Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyibak Fufufafa dari Mereka yang Tak Kebagian Apapun

4 Oktober 2024   16:55 Diperbarui: 4 Oktober 2024   16:58 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Refly Harun sebagai contoh, pernah memiliki posisi penting di MK, tetapi setelah keluar dari institusi tersebut, dia menjadi figur yang kritis terhadap pemerintahan Jokowi. Hal ini dipastikan berkaitan dengan rasa kehilangan akses kekuasaan yang dia miliki ketika masih di MK.

Rocky Gerung, dengan keterampilan debat dan kemampuannya memanfaatkan retorika kritis, juga telah mengubah dirinya dari akademisi menjadi influencer politik. Dalam hal ini, kritiknya terhadap Jokowi bukan hanya sekadar kritik intelektual, tetapi juga bagian dari dinamika sosiologis elit yang merasa tersisih dari institusi (seperti UI, di mana dia tidak lagi mengajar).

Secara umum, stratifikasi sosial di tingkat elit urban menunjukkan adanya ketegangan antara kelompok yang mendapat akses langsung ke sumberdaya politik dan mereka yang tidak. Dalam hal ini, struktur politik Indonesia - yang sering diwarnai oleh praktik patronase dan clientelism - memiliki batasan dalam hal distribusi kekuasaan. Tidak semua elit bisa mendapat posisi dalam pemerintahan atau akses ke kekuasaan, dan ini menciptakan rasa frustrasi di kalangan yang merasa dikecualikan.

Dalam konteks ini, kritik yang muncul dari figur-figur seperti Refly Harun atau Rocky Gerung bisa dilihat sebagai bagian dari respon terhadap distribusi kekuasaan yang tidak merata. Mereka yang merasa kehilangan pengaruh atau tidak mendapat "jatah" cenderung beralih menjadi pengkritik yang lantang, menggunakan platform publik untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.

Transisi kekuasaan, terutama setelah Pilpres, menjadi momen krusial bagi elit politik dan akademisi yang berharap terlibat dalam pemerintahan. Mereka memiliki ekspektasi bahwa peran mereka dalam kampanye atau kontribusi intelektual mereka akan dihargai, biasanya dalam bentuk jabatan atau pengaruh dalam kebijakan. Ketika harapan ini tidak terpenuhi, rasa sakit hati dan kekecewaan menjadi bagian dari narasi politik, dan ini bisa kita lihat dalam banyak diskursus publik pasca-pemilu 2024.

Fenomena elit urban yang kecewa akibat tidak mendapat akses atau jatah dalam distribusi kekuasaan pasca-Pilpres 2024, seperti yang terlihat dalam kritik Refly Harun dan Rocky Gerung, mencerminkan stratifikasi sosial di tingkat elit perkotaan Indonesia. Kekecewaan ini memperlihatkan dinamika antara ekspektasi elit terhadap kekuasaan dan realitas politik yang tidak dapat mengakomodasi semua kepentingan elit. Secara sosiologis, ini menciptakan narasi kritik terhadap pemerintah yang sering kali tidak murni ideologis, melainkan dipengaruhi oleh faktor ketidakpuasan personal dan hilangnya akses ke kekuasaan.

At the end, sudahlah kawan, sebab nasi sudah menjadi bubur. Tak mungkin lagi kita ubah itu, kecuali ada Chef special yang bisa membuat bubur tawar itu menjadi bubur goreng. Ayoo Fufufafa Fufufafa .. rangkullah Jemblem di depanmu ketimbang bermimpi terus minum Jack Daniel yang harganya per botol now 875 ribu rupiah, lalu Sop Sarang Burung Walet asli Hongkong meski diambil dari sarang burung walet Karang Bolong Pelabuhan Ratu Sukabumi, harga seporsinya 3 juta rupiah bo, apalagi mau sok-sok pesan telur Kaviar dari Laut Kaspia sana, harganya tak ubahnya harga sebuah drone Heron buatan Israel. Alamak ..

Joyogrand, Malang, Fri', Oct' 04, 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun