Bertahan Hidup dan Nipi ni Par Sendor
Suatu ketika di kota Tarutung, Tapanuli Utara, Sumut, saya pernah melihat bahkan berkenalan dengan seorang "Par Sendor" atau pedagang sendor (sejenis minuman hangat berempah-rempah mirip wedang jahe di Jawa) yang berkeliling kota Tarutung untuk menjajakan dagangannya. Sambil mereguk Sendor yang hangat itu, saya bertanya kepada orangtua par Sendor itu sudah berapa lama ia menjajakan Sendor di kota Tarutung.
Mangkuk Sendor hampir lepas dari peganganku ketika orangtua itu mengaku telah menjajakan Sendor di kota Tarutung selama 40 tahun.
Ya ampun. Jadi apa yang anda telah capai selama 40 tahun ini. "Bertahan Hidup", jawabnya pendek.
Oalah, mengapa begitu panjang perjalanan hidup hanya untuk bertahan hidup seperti ortu par Sendor ini. Memang orang itu tak sama meski sama-sama manusia, karena ada semacam "sungkup" yang menaunginya. Entahlah ..
Benar par Sendor ini mewakili individu yang berjuang dalam sistem ekonomi informal. Kegigihannya dalam berjualan keliling kota Tarutung selama 40 tahun mencerminkan tekadnya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan bertahan hidup di tengah keterbatasan. Kemampuannya beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi menunjukkan ketangguhannya dalam menghadapi realitas ekonomi yang keras.
Benar par Sendor ini menunjukkan kegigihan dan ketahanan mental yang luarbiasa. Kemampuannya menghadapi berbagai rintangan fisik dan mental selama 40 tahun menunjukkan kekuatan karakternya. Kegigihannya dalam bekerja mencerminkan dedikasi dan komitmennya untuk mencapai tujuannya, meski tak jelas.
Juga benar par sendor ini mempunyai pemahaman tentang realitas kehidupan yang penuh dengan tantangan dan perjuangan. Dia menyadari untuk bertahan hidup, dia harus beradaptasi dan berjuang melawan rintangan yang dihadapi. Sikapnya yang positif dan bersyukur menunjukkan optimisme dan keyakinannya pada kemampuannya untuk mengatasi kesulitan, meski lagi-lagi tak jelas.
Dengan kegigihan, ketekunan, dan sikapnya yang positif, apakah  par Sendor kota Tarutung ini bisa mengilhami kita dalam mengatasi berbagai rintangan dan menjalani hidup yang bermakna.
Dalam konteks "Welfare States", kisah jutaan orang par Sendor seperti ini patut dipertanyakan. Masalahnya "Bertahan Hidup" adalah sebuah "keteronggokan yang sia-sia" karena tak disentuh kebijakan kerakyatan yang mengutamakan perkembangan hidup dan bukan pertahanan hidup warganya.