Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selamat Jalan Kak Loide Pakpahan

17 September 2024   17:40 Diperbarui: 17 September 2024   18:38 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara Ricky-Mungil (tengah) sebelum Martonggo Raja untuk kepergian Kakakku. Foto : Parlin Pakpahan.

Selamat Jalan Kak Loide Pakpahan

10 September ybl aku ke Jakarta via KA Matarmaja. 11 September dini hari sampai sudah di setasiun Bekasi. Tak lama kemudian anakku Ofi-Rian pun datang menjemputku ke setasiun. Dengan E 200 sampai sudah di rumah mereka di bilangan Summarecon tak jauh dari setasiun.

Bagaimanapun perjalanan jarak jauh antar-propinsi Malang-Jakarta cukup berat kendati sudah full ac. Saya pikir KA untuk generasi cucuku yad haruslah KA dengan rel maglev, artinya ia harus berkereta yang berbantalan magnet. Nah kalau KA semacam ini, pastilah  nggak bakal ada lagi irama jadul rel KA yang per gerbong beratnya sampai 30 ton dan berbunyi berisik bertalu-talu karena tak punya bantalan magnet.

Karena letih belum hilang aku pun tertidur dan bangun setelah Mentari meninggi dari peraduannya. Ee aku baru ingat si Milky, itu anjing poodle yang dibawa anakku Ofi-Rian dini hari ketika menjemputku di setasiun. Paginya baru tau oo ini toh si Milky. Lucu dan menggemaskan memang Milky. Rambutnya ikal. Dan wanginya keren.  Maklumlah Ofi dan Rian rajin memandikan dan membawanya ke salon. Kalah Sophia Latjuba. Aku pun langsung bercengkerama dengan si Milky. Dia senang bermain bola keqnya. He He.

Setelah mereguk kopi pagi, aku kembali melamun. Betapa cepatnya perputaran waktu itu Oo my Lord. Ya, aku kembali sadar dibuat kopi Robusta yang kureguk tadi bahwa kedatanganku ke Jakarta kali ini setelah 4 tahun bersemedi di kota Malang adalah untuk ngelayat Kakakku Loide Pakpahan di Jaksel. Ia kembali ke rumah Allah setelah menapaki hidup sepanjang 77 tahun. Aku pikir memang itulah waktu yang tepat bagi Kakakku untuk berpulang ke rumah Allah. Kalau bahasa sekulernya Kakakku sudah menerima bonus yang cukup hingga usia 77 tahun.

Setelah diantar Ofi pangkas rambut ke Barbershop Capitan di bilangan Summarecon, aku pun bergegas mandi untuk meluncur ke rumah duka di bilangan Prapanca Jaksel.

Sampai di rumah duka kl Pk 16.00. Wah sudah ramai rupanya. Karena mendahului acara Martonggo Raja akan ada acara yang tak kalah penting yi keponakanku Ricky dan pasangannya Mungil akan diadati dan Mungil yang wong Yogya akan diberi marga Sinaga dari garis Mamanya Abang iparku yang bermarga Sinaga.

Akupun bergegas kedalam untuk menyalami Abang Iparku dan keluarga. Setelah menatap wajah Kakakku yang akan dikasi ulos saput besok, aku merasa lega bahwa ia tampak semakin chantique dan terkesan seperti orang yang tertidur lelap.

Aku kembali ke depan, tempat saudara dan handai taulan berkumpul, Milky si poodlenya Ofi-Rian menjadi sebuah oase di tengah gurun kesedihan. Anjing mungil ini mengingatkanku pada kepolosan anak kecil yang tidak mengenal duka. Ia adalah simbol dari kegembiraan sederhana yang sering kita lupakan dalam kesibukan hidup.

 

Aku teringat tadi pagi bermain dengannya, mengelus bulunya, dan merasakan kehangatan tubuhnya. Bulunya yang lembut bagaikan awan yang menyelimutiku, membawa ketenangan dalam jiwa yang gelisah.

 

Di tengah duka atas kepergian Kakakku, kehadiran Milky bagaikan seberkas cahaya yang menembus kegelapan. Ia mengingatkan kita bahwa kehidupan akan terus berjalan, bahkan di tengah kematian.

Kepolosan dan kegembiraan yang terpancar dari sosok Milky mengingatkanku pada masa kecil, ketika dunia masih terasa begitu sederhana. Dalam pelukan hangat Milky, aku menemukan kedamaian yang tak tergantikan. Ia adalah bukti nyata bahwa kehidupan akan terus berlanjut, bahkan di tengah duka. Kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan peralihan ke bentuk kehidupan yang lain.

Aku juga teringat Baruch Spinoza yang mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta adalah bagian dari Zat Tunggal yang kekal. Ketika kita berbicara tentang kematian, sebenarnya kita berbicara tentang perubahan bentuk dari satu eksistensi ke eksistensi lainnya.

