Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Komemorasi Serangan Teror 7 Oktober 2023 di Israel Selatan

7 Oktober 2024   17:11 Diperbarui: 10 Desember 2024   12:10 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pita kuning dgn angka 365 menandakan jumlah hari sejak serangan Hamas 7 Oktober 2023  ke Israel selatan. (Sumber : channelnewsasia.com).

Komemorasi Serangan Teror 7 Oktober 2023 di Israel selatan

Serangan 7 Oktober 2023 ke Kfar Azza Israel selatan yang dilakukan kelompok Hamas sepertinya diperingati di Israel, di London, di Canada, di Amerika Serikat, dan banyak negara khususnya di dunia barat. Sementara Israel masih tetap menggempur kelompok teror yang masih tersisa di Gaza, dan memblokade Lebanon dari pasokan senjata Iran.

Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke Kfar Azza di Israel selatan adalah tindakan yang mengguncang banyak negara, khususnya di dunia Barat, mengingat kekerasan brutal dan keji yang menyasar warga sipil. Serangan seperti ini jelas melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dan hukum internasional, khususnya mengenai perlindungan warga sipil.

PBB harus jujur mengakui bahwa di bawah Kepemimpinan Sekjen PBB sekarang Antonio Guterres, MU PBB banyak digiring oleh opini dunia Arab khususnya kalangan Revisionis yang mengglorifikasi Hamas dan berbagai kelompok terror lainnya yang sebagian besarnya adalah proksi Iran di middle-east. Bukannya berapologi macam-macam yang jauh dari persoalan tindakan keji terorisme di Kfar Azza Israel Selatan 7 Oktober lalu. Sampai detik ini Guterres belum pernah bernarasi yang mengutuk tindakan terror itu. Sampai ada yang mengatakan Guterres tak ubahnya penjelmaan kaum Mullah di PBB.

Dari perspektif eksistensi Israel sebagai negara yang beradab dan berdaulat, serangan semacam ini merongrong hak dasar Israel untuk mempertahankan kedaulatan dan melindungi warganya. Sebagai negara yang sah dan diakui secara internasional, Israel berhak menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan diri, sebagaimana tercantum dalam Pasal 51 Piagam PBB tentang hak negara untuk mempertahankan diri dari serangan bersenjata. Serangan Hamas ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa tetapi juga menciptakan ancaman eksistensial terhadap Israel.

Israel memiliki hak dan tanggungjawab untuk menjaga keamanannya, termasuk melakukan serangan balik terhadap Hamas di Gaza dan mencegah aliran senjata dari Iran ke kelompok-kelompok teror lainnya di Lebanon. Blokade yang dilakukan terhadap Lebanon, khususnya untuk menghentikan pasokan senjata Iran ke Hezbollah, juga merupakan langkah preventif dalam menghadapi ancaman militer regional.

Sementara itu, tanggapan global yang memperingati korban-korban dari serangan ini menunjukkan dukungan bagi hak Israel untuk hidup damai dan aman di tengah ancaman yang terus-menerus. Negara-negara di dunia Barat, terutama Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, melihat serangan ini sebagai bagian dari konflik lebih besar antara ekstremisme dan nilai-nilai demokrasi. Terlepas dari kritik terhadap tindakan balasan Israel, banyak negara melihatnya sebagai respons yang wajar terhadap serangan yang keji terhadap warganya.

Namun, situasi ini juga membuka pertanyaan kompleks tentang masa depan wilayah tersebut. Solusi jangka panjang untuk perdamaian tidak hanya membutuhkan tindakan militer, tetapi juga diplomasi, negosiasi, dan penyelesaian masalah-masalah yang lebih mendasar yang melibatkan Israel, Arab-Palestina, dan aktor-aktor regional lainnya seperti Iran dan Hezbollah.

