Jujur, ideologi partai di Indonesia lebih tampak sebagai hiasan ketimbang sebagai pilar utama yang mengarahkan kebijakan dan keputusan politik. Banyak partai memiliki ideologi yang samar-samar atau fleksibel, memungkinkan mereka untuk berkoalisi dengan berbagai pihak tanpa konflik ideologis yang signifikan. Hal ini menyebabkan ideologi tidak lagi menjadi perekat yang kuat, melainkan lebih sebagai alat retorika yang digunakan untuk membedakan partai satu dengan lainnya.
Tanpa ikatan ideologis yang kuat, ketahanan partai jadi bergantung pada tokoh sentral atau elit politik, bukan pada basis dukungan ideologis yang luas. Ini membuat partai lebih rentan terhadap perpecahan ketika terjadi perubahan kepemimpinan atau pergeseran kekuasaan, seperti yang sering terjadi di beberapa partai besar Indonesia.
Kondisi ini menunjukkan perlunya reformasi dalam format politik Indonesia, di mana partai-partai harus memperkuat ideologi mereka dan memperkuat keterlibatan masyarakat dalam proses politik. Dengan demikian, partai-partai bisa lebih mandiri dan tidak terlalu bergantung pada koalisi pragmatis, serta mampu membangun basis dukungan yang lebih stabil dan ideologis.
Secara keseluruhan, ketergantungan pada koalisi tiket dan pengabaian ideologi partai menunjukkan bahwa perpolitikan Indonesia saat ini lebih didorong oleh kepentingan jangka pendek daripada visi jangka panjang. Ini memerlukan refleksi dan reformasi untuk menciptakan sistem politik yang lebih berkelanjutan dan berakar pada nilai-nilai yang lebih mendalam.
Joyogrand, Malang, Mon', August 12, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H