Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus Moeis dan Helena Liem : Dendam Kemiskinan Masa Lalu

22 Juli 2024   19:04 Diperbarui: 22 Juli 2024   19:04 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Show room mobil mewah hasil korupsi di Kantor Kejaksaan. (Sumber : Ondang, news.detik.com)

Globalisasi dan pengaruh budaya Barat telah memperkenalkan dan mempromosikan gaya hidup konsumerisme di Indonesia. Iklan dan media sosial sering kali memperlihatkan gaya hidup mewah yang menggiurkan.

Budaya konsumerisme ini mendorong perilaku membeli barang-barang mewah sebagai cara untuk merasa puas dan bahagia, meskipun hanya sementara.

Sebagian orang mungkin merasa terdorong untuk membeli barang mewah sebagai kompensasi atas masa lalu yang sulit atau kemiskinan yang pernah mereka alami. Ini bisa menjadi cara untuk menunjukkan bahwa mereka telah "berhasil" melampaui kesulitan tersebut. Keinginan untuk menunjukkan keberhasilan kepada orang lain bisa menjadi pendorong kuat untuk mengonsumsi barang-barang mewah.

Jangan pula diabaikan Hedonisme, atau pencarian kesenangan dan kepuasan diri. Ini bisa menjadi faktor pendorong dalam konsumsi barang mewah. Kesenangan ini bisa berasal dari rasa bangga, pengakuan sosial, atau sekadar kesenangan pribadi dari memiliki barang mewah. Kepuasan yang bersifat sementara ini dapat mendorong perilaku konsumtif yang berkelanjutan.

Perilaku konsumsi yang berlebihan ini bisa memberikan contoh yang tidak mendidik bagi masyarakat luas, terutama dalam konteks negara yang masih memiliki tingkat kemiskinan yang signifikan.

Kesenjangan sosial bisa semakin terasa ketika segelintir orang memamerkan kekayaan mereka, sementara sebagian besar masyarakat masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Perilaku ini juga bisa memperparah ketimpangan ekonomi, karena sumberdaya yang digunakan untuk membeli barang mewah bisa lebih baik dialokasikan untuk investasi produktif atau kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Ketimpangan yang terlihat nyata dapat memicu ketidakpuasan sosial dan potensi konflik.

Konsumsi barang-barang mewah di kalangan orang kaya dan orang kaya baru di Indonesia adalah hasil dari berbagai faktor, termasuk kebutuhan untuk menunjukkan status sosial, pengaruh budaya konsumerisme, dan kompensasi atas masa lalu. Meskipun perilaku ini mungkin memberikan kepuasan pribadi, dampaknya pada masyarakat luas cenderung negatif, terutama dalam konteks pendidikan dan kesenjangan sosial.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan media, untuk mempromosikan nilai-nilai yang lebih positif seperti kesederhanaan, tanggungjawab sosial, dan penggunaan kekayaan untuk tujuan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas.

Program Pengentasan Kemiskinan adalah segala-galanya di negeri ini. Kita tak boleh berhenti menuntaskannya. Menghabisi korupsi hanya berarti memberantas kemiskinan. Apabila perlu kita harus menuntaskannya sampai dunia kiamat sekalipun. Karena kemiskinan sesungguhnya adalah benih terbaik untuk kejahatan apapun di dunia ini,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun