka lebar, seperti menambahkan rasa modern (misalnya, cokelat, keju, rempah-rempah), pengemasan premium, atau kreasi hidangan baru berbasis puhung goreng.
Menjadikan puhung goreng sebagai bagian dari "Identitas Kuliner Malang". Branding ini dapat diperluas hingga mencakup bahan baku lokal (ubi keju), teknik pengolahan, dan cerita di balik resep keluarga seperti milik Pak Slamet.
Peran UMKM dan Pengembangan Ekonomi Lokal
Usaha seperti milik Pak Slamet dapat diberdayakan sebagai model bisnis bagi UMKM lainnya. Pemerintah atau dinas terkait bisa memfasilitasi pelatihan, pendanaan, dan promosi untuk membantu UMKM lokal tumbuh.
Dengan meningkatkan produksi ubi keju, petani lokal dapat diberdayakan. Pengelolaan rantai pasokan yang baik akan memastikan bahan baku berkualitas tinggi tersedia secara konsisten, mengurangi ketergantungan pada impor.
Dari sisi ekonomi, pengembangan kuliner tradisional berdampak pada berbagai sektor, seperti pertanian, logistik, industri pengolahan makanan, dan pariwisata. Ini menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan daerah.
Peluang Promosi dan Kebijakan Pemerintah
Pemerintah daerah dan dinas pariwisata perlu aktif mempromosikan penganan lokal seperti puhung goreng di acara wisata kuliner, festival makanan, atau sebagai bagian dari "paket wisata Malang Raya".
Penyebaran bibit ubi keju berkualitas tinggi melalui program pertanian berkelanjutan adalah langkah penting untuk memastikan pasokan ubi yang sesuai standar.
Memberikan subsidi atau insentif kepada UMKM kuliner tradisional yang menggunakan bahan baku lokal, mempekerjakan masyarakat sekitar, dan inovatif dalam pengolahan produknya.
Konteks Nasional dan Relevansi Global
Penganan tradisional seperti puhung goreng memiliki potensi untuk menjadi bagian dari "warisan kuliner nasional". Ini dapat menyaingi makanan internasional seperti croissant Perancis atau Mochi Jepang jika dipromosikan secara strategis.
Dengan pengemasan modern dan teknologi pengawetan, produk seperti puhung goreng dapat diekspor, memperkenalkan makanan Indonesia ke pasar global.
Rekomendasi
Kolaborasi dengan Akademisi dan Chef. Melibatkan akademisi kuliner dan chef profesional untuk mengembangkan resep tradisional yang lebih menarik bagi selera modern.
Digitalisasi dan Pemasaran Online. Memanfaatkan platform digital untuk menjual produk secara lebih luas, baik untuk pasar domestik maupun internasional.
Kemitraan dengan Hotel dan Restoran. Memperluas distribusi kudapan tradisional ke hotel bintang lima dan restoran, menempatkannya sebagai bagian dari pengalaman wisata premium.
Dengan pendekatan strategis yang melibatkan inovasi, branding, dan kolaborasi lintas sektor, puhung goreng dan penganan tradisional lainnya dapat menjadi katalisator bagi pengembangan pariwisata lokal dan perekonomian nasional.
Joyogrand, Malang, Tue', Jan' 07, 2025.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H