Pada akhirnya, eksistensi Israel sebagai negara berdaulat berhadapan dengan tantangan terus-menerus dari kelompok-kelompok yang menolak pengakuan Israel dan berusaha menggoyahkan stabilitas di kawasan tersebut. Dalam konteks ini, Israel menghadapi dilema antara mempertahankan keamanan nasional dan menghindari eskalasi konflik yang dapat memperburuk stabilitas kawasan

Dalam komemorasi pertama ini Israel dipastikan tidak ingin kembali ke masa-masa dimana mereka disibukkan oleh pembajakan pesawatlah, Intifadalah, Stabbing attacklah, suicide bomberlah. Kini mereka mengingatkan dunia bahwa pembiaran bahkan glorifikasi terhadap Hamas justeru akan mengancam dunia. Katakanlah Jepang dan China belum kebagian diteror, suatu ketika glorifikasi yang dinarasikan dunia Revisionis dan/atau dunia Arab ini akan mempengaruhi kelompok militan lainnya di belahan duna mana pun itu, termasuk China dan Jepang.

Dalam konteks hubungan internasional, Israel secara aktif mengingatkan dunia bahwa pembiaran atau glorifikasi terhadap kelompok seperti Hamas memiliki dampak global yang jauh melampaui batas regional. Jika terorisme tidak hanya dibiarkan tetapi juga diromantisasi, hal ini berpotensi mengilhami kelompok-kelompok ekstremis lain di berbagai negara, bahkan di wilayah yang tampaknya saat ini relatif aman seperti Jepang atau China. Terorisme memiliki kemampuan untuk menyebar dan mengadaptasi metode serta narasi yang disukai oleh kelompok-kelompok radikal di berbagai belahan dunia. Itu mengingatkan kita bahwa ancaman tidak terbatas hanya pada negara-negara yang saat ini menjadi target langsung.

Narasi glorifikasi ini, seperti yang sering kita lihat di beberapa bagian dunia Arab, dapat menciptakan simpati terhadap kekerasan ekstremis, yang kemudian berpotensi menyulut radikalisasi di berbagai negara. Ini dapat mempengaruhi tidak hanya kawasan yang berkonflik, tetapi juga tempat-tempat dengan kerentanan tertentu terhadap pengaruh ideologi ekstremis, termasuk wilayah dengan ketegangan sosial-politik atau minoritas terpinggirkan. Contoh ini tidak hanya terbatas pada Timur Tengah - kita telah melihat bagaimana ideologi ekstremis, termasuk terorisme, berkembang di berbagai belahan dunia.

China, yang menghadapi tantangan dengan ekstremisme di Xinjiang, dan Jepang, meskipun memiliki tingkat ancaman terorisme yang rendah, juga tidak kebal terhadap radikalisasi atau pengaruh ideologi global. Dalam lingkungan internasional yang semakin terhubung, kelompok-kelompok militan dapat menyebarkan pesan mereka melalui media sosial dan platform digital lainnya, menciptakan simpatisan global yang kemudian dapat melakukan serangan di luar wilayah asal kelompok tersebut.

Dalam hubungan internasional, fenomena ini mempertegas kebutuhan kerjasama global untuk melawan terorisme. Pembiaran terhadap ideologi teroris di satu kawasan dapat menciptakan ancaman serius di negara-negara yang pada awalnya mungkin tidak terkait dengan konflik tersebut. Negara-negara harus bersama-sama mengembangkan pendekatan holistik yang tidak hanya mencakup tindakan militer, tetapi juga diplomasi, pencegahan radikalisasi, dan penguatan narasi kontra-ekstremisme. Lihat rally demo Pro Arab-Palestina di Jakarta misalnya. Apa kita mau didikte oleh barisan ekstrem idiot itu.

Ancaman terorisme global dapat diminimalisir, bukan hanya untuk Israel, tetapi juga untuk seluruh dunia yang berpotensi terkena dampak dari glorifikasi kekerasan tersebut. Asalkan kita tidak melakukan pembiaran terhadap rally yang berlebihan seperti demo kaum fundamental yang berulangkali ke kedubes AS di Merdeka Selatan.

