Menimbang Debat Publik Pertama Pilwalkot Malang Menuju Debat Kedua Malam Ini
Hari ini, Sabtu 9 Nopember debat publik kedua Pemilihan Walikota dan Wakil Wali Kota  Malang Tahun 2024 dihelat di Hotel Grand Mercure Malang Mirama. Tema kali ini cukup menarik.
Tema debat kedua ditentukan sesuai isu relevan, yaitu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan menyelesaikan persoalan daerah' temanya itu.
Debat publik kedua ini juga dapat disaksikan seluruh warga Kota Malang secara live. Baik di stasiun televisi maupun channel youtube. Debat akan dimulai Pukul 19.30 WIB.
Debat Publik masih akan dilaksanakan satu kali lagi, yaitu Debat Publik ketiga akan dilaksanakan pada 20 November 2024 mendatang, bertempat di Harris Hotel. Ini adalah salah satu ruang bagi semua paslon Pilwali Kota Malang untuk benar-benar beradu visi misi. Harapannya masyarakat bisa menilai sendiri siapa yang terbaik.
Debat pertama sebelumnya dilakukan pada 26 Oktober 2024 ybl. Tema yang diangkat saat itu adalah "Meningkatkan Ksejahteraan Masyarakat dan Memajukan Daerah". Kesemua tema debat ini sudah sejalan dengan arahan PKPU No 13/ Tahun 2024.
Pada debat pertama kita masih ingat bagaimana dinamika perdebatan itu sendiri. Misalnya Pasangan Wali (Wahyu-Muthohirin) didominasi gaya birokrat, Paslon 02 (HC-Ganis) dengan gaya anak muda yang visioner dan Paslon 03 (Abadi) dengan gaya orangtua yang sudah makan asam garam pengalaman hidup.
Dalam soal kesenjangan sosial Paslon 02 mewarning tentang Gini Ratio sebesar, 0,25 yang hancur-hancuran di kota Malang yang kini berpopulasi kl 1.100.000, dimana Kota Malang berada di urutan pertama ketimpangan pendapatan di Jawa timur.
Sepertinya Ketiga Paslon bisa menjawab persoalan yang dilontarkan Paslon 02 ini, yang berbeda hanyalah sudut pandangnya saja. Misalnya Paslon 01 kembali mengagung-agungkan pencapaian pengentasan kemiskinan di kota Malang, yang kata Wahyu (pernah jadi Plt Walikota Malang selama kuranglebih 10 bulan), bahwa angka kemiskinan itu justeru menurun dari tahun ke tahun. Sedangkan Paslon 03 menjawab bahwa mereka merasa kecewa dengan jawaban Paslon 01, karena itu tak sesuai fakta. Apa yang sudah dirintis Abah Anton ketika menjadi Walikota Malang periode 2013-2018 justeru banyak ditinggalkan, maka tak heran Gini Rationya seperti itu. Dan jawaban Paslon 03 ini diiyakan oleh Paslon 02, dengan menyentil jangan terlalu mengagung-agungkan pencapaian yang tak pernah terbukti. Itu maka kami akan berusaha mengentaskan kemiskinan kalau kami terpilih dalam Pilkada sekarang, ujar Paslon 02.
Debat kedua Pilkada Kota Malang malam ini akan menjadi arena penting untuk menilai kapabilitas tiap pasangan calon (paslon) dalam menangani isu-isu pelayanan publik dan penyelesaian masalah daerah. Dengan tema yang ditetapkan, yaitu "meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan menyelesaikan persoalan daerah," debat ini akan menyoroti kemampuan calon untuk berinovasi dalam tata kelola pemerintahan kota serta komitmen mereka terhadap penanganan persoalan-persoalan yang dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama soal kesenjangan sosial dan ekonomi.
Pada debat pertama, ketiga paslon menonjolkan gaya unik yang mewakili latar belakang masing-masing.
Pasangan Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin (Wali) mengusung gaya birokratis yang terstruktur, menunjukkan pengalaman administrasi pemerintah. Fokus mereka pada pencapaian pengentasan kemiskinan selama Wahyu menjabat sebagai Plt Wali Kota memperlihatkan keyakinan mereka terhadap birokrasi yang stabil dan terukur.
Pasangan Heri Cahyono-Ganis Rumpoko (HC-Ganis) menampilkan gaya yang lebih modern dan visioner, dengan kepekaan pada isu sosial dan ekonomi, terutama soal ketimpangan pendapatan. Pasangan ini mengangkat Gini Ratio Kota Malang yang dianggap cukup serius dan menjadi peringatan bagi pemerintah kota. Ini mencerminkan fokus mereka pada peningkatan pemerataan ekonomi dan peluang untuk generasi muda serta masyarakat rentan.
Pasangan Abah Anton-Dimyati Nasrallah (Abadi) mengedepankan pengalaman Anton sebagai mantan walikota yang telah "makan asam garam" dalam urusan pemerintahan daerah. Paslon ini juga mengkritik capaian paslon 01, terutama klaim kemajuan yang dinilai belum terefleksi dalam kesejahteraan warga.
