Pengabaian Ideologi Partai dalam Ketahanan Politik Kita
Pengunduran diri Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar pada Agustus 2024 memunculkan spekulasi terkait hubungannya dengan keputusan Golkar di Pilkada 2024.
Pertama, adanya ketegangan internal di dalam tubuh Golkar terkait strategi koalisi dan pencalonan di beberapa daerah strategis. Perbedaan pandangan di antara anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan langkah Golkar yang berseberangan dengan sekutu koalisi seperti Gerindra dalam mendukung calon tertentu, menciptakan friksi yang tidak bisa diabaikan. Misalnya, dukungan Golkar kepada Airin Rachmi Diany di Banten dan kolaborasinya dengan PDI-P di beberapa daerah lain menjadi salah satu pemicu gesekan.
Selain itu, ada juga spekulasi tekanan dari pihak eksternal, termasuk kemungkinan upaya untuk menggantikan kepemimpinan Golkar dengan figur yang lebih sesuai dengan agenda politik tertentu, turut berperan dalam pengunduran diri ini. Airlangga tampaknya ingin menghindari potensi kekacauan yang lebih besar di masa mendatang dengan mundur lebih awal dan memberikan kesempatan bagi Golkar untuk mempersiapkan transisi kepemimpinan yang lebih stabil.
Keputusan ini juga mencerminkan strategi untuk menjaga integritas partai dan peran nasional Airlangga di tengah masa transisi pemerintahan yang akan datang. Bagaimanapun, keputusan ini akan mempengaruhi bagaimana Golkar mengarahkan langkahnya di Pilkada 2024 dan dalam persiapan menuju pemilihan legislatif dan presiden berikutnya.
Setelah pengunduran diri Airlangga Hartarto, Golkar kemungkinan besar akan mengadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk memilih ketua umum baru sebelum Pilkada Nopember 2024. Munaslub ini penting karena Golkar memerlukan kepemimpinan yang kuat dan stabil untuk menghadapi berbagai tantangan politik, termasuk Pilkada yang semakin dekat.
Munaslub dapat diselenggarakan jika ada desakan yang cukup dari internal partai, terutama dalam situasi seperti ini di mana kepemimpinan puncak kosong dan membutuhkan penggantian segera untuk memastikan arah partai yang jelas dan konsisten dalam menghadapi Pilkada.
Proses ini juga menjadi momentum bagi Golkar untuk menyatukan berbagai faksi dalam partai dan mengkonsolidasikan kekuatan menjelang pemilihan yang sangat penting tersebut. Pemilihan ketua umum baru dalam Munaslub akan memberi Golkar waktu yang cukup untuk menyiapkan strategi politik dan memastikan partai tetap kompetitif di Pilkada mendatang.
Keputusan mundurnya Airlangga dari Ketum Golkar itu diambil karena dinamika kepartaian. Tapi spekulasi berkembang sampai ke tangan kekuasaan yaitu Presiden Jokowi sendiri, bahwa sang Presiden ingin berkuasa di Golkar pasca peralihan kekuasaan Oktober mendatang.
Spekulasi mengenai keterlibatan Presiden Jokowi dalam pengunduran diri Airlangga Hartarto dari posisi Ketua Umum Golkar muncul dari dinamika internal dan eksternal partai, serta pengaruh politik yang luas dalam konteks suksesi kepemimpinan. Meskipun tidak ada desakan langsung dari pihak manapun untuk memaksa Airlangga mundur, rumor ini dipicu oleh pandangan Presiden Jokowi mungkin ingin memainkan peran lebih besar dalam Golkar setelah transisi kekuasaan pada Oktober mendatang.