Pertanyaannya sekarang ialah berapa lama lagi Israel dapat mengeliminasi Hamas setelah gembong utamanya Yahya Sinwar dinyatakan telah tewas karena tak kedengaran lagi narasi ekstrimnya beberapa minggu terakhir ini, termasuk berapa lama lagi Hezbollah dapat bertahan dalam gempuran hebat Israel sekarang.  Apakah tak sebaiknya bangsa Kurdi saja yang dipermodern dan diperkuat secara militer. Orang Kurdi yang bukan bangsa Arab terlihat lebih Independen untuk dijadikan proksi besar dunia demokrasi modern, agar dapat menahan Iran dan proksi Iran di Irak dan sekitarnya.

Mengeliminasi Hamas dalam waktu dekat adalah hal yang mudah bagi Israel. Tapi Israel harus memusnahkan seluruh ajaran kebencian di dunia Arab-Palestina. Dus semua buku dan semua diska penyimpan ajaran kebencian terhadap Israel harus dimusnahkan seiring dengan likuidasi Hamast. Eliminasi total Hamas tidak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga pada faktor-faktor politik, sosial, dan ekonomi. 

Proses eliminasi ini akan memakan waktu bertahun-tahun, karena kelompok-kelompok seperti Hamas sering beroperasi dalam sel-sel kecil dan menyebar ke berbagai jaringan bawah tanah. Lihat Gerakan OPM di Papua. Mati satu tumbuh seribu bukan.

Hezbollah di Lebanon juga menghadapi tekanan besar dari gempuran militer Israel. Celakanya, kelompok ini memiliki pengalaman panjang dalam konflik asimetris dan mendapat dukungan langsung dari Iran, baik dalam hal persenjataan maupun pendanaan. Serangan eliminasi penuh terhadap Hezbollah dalam waktu dekat juga tidak realistis mengingat keberadaan mereka yang mendalam di Lebanon dan dukungan populernya di kalangan komunitas Syiah. Dalam skenario ini, Hezbollah mungkin akan tetap bertahan selama masih ada dukungan eksternal dari Iran dan basis sosial mereka di Lebanon. Disinilah yang sering saya katakan bahwa menangkap ular, haruslah memenggal kepalanya terlebih dahulu. Disinilah tugas Mossad dan CIA untuk mendeteksi dimana keberadaan Khamenei sekarang.

Yang banyak dilupakan adalah faktor Kurdi. Mereka dikenal lebih independen dan berbeda secara etnis dan politik dari bangsa Arab, serta memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan otonomi dan kedaulatan di berbagai wilayah, terutama di Irak, Turki, Suriah, dan Iran. Menjadikan Kurdi sebagai proksi besar dunia demokratis tampak sebagai strategi menarik untuk menahan pengaruh Iran di kawasan tersebut, terutama mengingat Kurdi memiliki perseteruan sejarah dengan pemerintah Iran dan Irak yang didominasi Syiah. Namun, hubungan geopolitik di Timur Tengah sangatlah rumit. Maka bagaimana caranya agar operasi Caesar terhadap Hezbollah dapat segera dituntaskan Israel di bumi Lebanon.

Menyatukan bangsa Kurdi yang terpecah-pecah secara politik dan etnis tentu memerlukan seni tersendiri. Bangsa Kurdi sudah lama berjuang untuk memperoleh pengakuan internasional sebagai entitas berdaulat. Dukungan Israel secara terang-terangan terhadap Kurdi bisa memperkeruh hubungan Israel dengan negara-negara yang berbatasan dengan Kurdi, seperti Turki, yang juga merupakan sekutu NATO. Selain itu, hubungan Kurdi dengan aktor-aktor lain di kawasan seperti Amerika Serikat juga bisa mempengaruhi dinamika geopolitik.

Bagaimanapun Israel haruslah melihat Kurdi sebagai sekutu potensial untuk menyeimbangkan kekuatan melawan Iran, tetapi ini harus dikelola dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesan bahwa itu semua untuk menelanjangi kaum Revisionis di middle-east.

Joyogrand, Malang, Mon', Oct' 07, 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun