Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Thanks Imel and Welcome to The Jungle

9 Juli 2024   17:58 Diperbarui: 9 Juli 2024   18:13 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imel dan Warkop Cap Doa Ibu, perempatan Kelud, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Thanks Imel and Welcome To The Jungle

Apa yang paling mudah kita ingat ketika berkunjung ke suatu daerah, ketika kita menonton drama sosial, ketika kita "omon-omon" dengan si Oto atau si Pintar, tanyaku di pojokan Rawon Nguling suatu ketika.

"Pastinya barang khas daerah tsb untuk oleh-oleh", kata yang satu .. "dara-dara manisnya sebagaimana lagu Koes Bersaudara," kata yang lainnya .. "Duren, soal e duren tumbuh dimanapun di negeri kita ini," .. "Jokowi, sing penting ndoro Presiden apik gawe ne," .."Karepmu yo ngono, tapi yang pasti ngawur semuanya," kataku.

Yang kita ingat pastilah UMKM. Bayangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Mikro kui cilik sisan. Terus Kecil keq cah cilik, Lalu ada Menengah yi wong gede tapi nggak kekar berotot seperti Mike Tyson. Lha, itu semuanya ada di sekeliling kita dimanapun kita berkunjung atau berada. Dara manis, juga banyak yang ditawarkan kepada kitorang, tapi Burung Dara ndul, bukan cah wedok keq angan-anganmu, apalagi Duren dan Jokowi. Dua hal yang berbeda secara signifikan itu ada dimana-mana karena populer dan sangat populer.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) bagaikan pilar kokoh yang menopang perekonomian Indonesia. Lebih dari sekedar penyedia lapangan kerja, UMKM menjadi roda penggerak yang mengantarkan masyarakat pada kehidupan yang lebih baik. Benarkah itu. Sebagai cita-cita ya benar. Tak benar kalau hanya berceloteh tentang UMKM tanpa sebuah aksi nyata.

Di balik statistik mengesankan tentang jumlah tenaga kerja dan kontribusi terhadap PDB, memang sih terdapat kisah nyata jutaan individu yang mengabdikan diri untuk membangun usaha mereka. Dari warung makan sederhana di sudut kota, hingga toko online yang menjangkau pasar global. Pendeknya UMKM mewakili semangat juang dan kegigihan wong cilik atau rakyat kecil di negeri ini.

Contoh nyata kegigihan pelaku UMKM : Pak No, seorang pedagang mie ayam keliling, dengan tekun menabung keuntungannya untuk menyekolahkan anak-anaknya; Pak Budi, pengrajin kayu di desa terpencil, melestarikan warisan budaya melalui ukiran tangannya yang rumit; Mbak Wulan, dengan kreatifitasnya, mengubah bahan daur ulang menjadi produk fesyen yang unik dan bernilai.

Di luar Mbak Wulan yang bukan Wulan Guritno, kebetulan di sebuah pojokan lain nggak sengaja saya ketemu sebuah Warkop atau boleh juga disebut semacam kaf super mini di perempatan Kelud, Malang. Keqnya unik nih tempat. Sayapun berhenti dan kemudian menyapa perempuan muda yang sendirian menjaga kaf itu. "Hullo, ada apa aja di kafe ini untuk sekadar ganjal perut di pagi hari. Maklum baru dari Taman Kebugaran Merjo tadi," tanyaku.

"O silakan Om. Ada kopi dan beberapa minuman hangat lainnya, serta sekadar makanan ringan seperti Lumpia Pisang Karamel, Tahu isi Menjes Tempe dan sejenisnya yang lain", sahut perempuan muda penunggu kafe itu.

"Kalau begitu saya dibikinin Kopi Tubruk aja ya. Cemilannya .. O itu tuh ada daftarnya. Lumpia Pisang Karamel saja. Bikinin dua ya. Jangan lupa kopinya agak kentalan, dan dikasih manis yang tipis-tipis aja. Soalnya kalau kemanisan ntar nggak berasa kopi," sahutku sekenanya.

Perempuan itupun bergegas meracik pesananku. Aku melihat ke jalanan di perempatan Kelud tsb, ada agen Bus Lorena, dan tak jauh dari situ ada GKI Bromo dan MOG atau Mal Olympic Garden persis di belakang Stadion Gajayana. Kafe ini  meski sederhana, tapi lokasinya strategis. Baru sebentar duduk bersantai sudah ada beberapa anak pesan jajanan sesuai menu yang ada, belum lagi yang pesan kopi dll.

Tak lama kemudian Kopi pun siap di meja sederhana di depan kafe mini itu. Aku menatapnya dan membuka sedikit obrolan. Ternyata benar, Imel nama anak itu adalah Mahasiswa Fakultas Olahraga semester VI di UM atau Universitas Malang (d/h IKIP negeri Malang). Ia ternyata menggunakan waktu liburannya dengan mengisi kafe itu, dimana ia joint dengan 3 temannya, yang satu seorang perempuan adik kelasnya di UM. Ia kata Imel baru semester III di Fakultas Sastera, lalu dua  lainnya adalah Cowok dan keduanya pernah kerja di kafe.

