2. Krisis Laut China Selatan dan Kedaulatan di Natuna
Indonesia mendukung penyelesaian sengketa Laut China Selatan melalui mekanisme ASEAN dan mendorong penyelesaian kode etik (Code of Conduct/COC) antara ASEAN dan China. Namun, perundingan COC tidak menghasilkan solusi konkret dan China terus meningkatkan kehadirannya di perairan yang disengketakan, termasuk wilayah Natuna. Pendekatan multilateral ini banyak terhambat oleh kepentingan masing-masing negara anggota ASEAN, yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan Indonesia.
Pendekatan diplomasi bebas aktif yang diusung Indonesia cenderung menghindari konfrontasi langsung dengan negara besar seperti China. Hal ini membuat Indonesia lebih berhati-hati dalam mengambil sikap tegas, termasuk dalam merespon pelanggaran China di perairan Natuna. Sikap yang tidak cukup tegas ini memberikan sinyal yang kurang kuat mengenai komitmen Indonesia dalam mempertahankan kedaulatannya.
Di Laut China Selatan, China memiliki keunggulan militer dan pengaruh politik yang jauh lebih besar dibandingkan Indonesia. Meskipun Indonesia memperkuat kehadiran militernya di Natuna, China masih dapat memanfaatkan kekuatannya untuk memproyeksikan kekuasaan di wilayah tersebut.
Kelemahan diplomasi Indonesia di kedua isu ini lebih disebabkan oleh pendekatan yang terlalu moderat dan ketidakmampuan memanfaatkan tekanan internasional secara maksimal. Selain itu, adanya dinamika geopolitik dan kekuatan yang tidak seimbang membuat Indonesia berada pada posisi yang lebih sulit dalam memperjuangkan kepentingan dan kedaulatannya.
Diplomasi middle-east
Pada puncaknya kita melihat drama Indonesia dalam konflik Israel-Arab Palestina. Di sini pun terbukti Indonesia melalui Menlu Retno hanya bisa mencacimaki Israel dan mengelu-elukan Arab-Palestina. Walhasil dengan pendekatan yang tak seimbang ini, Indonesia tak ubahnya Malaysia, dicemooh dunia demokratis sebagai sebagai negara munafik yang hanya disetir kalangan ulama via MUI dan bukannya disetir oleh pedoman politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. dan berangkat dari kesekuleran negara.
Pendekatan yang diambil di bawah Menlu Retno Marsudi menghadapi kritik karena dianggap tidak seimbang dan terlalu berpihak pada Arab-Palestina, sementara mengabaikan pendekatan yang lebih pragmatis atau netral.
Beberapa aspek yang perlu dijelaskan untuk memahami situasi ini :
1. Komitmen ideologis dan sejarah diplomasi
Sejak era Soekarno, Indonesia secara konsisten mendukung Arab-Palestina sebagai bagian dari perjuangan melawan kolonialisme dan penjajahan. Dukungan terhadap Arab-Palestina telah menjadi salah satu pilar dalam kebijakan luar negeri Indonesia dan dianggap sebagai kewajiban moral dan politik. Komitmen ini membentuk sikap diplomasi Indonesia, yang cenderung berpihak pada Arab-Palestina dalam forum-forum internasional.