Langkah Knesset belum lama ini untuk melarang operasi UNRWA dianggap oleh beberapa pihak sebagai cara untuk mengendalikan narasi yang masuk ke dalam masyarakat Arab-Palestina di Israel dan wilayah terkait. Di sisi lain, bagi sebagian komunitas internasional, keberadaan UNRWA dianggap penting untuk memberikan dukungan dasar kepada pengungsi Arab-Palestina, terutama di Gaza dan Tepi Barat, yang rentan terhadap kondisi ekonomi dan sosial yang sulit.
Dinamika ini mencerminkan adanya kebutuhan dari masing-masing pihak untuk memperkuat posisi mereka di wilayah tersebut. Israel ingin menjaga keamanan dan eksistensi negara, sementara Arab-Palestina berjuang untuk hak-hak mereka, dengan beragam cara yang oleh sebagian besar komunitas internasional dianggap harus diredam demi mencapai solusi damai yang adil dan berkelanjutan.
Pengungsi di Dili sebagai pembanding
PBB melalui UNRWA terkesan kuat sudah keterlaluan bagi Israel. Setelah keberadaannya selama kurang-lebih 70 tahun dibiarkan oleh Israel. Inilah saatnya bagi Israel untuk melarang organisasi PBB itu beraktivitas di tanah Israel entah dimanapun. Pengalaman misalnya di Timorleste di awal kemerdekaannya yang pernah menghadapi pengungsi yang membludak di kota Dili karena pemberontakan Mayor Alfredo Reynaldo yang menentang pemerintahan Xanana dan Horta. PBB tak lama kemudian menyatakan diperlukan waktu minimal 20 tahun untuk menyelesaikan masalah pengungsi itu. Xanana keberatan dengan usulan yang tak masuk akal dari PBB itu. Ia dan pasukannya membuktikan kepada dunia bahwa mereka ternyata berhasil menyelesaikan masalah pengungsi di Dili tidak sebagaimana yang diprediksi dan diusulkan PBB sebelumnya. Jadi PBB selama ini banyak dimanipulasi oleh unit-unit pelaksananya di lapangan.
Undang-Undang yang baru saja dikeluarkan Knesset itu akan menjadi senjata ampuh bagi Israel untyuk menegakkan eksistensinya ke depan ini sebagai negara yang berdaulat yang akan membangun negara legacy leluhurnya itu sebagai negara yang terdemokratis di middle-east bahkan dunia sebagaimana dapat dilihat bahwa keputusan Knesset tu adalah maunya rakyat Israel secara keseluruhan.
Pandangan kritis terhadap PBB, terutama dalam konteks UNRWA dan UNHCR, memang telah lama menjadi sorotan, khususnya di wilayah-wilayah dengan konflik berkepanjangan. Israel, dalam hal ini, memiliki alasan historis dan kontemporer untuk skeptis terhadap peran beberapa lembaga PBB di wilayahnya. Sebagai contoh, peran UNRWA dalam mengelola pengungsi Arab-Palestina dianggap sebagian pihak tidak selalu netral, terutama dengan adanya tuduhan lembaga tersebut kerap mempertahankan narasi yang mendukung posisi politik Arab-Palestina. Sebaliknya, pemerintah Israel dan para pendukungnya berpendapat lembaga ini secara tidak langsung memperpanjang status pengungsi Arab-Palestina dan konflik itu sendiri, dengan menawarkan bantuan yang membuat masalah tersebut tampak lebih permanen daripada mencari solusi jangka panjang.
Kasus di Timor Leste adalah contoh yang sangat penting untuk dijadikan pembanding. Ketika terjadi pemberontakan Mayor Alfredo Reynaldo pada pertengahan 2000-an, PBB memprediksi akan butuh puluhan tahun untuk menangani situasi pengungsi dan mengendalikan ketidakstabilan. Namun, dengan kepemimpinan lokal dan intervensi langsung, masalah ini bisa diselesaikan lebih cepat dari perkiraan PBB. Hal ini memunculkan pandangan beberapa lembaga PBB terlalu mengandalkan prediksi administratif dan kurang memperhitungkan dinamika lokal yang lebih fleksibel dalam mengatasi masalah krisis pengungsi.
Membatasi pengaruh UNRWA
Undang-undang yang baru dikeluarkan oleh Knesset Israel tampaknya memperlihatkan upaya Israel untuk membatasi pengaruh UNRWA di wilayahnya, yang dianggap memperumit masalah, dan dalam pandangan Israel, mengurangi kedaulatan negara dalam menangani masalah pengungsi dan keamanan nasional secara mandiri. Pendekatan ini sejalan dengan tujuan Israel untuk membangun negara yang berdaulat dan demokratis dengan dasar warisan leluhur mereka. RUU ini diyakini mencerminkan keinginan banyak rakyat Israel yang meragukan efektivitas dan netralitas lembaga-lembaga internasional di wilayah mereka.
Kritik terhadap PBB dalam hal ini terkait dengan dua hal utama yaitu ketidaksesuaian antara kebutuhan di lapangan dengan kebijakan administratif global, dan, tentu saja, adanya konflik kepentingan politik yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Lembaga seperti UNRWA dan UNHCR memiliki tujuan kemanusiaan yang penting, tetapi di wilayah yang penuh konflik seperti Israel dan Arab-Palestina, pendekatan PBB masa kini dan masa lalu banyak memicu debat tentang efektivitas, ketidakberpihakan, dan bahkan potensi manipulasi agenda mereka di lapangan.
Pelarangan UNRWA oleh Israel bolehlah kita katakana sebagai Hukuman Mati bagi agen PBB dan dunia Arab-Palestina yang sangat reseh di mata rakyat Israel. Titik habis.