"Thanks Imel. Kopinya lumayan. Sayang nggak ada Arabika ya. Tapi nggak masalah. Robusta pun jadi. Btw, saya lihat di samping namanya yang unik Cap Doa Ibu yang disebut-sebut sebagai Warkop sejak 1971, apa Imel yang merias kafe ini. Koq ada gambar Widji Thukul, Munir, bahkan pahlawan buruh Marsinah. Juga saya lihat perlengkapannya sudah nggak keq Warkop 1970-an, tapi ada gilingan kopi portable segala, bahkan ada Coffee Maker yang modern. Kalau tau saya pesan Espresso aja tadi. Tapi nggak masalah, kopi tubruknya Ok juga koq buat saya."

"Bukan Imel yang merias kafe ini Om, tapi 2 teman cowok lainnya. Mereka yang tau Thukul, Munir dll. Mereka juga yang menyiapkan peralatan itu, tapi coffee makernya sementara ini belum bisa dipakai Om. Sepertinya perlu di service dulu," sahut Imel.

Sambil menunggu Lumpia Pisang Karamelnya yang enak itu, lagi-lagi ada anak-anak yang meminta dibuatkan jajanan lain. Ya, sepertinya usaha mikro seperti ini memang asyik bagi anak-anak mahasiswa seperti Imel yang dapat meluangkan waktunya di kala liburan. Itulah kesempatan bagi mereka untuk belajar usaha. Saya sudah cukup banyak melihat dan merasakan usaha serupa dalam format yang lebih besar, bahkan yang menengah ke atas. Tapi prinsipnya sama bahwa usaha tersebut tak lepas dari tantangan.

Usaha mikro bukan hanya tentang mencari keuntungan memang. Bagi sebagian pelakunya, ini adalah wujud mimpi, passion, dan dedikasi. Bagaimanapun, mereka adalah penggerak ekonomi lokal, pembuka lapangan kerja, dan penyimpan kekayaan budaya bangsa seperti pengrajin yang disinggung di muka.

Perannya krusial, tapi UMKM tak luput dari rintangan. Keterbatasan modal, lokasi strategis untuk tempat usaha, dan persaingan ketat menjadi batu sandungan yang perlu dihadapi. Dengan semangat muda seperti Imel dkk, bisa saja sih UMKM melangkah maju dan mencapai potensinya.

Karenanya pemerintah haruslah terus berupaya memberikan dukungan dan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM. Berbagai program dan kebijakan sudah diluncurkan, seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan bunga rendah dan persyaratan mudah; BLT UMKM (Bantuan Langsung Tunai untuk membantu pelaku UMKM) yang terdampak pandemi; pelatihan dan pendampingan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan keahlian pelaku UMKM; pemasaran online dengan membantu UMKM memasarkan produk melalui platform e-commerce; penyederhanaan regulasi dalam rangka mempermudah proses perizinan usaha.

Masa depan UMKM di negeri ini bisa saja cerah, sejauh ada kerjasama dan komitmen dari semua pihak, UMKM dapat terus berkembang, menciptakan lapangan kerja yang lebih luas, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengantarkan bangsa menuju  taraf hidup yang lebih baik dengan ekonomi yang berkelanjutan.

Contoh inisiatif pendukung UMKM seperti platform crowdfunding, dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berinvestasi di UMKM; inkubator bisnis, dengan memberikan pendampingan dan mentoring bagi UMKM yang baru memulai usaha; komunitas UMKM, yang dalam hal ini menjadi wadah bagi para pelaku UMKM untuk saling berbagi pengalaman dan informasi.

Tapi semuanya itu tanpa pendataan yang selektif, dipastikan takkan berhasil. Seperti pengalaman membangun masyarakat di Timtim di masa integrasi. Setelah difasilitasi pun atau katakanlah diberi kursi yang ada sandarannya, mereka akan tetap terjatuh sejauh kebugarannya tak terjaga. Bagaimana pula kalau nggak ada sandarannya.

Tentu Imel dkk tak separah yang di Timtim itu. Yang penting diberi sandaran dengan bimbingan pemerintah, lalu diberi permodalan yang tak bertakik-takik urusannya, pastilah mereka bisa diberdayakan.

Imel dkk di belantara UMKM adalah pengingat bagi kita tentang lagu Welcome To The Jungle by Guns N' Roses. Hanya versinya tentu haruslah versi Indonesia, sebab kalau versi Gun N' Roses, semua yang kita butuhkan memang ada disitu. Tapi yang jadi soal senandung tsb adalah persaingan bebas yang sudah menjadi kultur barat sejak Revolusi Industri 3 abad lalu, tapi disini belum tentu, salah-salah bisa diterkam Harimau dan Binatang buas lainnya malah.

Thanks Imel dan Doa Ibu. Thanks atas kopi dan camilannya yang sadap.

Joyogrand, Malang, Tue', July 09, 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun