Yahya Sinwar Hamas Tewas
Militer Israel sedang menyelidiki apakah pemimpin Hamas Yahya Sinwar , yang dianggap sebagai dalang di balik serangan 7 Oktober 2023 ke Kfar Azza, Israel selatan, telah meninggal, setelah laporan tentangnya beredar di New York Post. Petinggi Shin Bet , dan IDF mengatakan saat ini tidak ada bukti baru yang mengkonfirmasi kematian Sinwar. Namun, mereka terus aktif menyelidiki situasi tersebut.
Tak mudah menjelaskan tentang hal ini tentang hal ini, tapi yang pasti di utara IDF dan IAF sudah mulai leluasa membombarbardir kekuatan proksi Iran Herzbollah di Lebanon Selatan.
Militer Israel dan agen intelijen Shin Bet sampai saat ini sedang menyelidiki apakah pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, yang dianggap sebagai otak serangan 7 Oktober 2023, telah tewas. Laporan awal mengenai kematian Sinwar muncul di beberapa media, termasuk New York Post, namun hingga saat ini tidak ada bukti konklusif yang bisa mengkonfirmasi laporan tersebut. Oleh karena itu, IDF dan Shin Bet terus menyelidiki di lapangan untuk memperoleh kepastian.
Sementara itu, di utara Israel, IDF dan IAF (Israeli Air Force) telah meningkatkan serangan udara terhadap Hezbullah, kelompok proksi Iran di Lebanon Selatan. Hizbullah dianggap sebagai ancaman besar bagi Israel, terutama karena dukungan Iran, dan peningkatan operasi ini mencerminkan kesiapan Israel untuk menghadapi eskalasi konflik di front utara. Serangan di Lebanon Selatan bertujuan melemahkan infrastruktur militer Hizbullah dan mencegah serangan lintas perbatasan yang dapat membuka lebih banyak front dalam konflik yang sedang berlangsung.
Israel tampaknya mengadopsi pendekatan militer ganda dengan menghadapi Hamas di Gaza dan Hizbullah di utara, sebagai bagian dari strategi keseluruhan untuk menangani ancaman dari berbagai pihak yang didukung oleh Iran di kawasan.
Kalau dilihat Perang Gaza yang telah berlangsung nyaris 1 tahun, dan tokoh-tokoh Hamas sudah bertumbangan seperti Muhammad Deif dll. Sinwar adalah manusia biasa yang boleh jadi telah kelaparan dan sandera yang tersisa pun sudah bergelimpangan dan yang masih hidup tak mungkin lagi dijadikan perisai untuk bargaining position mereka. Sinwar beberapa minggu terakhir ini tak aktif lagi berkomunikasi. Dengan jepitan IDF yang tajam seperti itu kemugkinan matinya Sinwar bukanlah spekulasi.
Melihat kondisi yang terjadi di Gaza selama hampir satu tahun terakhir, termasuk jatuhnya beberapa tokoh penting Hamas seperti Muhammad Deif, masuk akal jika Yahya Sinwar berada dalam posisi yang sangat sulit. Sinwar berada dalam situasi yang memaksanya bersembunyi atau tidak lagi bisa berkomunikasi dengan efektif, apalagi dengan semakin berkurangnya opsi untuk menggunakan sandera sebagai alat negosiasi. Kehancuran infrastruktur Hamas dan operasi militer Israel yang intens juga membuat skenario kematian Sinwar menjadi sangat mungkin.
Meskipun laporan New York Post belum bisa diverifikasi secara mutlak, situasi di lapangan menunjukkan kemungkinan besar Sinwar memang telah tewas, mengingat ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dalam beberapa minggu terakhir serta tekanan luar biasa yang dihadapi Hamas di Gaza. Jika Sinwar masih hidup, seharusnya ia telah memberikan pernyataan atau menunjukkan dirinya sebagai bagian dari strategi propaganda Hamas. Berminggu-minggu ketidakmunculannya itulah yang justeru menguatkan spekulasi tentang kematiannya.
Gaya Israel memang seperti itu. Biarkan Iran dan dunia Arab ber-euphoria sesukanya termasuk euphoria di mancanegara termasuk IIndonesia dan Malaysia yang selalu meneriakkan kehebatan Iran dan kehebatan yel-yel dunia Islam Arab. Â Namun, sampai ada bukti yang konkret, seperti pengumuman resmi dari pihak militer Israel atau Hamas sendiri, berita ini tetap berada di ranah spekulasi.
Tap bagi analist sejati yang  tak ikutan euphoria palsu itu lebih memilih fakta bahwa IDF dan IAF mulai melebarkan jepitannya di Lebanon untuk menghancurkan infrastruktur militer Hezbollah, sementara Iran hanya pamer-pamer Rudal Shaheed terbarunya tanpa bukti nyata melakukan serangan langsung ke Israel. Inilah yang menurut para analist sejati itu Hamas sudah tamat dan berikutnya dipastikan perlawanan Iran-Hezbollah, Houthi dan sebangsanya akan diputus habis oleh Israel selaku super power middle east.
Lihat, situasi saat ini menunjukkan Israel sedang memperluas operasinya untuk menghancurkan kekuatan Hezbullah di Lebanon Selatan, yang didukung oleh Iran. Sementara itu, meskipun Iran terus memamerkan rudal canggih seperti Shahed, mereka belum mengambil langkah militer langsung yang signifikan terhadap Israel. Israel, melalui operasi militernya, tampak semakin fokus pada pemutusan pengaruh Iran dan proksi-proksinya di kawasan, termasuk Hamas dan Hezbullah.
Dengan berjalannya perang di Gaza yang telah mengakibatkan kematian sejumlah pemimpin Hamas, serta tekanan militer yang intensif, ada tanda-tanda yang terang benderang Hamas sedang menuju kehancuran. Jika kemampuan Hamas terus melemah, perhatian Israel terhadap Hezbullah dan proksi Iran lainnya mungkin semakin besar. Dalam konteks ini, langkah Israel untuk memperluas serangan ke Hezbullah bisa dilihat sebagai upaya untuk memutus rantai perlawanan pro-Iran di Timur Tengah.
Meskipun Iran tetap menjadi ancaman utama dengan dukungan rudal dan kelompok-kelompok proksi, Israel telah membuktikan dirinya sebagai kekuatan militer dominan di kawasan ini. Jika Israel berhasil melemahkan Hezbullah setelah Hamas, ini bisa menjadi langkah signifikan dalam upaya mengurangi pengaruh Iran di Timur Tengah.
Lihat :
https://www.jpost.com/breaking-news/article-821359
PH Regency, Bekasi timur, Tue', Sept' 24, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H