Juga William Shakespeare, dalam banyak karyanya, banyak mengeksplorasi tema ketidakpastian hidup dan kematian. Ia menggambarkan kehidupan sebagai sebuah panggung sandiwara, di mana setiap orang memainkan peran mereka. Kita semua hanyalah aktor yang memainkan peran masing-masing. Kepergian orang yang kita cintai adalah seperti akhir dari sebuah babak. Namun, pertunjukan akan terus berlanjut. Babak berikutnya mungkin akan berbeda, tetapi pertunjukan akan selalu ada.

Kembali ke Milky si poodle, dengan kegembiraannya yang tak terhingga, mengingatkanku bahwa kehidupan adalah sebuah hadiah yang harus kita nikmati sepenuhnya, terlepas dari segala duka dan kehilangan.

Setelah Ricky-Mungil diadati, acara Martonggo raja pun dimulai, Martonggo Raja adalah sebuah ritual adat Batak Toba yang memiliki peran sentral dalam mempersiapkan dan melaksanakan upacara pemakaman. Acara ini bukan sekadar pertemuan keluarga, melainkan sebuah prosesi sakral yang menyatukan seluruh anggota keluarga besar dalam semangat kebersamaan dan penghormatan terhadap leluhur.

Tujuan utama Martonggo Raja adalah membentuk panitia pelaksana atau parhobas yang akan bertanggungjawab atas segala aspek pemakaman. Panitia ini terdiri dari berbagai pihak, seperti keluarga inti, hula-hula (kerabat dari pihak perempuan), dongan tubu (saudara sekandung), dan lainnya.

Dalam pertemuan ini, dibahas secara detail rangkaian acara pemakaman, mulai dari persiapan jenazah, upacara adat, jamuan makan, hingga prosesi pemakaman di TPU. Setiap tahapan acara memiliki makna dan simbolisme yang mendalam dalam budaya Batak.

Selain rangkaian acara, Martonggo Raja juga menjadi forum untuk memutuskan berbagai hal yang dibutuhkan dalam pemakaman, seperti jenis ulos yang akan digunakan, jumlah makanan yang harus disiapkan, serta siapa saja yang akan diundang.

Salah satu fungsi penting Martonggo Raja adalah memperkuat tali silaturahmi antar anggota keluarga besar. Dalam suasana duka, pertemuan ini menjadi momen yang tepat untuk saling mendukung dan berbagi kasih sayang.

Martonggo Raja berperan penting dalam menjaga kelangsungan tradisi dan budaya Batak. Melalui acara ini, nilai-nilai luhur seperti gotongroyong, kekeluargaan, dan penghormatan terhadap leluhur terus dilestarikan dari generasi ke generasi.

Martonggo Raja bukan hanya sekadar acara adat, tetapi juga mengandung makna filosofis yang mendalam. Acara ini mengajarkan kita tentang pentingnya kebersamaan, gotongroyong, dan penghormatan terhadap siklus kehidupan dan kematian. Melalui Martonggo Raja, kita diajak untuk merenungkan arti kehidupan dan mempersiapkan diri menghadapi kematian.

Pada akhir Martonggo raja diputuskan bahwa Kakakku akan diadati keesokan harinya dengan adat Sarimatua.

Adat Sarimatua merupakan salah satu upacara adat kematian yang paling kompleks dan sarat makna dalam tradisi Batak Toba. Upacara ini tidak hanya sekadar rangkaian ritual, tetapi juga mencerminkan kosmologi, sistem sosial, dan nilai-nilai luhur masyarakat Batak.

Adat ini adalah bentuk penghormatan terakhir kepada orangtua yang telah memberikan kasih sayang, bimbingan, dan legacy budaya. Upacara ini menjadi momen bagi seluruh anggota keluarga besar untuk berkumpul, saling mendukung, dan memperkuat tali silaturahmi. Upacara ini juga menyimbolkan siklus kehidupan dan kematian dalam pandangan masyarakat Batak. Kematian bukanlah akhir segalanya, melainkan peralihan ke alam baka.

Sarimatua berperan penting dalam melestarikan nilai-nilai adat istiadat Batak yang telah diwariskan secara turun-temurun. Adat Sarimatua adalah warisan budaya Batak yang sangat berharga. Upacara ini tidak hanya memiliki nilai religius dan sosial, tetapi juga mengandung nilai-nilai estetika yang tinggi. Dengan memahami makna dan tujuan dari Sarimatua, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Haripun semakin malam, aku merenungkan makna kehidupan dan kematian. Seperti halnya matahari yang terbit dan tenggelam setiap hari, begitu pula kehidupan manusia. Kita lahir, kita tumbuh, kita menua, dan akhirnya kita kembali ke bumi. Namun, semangat kita akan terus hidup dalam ingatan orang-orang yang kita cintai.

Selamat Jalan Kakakku Loide Pakpahan. Aku beserta seluruh keluarga besar kita akan mengantarkanmu esok tengah hari 12 September 2024 ke peristirahatan terakhirmu di TPU Tanah Kusir Jaksel.

Sampai jumpa di kehidupan lain.

Samanea Hill, Bogor barat, Tue', Sept' 17, 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun