Gladiator II adalah kelanjutan yang sah dari film pertama, memadukan elemen-elemen cerita yang epik dengan nilai produksi tinggi yang kita harapkan dari Ridley Scott. Namun, tidak dapat dipungkiri di balik upaya cerita, aspek komersial tentu memainkan peran besar, mengingat Gladiator pertama adalah salah satu film dengan penghasilan tinggi dan penerima berbagai penghargaan, dan sekuelnya tentu diharapkan dapat mengulang atau bahkan melampaui keberhasilan tersebut.
Di bagian khusus katakanlah begitu. Ada sesuatu yang samasekali baru dan sangat menghibur dalam film ini, yaitu pertarungan Hanno dkk dengan binatang animasi yaitu kera raksasa, lalu dilanjut dengan seorang Gladiator perkasa yang menunggang Badak raksasa. Binatang animatif ini bisa dihidupan sedemikian rupa seakan binatang sungguhan, dan kengerian demi kengerian kita lihat dalam pertarungan dan berakhir dengan kemenangan sang juara yaitu Hanno.
Bagian yang menampilkan pertarungan Hanno melawan binatang animasi seperti kera raksasa dan gladiator yang menunggang badak raksasa jelas memberikan kejutan baru yang menghibur dalam Gladiator II. Kehadiran binatang animatif ini menunjukkan evolusi dalam cara sinema sejarah menyajikan elemen fantasi yang sekaligus menggugah dan menghibur. Teknologi CGI modern memungkinkan binatang-binatang animasi ini terlihat begitu hidup dan nyata, sehingga memberikan pengalaman sinematik yang mendalam bagi penonton. Kita dapat merasakan ketegangan dan intensitas dalam adegan-adegan pertarungan ini, yang diwarnai dengan aksi dan kengerian khas yang memacu adrenalin.
Respons yang alami terhadap adegan ini adalah kekaguman terhadap kemajuan teknologi visual, serta kepuasan terhadap penyegaran cerita yang tetap menghormati dunia Gladiator, tetapi membawa penonton ke dalam dimensi baru. Elemen aksi dan fantasi ini menambah lapisan hiburan yang berbeda dari kisah aslinya, memperkaya pengalaman tanpa harus lepas dari esensi dasar film tersebut. Momen kemenangan Hanno menambah unsur heroik yang ikonik, dan berhasil menyorot kekuatan karakter dalam menghadapi ketakutan dan tantangan yang mengerikan. Bagian ini tidak hanya menghibur tetapi juga menunjukkan betapa epik dan megahnya kisah yang diangkat dalam Gladiator II, sehingga menarik perhatian generasi baru yang mungkin belum mengenal Gladiator pertama.
Lalu untuk mengenang pertempuran laut armada Romawi ada juga adu kekuatan dan strategi yang memukau yaitu pertarungan antara Hanno dkk Vs Gladiator lain, Dimana dua grup yang dipertarungkan ini menggunakan kapal perang khas Romawi. Uniknya Colloseum dibanjiri air yang berisi Ikan Hiu yang haus darah. Dan ini pun dimenangkan oleh sang juara yaitu Hanno dkk.
Jujur, adegan pertempuran laut di Colosseum yang dibanjiri air, lengkap dengan kapal perang Romawi dan hiu-hiu ganas, menghadirkan elemen spektakuler yang sangat inovatif dan mengesankan dalam Gladiator II. Pertarungan ini memberikan kejutan segar yang memadukan sejarah dengan imajinasi modern. Pemandangan Colosseum yang berubah menjadi arena laut buatan tidak hanya memperlihatkan kemegahan arsitektur Romawi, tetapi juga menunjukkan betapa jauh imajinasi para pembuat film dalam menggambarkan hiburan brutal khas Romawi kuno.
Adu strategi dan kekuatan di atas kapal perang Romawi ini memberikan intensitas lebih karena para gladiator tidak hanya harus bertahan dari lawan mereka, tetapi juga menghadapi bahaya hiu-hiu haus darah yang berenang di sekeliling mereka. Ini mengingatkan kita pada kegilaan dan kebrutalan hiburan Romawi kuno, di mana para gladiator tidak hanya bertarung untuk kemenangan, tetapi juga melawan kondisi yang sangat mematikan. Adegan ini menonjolkan daya tarik visual dan dramatis yang tidak terduga, di mana bahaya tidak hanya datang dari musuh manusia, tetapi juga dari kekuatan alam dan hewan buas yang mematikan.
Kemenangan Hanno dalam pertarungan laut ini bukan hanya menggambarkan keberanian dan keahliannya dalam strategi, tetapi juga memperkuat karakternya sebagai sosok yang pantang menyerah dan beradaptasi dalam kondisi ekstrem. Bagian ini tidak hanya menambah elemen epik, tetapi juga menjadi penghormatan pada kebiasaan brutal Romawi kuno dalam menciptakan tontonan ekstrem yang tidak pernah lepas dari intrik, adrenalin, dan hiburan bagi para penonton. Adegan ini membuktikan Gladiator II bukan sekadar sekuel biasa, tetapi sebuah usaha untuk memperluas pengalaman sinematik ke level baru yang lebih intens dan inovatif.
Sampailah kita pada refleksi akhir bahwa pada zaman Romawi kuno sudah ada kecenderungan kekuasaan yang korup bahkan bejat, sehingga bagi kalangan idealis mulai dari Kaisar Marcus Aurelius, hingga Jenderalnya Maximus yang sudah dianggap sebagai anak kandung penerusnya. Itu semua disesalkan keduanya. Yang tragis Marcus Aurelius justeru dihabisi anaknya sendiri Commodus, dan Maximus yang dicemburui Commodus, kemudian anak-isterinya dihabisi oleh pasukan Romawi versi Commodus, tapi Lucius anaknya dari Lucilla yang masih kecil itu berhasil melarikan diri dan setelah dewasa kemudian berubah nama menjadi Hanno..Dia yang tak pernah lepas dari bayangan Kakeknya yang agung dan Ayahnya yang sangat terhormat, kembali ke Impian Kakek dan Ayahnya, yaitu mewujudkan Romawi yang adil bagi semua orang. Ia sendiri hampir menghabisi Jenderal Acacius yang adalah ayah tirinya. Hal tragis lainnya kaisar kembar yang gila itu pun (Geta dan Caracalla) mati di tangan Macrinus si juragan Gladiator. Dan banyak lagi tragedi lainnya.
Apakah tragedi Romawi ini mencerminkan dua sisi dari satu mata uang, yaitu sisi kekuasaan-ambisi korup dan sisi Human dignity yaitu mempertahankan kehormatan.
Ya, tragedi yang digambarkan dalam Gladiator II mencerminkan konflik abadi antara ambisi kekuasaan yang korup dan kehormatan manusia (human dignity) yang terus diperjuangkan oleh segelintir tokoh idealis. Pada zaman Romawi kuno, kekuasaan sering kali identik dengan intrik politik, ambisi pribadi, dan pengkhianatan, seperti yang terlihat dari karakter Commodus yang tidak segan membunuh ayahnya sendiri, Marcus Aurelius, demi mengamankan takhta. Komitmen Marcus terhadap pemerintahan yang adil bagi rakyatnya terbentur dengan ambisi pribadi anaknya, memperlihatkan betapa ide-ide mulia seringkali tergilas dalam praktik kekuasaan yang kejam dan korup.