Merespon Kaum Agnostik
Erwin Pardede adalah salah seorang temanku di facebook. Dalam usia di atas 60 sekarang ini, aku pikir dia sudah cukup sukses, misalnya ia sudah jalan-jalan bareng keluarga kemana pun ia suka. Ia pun mendemonstrasikan bahwa ia mendidik anak-anaknya secara modern, misalnya berbikini di pantai. Pokoknya bebas, tapi bukan sebebas-bebasnya, tapi harus berdasarkan "budi baik", menurut istilah yang akhir-akhir ini seringkali digunakan Erwin. Ia masih terlihat gagah dan isterinya pun masih terlihat chantique di usianya sekarang. Keduanya sungguh menikmati hidup versi mereka. "Biarlah kemesraan ini tak cepat berlalu", ujar Erwin suatu  ketika, dan tak lupa Erwin dan sang isteri sangat menyayangi  cucu-cucunya.
Yang kusarikan akhir-akhir ini dari pertemananku dengan Erwin di facebook adalah semacam thesis dalam kehidupan Agnostik yang dijalaninya sekarang. Agnostik adalah seseorang yang memiliki pandangan bahwa keberadaan Tuhan atau entitas supernatural tidak dapat diketahui atau dipastikan. Istilah "agnostik" berasal dari bahasa Yunani, "a" yang berarti "tidak" dan "gnosis" yang berarti "pengetahuan". Jadi, secara harfiah, agnostik berarti "tanpa pengetahuan" atau "tidak tahu".
Agnostisisme bukanlah agama atau kepercayaan, melainkan sikap atau pandangan terhadap pertanyaan tentang keberadaan Tuhan. Seorang agnostik tidak secara otomatis menyangkal atau percaya pada Tuhan. Mereka hanya menyatakan mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat kesimpulan yang pasti.
Mengutip Erwin di laman facebooknya : NKRI dipersatukan oleh Proklamator yang Cerdas dan Bijaksana yang menyusun ideologi Pancasila, dengan sila pertama Ketuhanan Yang Mahaesa tanpa ada keharusan menjalankan syariat agama. Founding father kita, menurut Erwin sudah terpikir bahwa "Ketuhanan Tanpa Esa", tidaklah mungkin NKRI kokoh seperti sekarang dan selanjutnya. Para Proklamator sudah memprediksi munculnya "tuhan- tuhan agama" yang dicipta manusia, dan maraknya anak bangsa memperalat agama untuk meraih kekuasaan dan harta.
Erwin pun melontarkan refleksinya disini, mengapa masih ada anak bangsa yang ragu bahwa Tuhan Yang Mahaesa adalah "kekuatan pencipta alam semesta" yang sesungguhnya, sedangkan tuhan agama yang banyak macamnya itu bukanlah yang dimaksud dalam Pancasila.
Repot memang sosok agnostik seperti Erwin. Ia hanya percaya pada ajaran "budi baik". Di luar itu bulshitt katanya.
Bukan hanya Erwin, tapi cukup banyak orang yang kini meragukan eksistensi Tuhan Yang Mahaesa.
Tapi kalau kita lihat alam semesta yang luas dan penuh misteri, dengan milyaran galaksi, bintang, dan planet, ini tentu memicu keraguan tentang bagaimana semua ini bisa tercipta tanpa campur tangan Pencipta. Pertanyaan tentang asal-usul alam semesta menjadi perdebatan filosofis dan ilmiah yang belum terjawab tuntas.
Indonesia memiliki kekayaan budaya dan agama yang luarbiasa. Perbedaan keyakinan dan tradisi spiritual ini bisa menimbulkan kebingungan bagi sebagian orang, yang memicu pertanyaan tentang mana yang benar dan mana yang salah.