Secara substansial, debat pertama menunjukkan perbedaan perspektif antara paslon yang lebih mengandalkan pengalaman pemerintahan (Wali dan Abadi) dan paslon yang menyoroti pendekatan visioner (HC-Ganis). Dengan HC-Ganis menekankan ketimpangan ekonomi, ada penekanan bahwa pembangunan bukan hanya soal angka penurunan kemiskinan, tetapi juga pemerataan kesejahteraan. Kritik ini juga mengarah pada Wali yang menyoroti keberhasilan birokrasi dalam menekan angka kemiskinan, yang menurut Abadi dan HC-Ganis tidak sepenuhnya mencerminkan realita sosial di Kota Malang.
Pada debat kedua malam ini, akan menarik untuk melihat bagaimana tiap paslon menawarkan solusi konkrit untuk perbaikan pelayanan publik, termasuk dalam hal akses layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur yang merata; menyikapi ketimpangan sosial ekonomi yang dianggap serius oleh HC-Ganis. Ini juga mengharuskan paslon menunjukkan rencana yang terukur untuk meratakan pendapatan dan kesempatan ekonomi; membuktikan kemampuan komunikasi dan pemahaman masalah sosial kota. Ini penting untuk membangun kepercayaan publik, terutama dalam merealisasikan janji-janji yang diangkat saat kampanye.
Dengan tema debat yang mengharuskan solusi, warga Kota Malang bisa mengharapkan pernyataan programatik dan taktis dari para kandidat. Ini akan menjadi ujian apakah mereka mampu melampaui retorika dan menunjukkan komitmen nyata pada peningkatan pelayanan publik dan penyelesaian persoalan daerah.
Dalam debat kedua ini Paslon Abadi sepertinya akan memastikan dirinya sebagai unggulan untuk menjadi Walikota Malang. Dalam debat pertama, Anton sudah sampai pada pendekatan bagaimana melayani rakyat secara langsung, dan bukannya membabi-buta akan membantu RT/RW sekota Malang yang dijanjikan akan mendapat bantuan sebesar Rp 50 Juta setiap tahunnya apabila Paslon 01 terpilih.
Pendekatannya bukan begitu, tapi bagaimana kita semakin mendekatkan pelayanan publik yang sesungguhnya di tingkat RT/RW. Kalau ada warga yang sakit darurat misalnya, anytime mereka bisa memanggil Puskesmas, dan pihak Puskesmas akan menjemputnya dengan segera. Demikian pula pelayanan lainnya. Intinya kita harus menjemput bola, bukannya ngasi duit lalu kabur dan melupakan rakyat. Tugas pemerintah bukannya minta dilayani rakyat, tapi bagaimana melayani rakyat dengan cara menjemput bola.
Paslon Abadi (Abah Anton-Dimyati) tampaknya ingin menunjukkan komitmen mendalam terhadap pelayanan publik yang responsif dan berbasis kebutuhan nyata warga. Pendekatan Anton yang menekankan pada "menjemput bola" memperlihatkan pemahaman yang cukup mendalam tentang kebutuhan pelayanan publik yang aktif dan adaptif, terutama di tingkat paling dasar, yakni RT/RW. Alih-alih hanya memberikan bantuan finansial yang bisa dianggap sebagai solusi instan tapi mungkin kurang berdampak jangka panjang, pendekatan menjemput bola mencerminkan paradigma pemerintahan yang lebih melayani dan dekat dengan masyarakat.
Ini adalah langkah yang fokus pada aksesibilitas layanan kesehatan dan respons cepat terhadap kebutuhan mendesak warga, seperti akses darurat ke Puskesmas.
Pendekatan ini dapat menciptakan dua dampak besar : 1. Peningkatan Kepercayaan Publik. Respons cepat dari layanan kesehatan dan pemerintahan di tingkat RT/RW dapat memperkuat kepercayaan masyarakat pada pemerintah kota, karena warga akan merasa lebih diperhatikan dalam keseharian mereka, bukan hanya pada momen pemilu; Efisiensi dalam Pelayanan Publik. Menyediakan layanan darurat yang aktif seperti jemputan ke fasilitas kesehatan menunjukkan bahwa Paslon Abadi memahami efisiensi pelayanan publik bukan hanya dari segi pemberian dana, tetapi bagaimana dana tersebut digunakan secara efektif untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Pernyataan Anton juga menyinggung prinsip pemerintahan yang bukan sekadar memberi bantuan finansial kemudian beralih fokus, tetapi benar-benar berusaha menyelesaikan masalah pada akarnya. Pendekatan ini mengisyaratkan pandangan yang matang bahwa tugas pemerintah adalah proaktif dan bukan reaktif. Ini bukan hanya soal memberi uang, tetapi soal memastikan sistem layanan bekerja secara responsif. Misalnya, memastikan dana untuk RT/RW juga disertai dengan mekanisme atau pelatihan yang memungkinkan mereka menggunakan dana tersebut untuk kegiatan yang relevan dengan kebutuhan warga.
Pendekatan ini bisa menjadi nilai tambah bagi Paslon Abadi karena mengusung konsep pelayanan publik berbasis kebutuhan langsung yang diharapkan akan beresonansi dengan warga. Jika diterapkan dengan baik, ide "menjemput bola" ini bisa menjadi landasan transformasi pelayanan kota yang lebih efektif dan lebih manusiawi.
At the end, selamat berdebat wahai para kontestan dalam Debat Kedua Pilkada Kota Malang tahun 2024 pada malam hari ini Sabtu, 09 Nopember 2024.
Joyogrand, Malang, Sat', Nov' 09, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H