IHSG Diprediksi Melemah Awal Pekan Ini Jelang Pertemuan The Fed
Valdy Kurniawan Head of Research Phintraco Sekuritas (Phintas), sebagaimana dikutip Fortune edisi 16 Desember 2024 mengatakan reli indeks-indeks Wall Street berakhir. Misalnya, indeks bluechip, DJIA, yang melemah 1,8 persen pada pekan lalu. Pelemahan tersebut terindikasi dipicu oleh kecenderungan "cash is king" seiring penguatan USD Index menyusul pemangkasan suku bunga ECB dan Bank Sentral Swiss di pekan lalu.
Pasar tampaknya menantikan keputusan the Fed dalam FOMC pada 18 Desember 2024 sebagai katalis atau validasi untuk melakukan window dressing di pekan terakhir 2024. Sebelum FOMC tersebut, terdapat potensi rotasi obligasi, menyusul kenaikan U.S. 10-year bond yield ke atas 4,4 persen pada Jumat 13 Desember ybl.
Menurut Valdy, kondisi itu berpotensi kembali menekan IHSG, khususnya di awal pekan ini. Potensi capital outflow diperkirakan cukup kuat pada awal pekan ini. Akan tetapi, sentimen kemungkinan berbalik pasca pengumuman hasil FOMC (18/12), katanya dalam riset harian.
Sementara itu, nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif di kisaran Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan ini. Data kinerja ekspor impor diperkirakan tidak akan berpengaruh signifikan, mengingat pertumbuhan nilai ekspor di Nopember 2024 diperkirakan melambat dibanding Oktober 2024.
Pergerakan IHSG di awal pekan juga akan dipengaruhi oleh respon pasar terhadap data ekonomi China, diantaranya harga properti, investasi aset tetap, produksi industri, penjualan ritel dan tingkat pengangguran. Investasi diperkirakan melanjutkan pemulihan mengantisipasi potensi peningkatan demand ditopang rencana stimulus di 2025.
Phintas memproyeksikan IHSG hari ini bergerak di antara support 7.280, pivot 7.350, dan resisten 7.430. Daftar saham pilihan mereka, meliputi MIDI, MYOR, ICBP, DOID, ARTO, dan ADRO. Lebih lanjut, secara bulanan, Pilarmas Investindo Sekuritas menilai, IHSG berpeluang menguat terbatas pada Desember ini. Dengan potensi kenaikan di antara support 7.000 dan resisten 7.500. Itu mengindikasikan kans penguatan sebesar 90 persen dengan rata-rata pengembalian 2,82 persen.
Perkembangan baru tersebut di atas, memastikan bahwa Amerika tetaplah patokan dalam pentas keuangan global, menyusul China.
Perkembangan terurai di atas menunjukkan dinamika pasar keuangan global yang kompleks, dengan fokus pada kebijakan moneter The Fed, pengaruh ekonomi AS, dan kebijakan ekonomi China sebagai dua kekuatan utama yang mempengaruhi sentimen pasar global, termasuk Indonesia.
Sentimen pasar global dan kebijakan The Fed
Pelemahan indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) sebesar 1,8% pekan lalu menandakan aksi ambil untung (profit-taking) setelah reli sebelumnya. Ini juga memperlihatkan pengaruh meningkatnya preferensi "cash is king," didorong oleh penguatan USD Index.
Pasar saat ini dalam mode "wait-and-see" terhadap keputusan suku bunga The Fed. Jika The Fed memberikan sinyal hawkish (menaikkan atau mempertahankan suku bunga tinggi), ini berpotensi memperkuat USD dan menekan pasar saham global, termasuk IHSG. Sebaliknya, jika ada sinyal dovish (pelonggaran), pasar bisa berbalik optimis dengan memanfaatkan peluang window dressing di akhir tahun.
Pasar obligasi dan capital outflow
10-year bond yield yang naik di atas 4,4% mencerminkan tekanan inflasi dan ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap tinggi. Ini membuat aset berisiko seperti saham kurang menarik dibandingkan obligasi AS, yang lebih stabil dan memberikan imbal hasil tinggi. Alhasil, capital outflow dari pasar negara berkembang seperti Indonesia berpotensi meningkat.
Dinamika domestic : IHSG dan Rupiah
Di awal pekan ini, IHSG diperkirakan melemah akibat kombinasi sentimen negatif dari Wall Street; capital outflow karena rotasi aset menuju obligasi AS; data ekspor-impor Indonesia yang diproyeksikan stagnan atau melemah.
Rupiah yang diperkirakan bergerak di kisaran Rp 16.000/dolar AS menunjukkan pelemahan terhadap dolar. Hal ini disebabkan oleh penguatan dolar AS dan sentimen global yang kurang mendukung aset negara berkembang.
Peran China dalam menentukan sentimen pasar
Fokus pada indikator seperti harga properti, investasi aset tetap, produksi industri, dan penjualan ritel mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap daya tahan pemulihan ekonomi China.
Harapan terhadap stimulus ekonomi di China tahun depan bisa memberikan sentimen positif jangka menengah, tetapi dampaknya mungkin baru dirasakan setelah pasar mendapatkan kejelasan kebijakan lebih lanjut.
Prospek IHSG dan saham pilihan
Secara teknikal, IHSG diproyeksikan bergerak di antara support 7.280 dan resistance 7.430 dengan kecenderungan melemah jangka pendek. Namun, secara bulanan, ada peluang penguatan terbatas dengan target hingga resistance 7.500, didukung oleh potensi window dressing.
Saham-saham seperti MIDI, MYOR, ICBP, DOID, ARTO, dan ADRO dipilih dengan mempertimbangkan sektor konsumsi, komoditas, dan teknologi, yang masih memiliki daya tarik di tengah volatilitas pasar.
Kebijakan moneter AS dan dinamika pasar obligasi tetap menjadi penggerak utama sentimen global. Dalam jangka pendek, sikap hawkish dari The Fed dapat memperburuk tekanan pada pasar saham global.
Data ekonomi dan rencana stimulus China adalah variabel kunci yang dapat mengimbangi dominasi pengaruh AS, terutama bagi negara-negara berkembang.
Dalam jangka pendek, investor perlu berhati-hati terhadap pelemahan IHSG akibat sentimen global.
Fokus pada saham defensif atau sektor yang tahan terhadap volatilitas tinggi.
Memanfaatkan peluang beli saat koreksi untuk mengantisipasi penguatan akhir tahun melalui window dressing.
Dengan kata lain, meskipun AS tetap menjadi patokan utama, peran China sebagai pengimbang strategis semakin penting dalam membentuk dinamika pasar global, terutama bagi ekonomi negara berkembang seperti Indonesia.
Lihat :
https://www.investopedia.com/terms/c/cash-is-king.asp
Joyogrand, Malang, Mon', Dec' 16, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H