Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Sepenggal Kisah Kantong Tempo Doeloe di Tengah Kota

8 Juli 2024   18:54 Diperbarui: 10 Juli 2024   01:05 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang ada sejumlah katakanlah inflluencer yang mengekspose kawasan ini, tapi publik luas belum juga terpanggil, karena sepertinya masih ada yang terasa kurang di sini. Jangan sampai daerah wisata ini perlahan-lahan ditinggalkan turis sebagaimana halnya Kampung Warna-Warni di Jodipan yang semakin memudar.

Ada semacam stimulans dari pusat seperti bantuan cat untuk warga berkreasi lebih lanjut. Tapi bantuan itu sampai sekarang belum juga turun. Ada kemandegan. Tak heran, kampung yang seharusnya kreatif menjadi apatis dan tidak kreatif.

Lihat saja lampu di sepanjang kali di belakang cafe Poenokawan ini, kadang mati kadang hidup. Jadi tidak otomatis nyala terus begitu malam tiba dan malam berakhir. Bagaimana turis akan senang dengan kondisi byar-pet semacam ini. Padahal kebanyakan turis pengen berfoto selfie di kawasan "Belanda Mini" tersebut.

Pastinya yang kita lihat sekarang yaitu poros utama di jalan utama Basuki Rahmat terdampak positif dengan pengembangan sejak 2019, sedangkan kita-kita yang di dalam sini tak terdampak padahal sudah lebih dulu dikembangkan. Masalahnya ada kejomplangan dalam pengaturannya, kata Nando.

Suasana vintage di rumah salah satu warga di Kampung Kajoetangan Heritages, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.
Suasana vintage di rumah salah satu warga di Kampung Kajoetangan Heritages, Malang. Foto: Parlin Pakpahan.

Obrolan malam itu berlanjut dengan Farhan asal Jakarta dan Wiji seorang mahasiswi UM asal Kalimantan. "Yang penting bukan vintage-nya, tapi bagaimana agar warga di sini dapat menguak sendiri ada cerita apa di balik vintage itu", kata Farhan.

Farhan benar, misalnya makam Mbah Honggo di pertengahan gang masuk dari jalan utama Basuki Rahmat. Dia adalah orang kepercayaan Bupati Malang pertama tempo doeloe. Warga tak banyak yang menguak ada cerita apa di balik makam itu. Kalaupun ada keterangan di makam, tapi para turis akan lebih suka kalau warga Kajoetangan sendiri yang dapat bercerita tentang itu.

Lain halnya dengan Wiji yang mengatakan di daerahnya di Balikpapan Kaltim sana tak ada vintage perkotaan seperti disini. Kami hanya mempunyai alam yang terbentang luas dan perlu sentuhan.

Malam pun semakin larut aku pun pamitan sama Nando dan berjalan keluar menyusul Farhan dan Wiji yang duluan. Aku lihat daerah kantong ini semakin sepi dan sepi seiring berjalannya waktu, tapi di poros utama Basuki, hayyoo yang ndangdutan masih ada, pedagang kakilima masih ada dan yang cangkruk di perkafean masih ada.

Ya ampun yang pasti Nando dkk di dalam di sebelahnya pastilah gusar atas semua ketidakberesan pengaturan destinasi wisata Kajoetangan semacam ini.

Joyogrand, Malang, Mon', July 08, 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun