Papua, yang sebelumnya bernama Irian Barat, baru secara resmi menjadi bagian dari Indonesia pada 31 Desember 1962, di bawah pengawasan PBB, meski Papua sudah sejak awal menjadi bagian dari kemerdekaan Indonesia, mengingat rasa senasib sepenanggungan akibat penjajahan oleh Belanda.
Perdagangan inter-insuler Papua dan pulau-pulau Indonesia yang berdekatan terdokumentasi sejak abad ketujuh, dan adanya kekuasaan nusantara di Papua sampai dengan abad ke-13. Belanda mengklaim wilayah tsb dan pekerjaan misionaris pun dimulai pada abad kesembilan belas.
Pada Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan pada 27 Desember 1949, Belanda bersedia memberikan kedaulatannya kepada Indonesia. Pada 1 Mei 1963, bendera PBB diturunkan dan bendera Merah Putih tetap berkibar hingga saat ini.
Pada tahun 2004, pemerintah membagi Papua menjadi dua propinsi yi bagian timur tetap memakai nama Papua, dan bagian baratnya menjadi Irian Jaya barat yang sekarang menjadi Propinsi Papua Barat.
Nama Papua Barat digunakan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), suatu gerakan teroris-separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri.
OPM terdiri dari berbagai kelompok dan individu yang memiliki tujuan bersama untuk kemerdekaan Papua. Anggota OPM bisa berasal dari berbagai latar belakang, termasuk masyarakat asli Papua, aktivis hak asasi manusia, dan beberapa simpatisan dari luar negeri. Struktur organisasi OPM tidak selalu terpusat, dengan berbagai fraksi atau kelompok yang beroperasi secara independen namun tetap terhubung oleh cita-cita bersama.
Gerakan ini berawal dari ketidakpuasan terhadap penggabungan Papua ke Indonesia pada tahun 1960-an, melalui Perjanjian New York dan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang kontroversial. OPM resmi didirikan pada tahun 1965 dan telah mengalami berbagai perubahan strategi dan kepemimpinan sejak saat itu.
Gerakan OPM banyak dikaitkan dengan isu hak asasi manusia, perbedaan budaya, dan marginalisasi masyarakat Papua. Pemerintah Indonesia menganggap OPM sebagai kelompok separatis dan teroris, sementara beberapa komunitas internasional melihatnya sebagai gerakan pembebasan atau perjuangan kemerdekaan.
Kapten Phillips yang mengusik